indeks
Limbah Industri di Perairan Marunda

Pencemaran limbah industri di perairan Marunda, Jakarta Utara ikut memukul perekonomian nelayan. Akibatnya ikan di sana ikut terpapar bahan kimia dan mati. Hasil tangkapan pun ikut berkurang. KBR68H bersama nelayan setempat menyusuri lokasi pembuangan

Penulis: Eric Permana

Editor:

Google News
Limbah Industri di Perairan Marunda
limbah, marunda, teluk jakarta, walhi, bplhd

KBR68H - Pencemaran limbah industri di perairan Marunda, Jakarta Utara ikut memukul perekonomian nelayan. Akibatnya ikan di sana ikut terpapar bahan kimia dan mati. Hasil tangkapan  pun ikut berkurang. KBR68H bersama nelayan setempat  menyusuri  lokasi pembuangan limbah perusahaan  di Teluk Jakarta.  

“Kalau dulu dua liter satu liter ajah sudah sampai ke tempat yang mau saya cari.  Kalau sekarang yah sampai jauh butuh 5 liter dan 6 liter perahu kecil itu. Kalau perahu besar butuh 10 liter...”

Itu tadi Kubil, nelayan  asal Marunda, Jakarta Utara. Lelaki 45 tahun ini mengeluh meningkatnya biaya bahan bakar untuk kapal motornya.
Sementara penghasilan yang diraih dari hasil melaut saban harinya tak seberapa.

Agar tak sia-sia saat melaut,  tak jarang Kubil dan rekannya menangkap ikan di perairan yang lebih jauh. Mereka terpaksa  menginap di perairan Tanjung Priok. Itu semua dilakukan demi menghidupi keluarga.Akibat ikan hasil tangkapan terus berkurang, rekannya, Sarji mengaku sempat tak bekerja selama sebulan.  Ini akibat penghasilan yang diperoleh tak sebanding dengan modal yang dikeluarkan.

“Dulu pendapatan Rp 200 ribu hingga Rp 150 ribu perharinya itu dapet ajah, kan jaraknya gak jauh, sekarang jaraknya sudah jauh, solar juga mahal. Penangkapan juga gak mencukupi. Karena penangkapan di wilayah kita ini sudah berkurang,” ungkap Sarji.

Menurut dua nelayan itu berkurangnya hasil tangkapan ikan akibat limbah industri yang mencemari perairan Marunda.
 
“Kalau masalah untuk mengerti soal limbah itu kan saya kurang ngerti, pokoknya, itu semua ikan, rajungan, udang semuanya mati anggapan saya ini pasti limbah. Kadang-kadang ikan yang di dasar itu semuanya mati, karena limbah kan ngendapnya dibawah,” terang Kubil.

Sarji ikut menimpali, “Bedanya begini, dulu kalau kita mau nangkap udang gak usah jauh-jauh di muara juga banyak. Begitu ada industri seperti bangun-bangun di KBN itu udang udah gak ada sama sekali. Udah pada hilang.”

KBN yang disebut Sarji  tadi singkatan dari Kawasan Berikat  Nusantara. Area industri yang dibangun sejak awal  2000-an. “KBN Marunda tuh saya rasa banyak, saya gak ngerti sih soal pabrik saya kan cuma nelayan. Taunya di kali tersebut mengeluarkan warna hitam dan bau. Sekarang juga bisa dicek ke lapangan,” imbuhnya.

Limbah Industri

Supandi adalah Ketua Kelompok Nelayan setempat. Menurutnya ada tiga titik pembuangan limbah industry di sekitar Marunda. Diantaranya pabrik minyak sawit yang membuang limbah ke Sungai Blencong.

Supandi dan rekannya mengajak KBR68H untuk melihat langsung proses pembuangan limbah di sungai.Menggunakan kapal nelayan, kami menyusuri sungai. Setiba di lokasi, salah satu nelayan, Karyato menunjukan limbah yang dibuang.

“ Nih lempengan sini nih, tuh hitam kan airnya kan ? iyah pak. disini nih pipanya. Kan bau kan ? iyah bau pak. Iyah ini warna hitam campur kaya lumpur di dalam. Tuh kan keluar busa-busa. Ikan ajah mati, apalagi orang nih. bisa keracunan,” ujarnya.

Limbah itu mengalir hingga ke muara perairan Marunda.“ Biasanya nebar jaring di depan ajah dapet, Udang, Rajungan, Kepiting. Sekarang mah boro-boro , ikan ajah yang kambang gak ada. Nyarinya jauh ke pelabuhan ke tengah ke Pulau Nyamuk.”

Selanjutnya Supandi mengajak ke lokasi lain tempat pembuangan limbah. “ Titik pertama di KBN Marunda ini, ini ada saluran yang mengeluarkan air hitam. Titik pertama ini, itu sudah nampak hitam itu,” terang Supandi.

Lokasi persisnya di pinggir Jalan Raya Marunda Makmur.  “Ini titik kedua, keluarnya dari arah situ, gak tau di dalemnya ada pabrik apa, itu kelihatannya kaya air santan, putih dan air itu berbusa. Gak tau dah didalemnya ada pabrik apa. Tapi keluarnya dari alur sini. Ini menyebarnya ke Jembatan Bidara, dan langsung ke Muara Marunda.”

Supandi meminta pemerintah segera turun tangan mengatasi pencemaran di perairan Marunda. Pasalnya nelayan  sangat menggantungkan hidupnya dari laut setempat.
Lalu bagaimana sikap pemerintah?

