KBR68H, Jakarta- Masyarakat Adat Negeri Paperu, Saparua, Maluku Tengah menolak rencana kehadiran TNI dalam sengketa wilayah dengan PT Maluku Diving and Tourism.
Penulis: Guruh Dwi Riyanto
Editor:

KBR68H, Jakarta- Masyarakat Adat Negeri Paperu, Saparua, Maluku Tengah menolak rencana kehadiran TNI dalam sengketa wilayah dengan PT Maluku Diving and Tourism. Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Maluku Yohanes Balubun mengatakan, kehadiran aparat bersenjata itu tidak memiliki landasan hukum. Selain itu, kehadiran TNI dinilai menebar ancaman pada warga. (Baca: PT Maluku Diving and Tourisme Digugat ke Pengadilan)
"Jumat kemaren ada kunjungan dari Gubernur Maluku dan Pangdam XVI Patimura. Mereka hanya ke PT.Maluku Diving and Tourism tanpa berdialog dengan masyarakat. Pangdam memerintahkan anak buahnya untuk datang ke lokasi tersebut. Tadi ada tentara datang ke tempat raja untuk mengkoordinasikan pendirian pos di perusahaan. Warga tidak setuju tapi ini kan tekanan psikologis cukup tinggi di Maluku karena tiba-tiba kalau masyarakat bergerak dicap RMS atau PKI atau macam-macam. Jumat kemaren dan Sabtu ini Pangdam XVI Patimur menunjukan sikap itu, yang ia pegang adalah kekuasaan bukan Undang-undang," ungkap Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Maluku Yohanes Balubun ketika dihubungi KBR68H.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Maluku Yohanes Balubun menambahkan, perusahaan pariwisata asal Swiss itu sebelumnya menggunakan polisi untuk mengusir warga. Padahal, perusahaan itu tidak memiliki izin penguasaan laut dan pantai. Namun, perusahaan asing itu melarang masyarakat adat mencari hasil laut. Akibatnya, sumber pangan warga menurun.
Editor: Nanda Hidayat