Limbah Tiga Perusahaan

“Bagi nelayan belum sempet ngechek kadar limbahnya gitu, bahwa itu limbah. Pengennya sih ngecheck kadarnya dulu, tapi kan butuh dana yang banyak gitu…”

Sudah sejak lama Supandi gundah dengan pencemaran limbah pabrik di perairan Marunda.
Tak hanya Supandi dan nelayan di Marunda yang galau. Petani kerang hijau di Marunda Pulo juga ikut menjerit sejak pertengahan tahun lalu. Kerang  yang mereka budidayakan sekitar 2 kilometer dari bibir pantai agal panen.
Diduga penyebabnya akibat limbah cair berbahaya yang mengalir di sana.
Menurut data yang dihimpun aktivis lingkungan Walhi Jakarta, wilayah pesisir Utara ibukota merupakan  daerah yang paling tercemar limbah. Koordinator Kampanye Walhi Jakarta Isa Brata mengatakan pencemaran tersebut disebabkan oleh limbah industri dan bahan bakar transportasi laut.

Jakarta Utara masih tinggi, paling tinggi disusul Jakarta Barat. Sementara untuk yang terendah di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Bisa dibilang paling tercemar ? Yah bisa dibilang Jakarta Utara paling tercemar,“ terang Isa.

Menurutnya  berdasarkan penelitian yang dilakukan Walhi Jakarta pencemaran meningkat saban tahun atau sekitar 20 persen. Setidaknya ada 3 perusahaan yang disorot lembaga non pemerintah tersebut yang diduga sebagai biang keladi pencemar lingkungan.

“Kalau kita melihatnya sih ada 3 industri yang besar yah, diantaranya PT Pelindo yang akan memperluas wilayahnya di Utara dari Cilincing hingga Marunda yang akan menjadikan kawasan ekonomi khusus yang otomatis menggusur nelayan dan pencemarannya pun tidak terantisipasi. Yang kedua adalah PT Indah Kiat itu sendiri yang pencemarannya dalam hal pembuangan limbah dan pencemaran yang paling terlihat itu perusahaan pengolahan barang industri pakaian jadi karena alirannya mengalir langsung ke laut,” tambah Isa.

Desakan kepada Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Jakarta Utara agar menegur ketiga perusahaan sudah pernah dilayangkan Walhi.  Namun sayangnya, rekomendasi mereka   tidak pernah ditanggapi ujar, Maun Iskandar 
Kepala Divisi Advokasi Walhi Jakarta,“Walhi Jakarta melihat sampai saat ini tidak tegas, soal menyikapi pencemaran di Teluk Jakarta. Kalau memang sudah mampu mereka menegakkan aturan, tapi faktanya bisa dilihat sampai sekarang kondisi di Teluk Jakarta seperti apa.”

Marunda Tercemar

Pejabat di Kantor Lingkungan Hidup Jakarta Utara saat  ditemui  mengaku masih meneliti kasus pencemaran di perairan Marunda. Kepala KLH Jakarta Utara, Mudarisin menuturkan, “Jadi belum bisa informasi sedikit saja, kondisi pesisir utara, soal industri yang nakal ?  justru ini masih dalam invetarisasi masih dalam tahap pemetaan ini.
Kualitas lingkungannya seperti apa. Termasuk juga industri-industri disana ketaatannya seperti apa. Masih orientasi ini hehehe.”

Mudarisin menegaskan lembaganya tak mau buru-buru menyimpulkan perairan itu telah  tercemar limbah  industri. ”Kita pertama harus membuktikan air laut itu tercemar atau tidak. Tidak bisa dilihat melalui visual tetapi laboratoris.
Terhadap kehidupan ikan di laut itu kan banyak faktornya yah, seperti ada atau tidaknya ikan tergantung terumbu karang itu sendiri.”

Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta mengakui perairan Marunda telah tercemar. Kepala bidang Pengendalian Pencemaran dan Sanitasi lingkungan, BPLHD Jakarta Andono Waris menjelaskan, “Kalau pencemaran di laut itu memang ada dua seumbernya yah, pertama adalah yang benar-benar industri di pesisir, yang kedua adalah dari yang terbawa aliran sungai apalagi Marunda, dia kan disebelah timur ada aliran BKT, aliran Cipinang, mungkin juga ada aliran dari Bekasi.”

Meski belum memberi sanksi atau teguran kepada perusahaan yang bandel , Andono meminta masyarakat aktif melaporkan jika ada industri yang terbukti membuang limbahnya tanpa melalui proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amadal).  Kata dia perusahaan yang langgar aturan akan diganjar ancaman sanksi pidana.

Pemerintah DKI Jakarta yang dipimpin Gubernur baru Jokowi diminta tak sekadar mengumbar janji. Sanksi tegas mestinya segera diberikan kepada perusahaan pencemar laut.  Kembali  Koordinator Kampanye WALHI Jakarta Isa Brata,“ Wilayah Utara itu harus menjadi konsern pemerintah Jakarta, terutama Pak Jokowi harus konsern disana, karena jika tidak diperhatikan otomatis Jakarta Utara ini nantinya akan sulit khususnya para nelayan akan mati ekonominya. “

Nelayan seperti Supandi sangat berharap perairan Marunda kembali bersih. Tak tercemar sehingga bisa menghidupi anak-cucunya kelak.  “Mungkin kalau yah istilahnya limbah di wilayah Teluk Jakarta ini bisa keatasi nelayan bisa sejahtera. Kendalanya nelayan cuma dua yakni limbah dan juga badai,” jelasnya.

(Erc, Fik)

limbah
marunda
teluk jakarta
walhi
bplhd

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...