indeks
Korupsi Makin Masif, Prabowo Diminta Hidupkan Kembali UU KPK Lama

Tiga agenda itu adalah segera merevisi secara fundamental UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Pilkada.

Penulis: Ken Fitriani

Editor: R. Fadli

Google News
UU KPK
Konferensi Pers terkait sikap PP Muhammadiyah mengenai penyelenggaraan Pilkada 2024 dan Risywah Politik di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa (15/10/202

KBR, Yogyakarta - Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas meminta Presiden terpilih Prabowo Subianto mengembalikan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Menurut Busyro, masifnya korupsi di era saat ini salah satunya karena politik uang atau suap yang dilakukan terstruktur dan masif. Akibatnya, demokrasi dan demokratisasi di berbagai sektor menjadi lumpuh, karena tidak kokohnya "payung hukum" yang melindungi.

Apalagi, saat ini jelang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak, dimana "politik uang" diyakini akan semakin marak terjadi.

Kata Busyro, apapun hasilnya, Pilkada itu perlu didukung semua pihak. Tapi, jika ingin memperbaiki Pilkada dalam jangka menengah dan jangka pendeknya, harus segera dilaksanakan "tiga plus satu" agenda terpentingnya.

Tiga agenda itu adalah segera merevisi secara fundamental UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Pilkada. Ketiga beleid ini menjadi faktor hulu hilirnya pelaksanaan Pilkada yang banyak diwarnai atau berbasis suap.

"Nah, plus satu itu ialah indah sekali, elok sekali dan sekaligus akan membawa martabat bangsa jika Presiden terpilih Pak Prabowo Subianto didalam seratus hari pertama, kurang lebih itu, mempunyai agenda yang betul-betul menghormati, mengaktualisasi. Yaitu satu, menerbitkan Perpu untuk memulihkan UU KPK yang lama yaitu UU Nomor 30 Tahun 2002. UU KPK yang sekarang, yang membikin korupsi semakin terstruktur, sistematis dan masif, " katanya di kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (15/10/2024).

Busyro menjelaskan, "politik uang" ini akan bisa dicegah oleh semua kalangan jika UU KPK yang lama "dihidupkan kembali". Caranya, direvisi. Meskipun membutuhkan biaya politik dan biaya lainnya. Namun hal itu akan menjadi kehormatan bagi Presiden terpilih untuk menerbitkan Perpu mengenai pemulihan UU KPK yang lama.

"Segera kemudian direvisi ketiga UU tersebut. Itu jangka menengah, untuk jangka panjang. Nah jangka pendek, kita siap sekali memproteksi rakyat Indonesia jangan sampai kepala daerah itu yang dipilih itu menangnya karena faktor "politik suap". Biasanya orang yang berada dibalik memenangkan pejabat itu mereka akan menagih lewat Perda yang kemudian melahirkan tragedi kemanusiaan seperti Wadas Purworejo, Rimpang dan yang terakhir di Sumatera Barat, itu akibat hilir saja, " jelasnya.

Sementara itu, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Hamim Ilyas menambahkan, sehubungan penyelenggaraan Pilkada serentak 27 November 2024, dan untuk menciptakan Pilkada damai, bersih dari praktik politik transaksional yang meluruhkan prinsip, nilai demokrasi dan menghambat terlaksananya cita-cita luhur penegakan hukum dan HAM, masyarakat diimbau turut mendorong dan menyukseskan Pilkada.

Dalam konteks ini, kata Ilyas, Pilkada yang pastinya jujur, bersih, demokratis, dan memihak pada kepentingan rakyat, serta dapat mencegah dan menjauhkan diri dari praktik politik uang dan hal-hal yang melanggar norma agama.

"Sejalan dengan tujuan penyelenggaraan Pilkada, maka rakyat berhak mendapatkan pemimpin dan birokrasi yang berkomitmen dan berorientasi pada penegakan demokrasi dan HAM sebagaimana amanat Bab I, Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 tentang kedaulatan ditangan rakyat," ujar Ilyas.

Ilyas mengungkapkan, menilik fakta semakin rapuhnya demokrasi dan peningkatan eskalasi korupsi di berbagai sektor, maka PP Muhammadiyah

mendorong pemulihan tata kelola birokrasi negara sesuai dengan jiwa Pancasila dan agama.

"Berdasarkan hasil sidang Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengenai Hukum Politik Uang (Money Politics) menyatakan, bahwa segala bentuk suap, sogokan, dan imbalan untuk transaksi jual beli suara atau risywah (suap) politik adalah haram. "Politik uang" dalam Pemilu merusak integritas demokrasi, mendorong korupsi, dan dilarang secara hukum serta agama karena mempengaruhi pilihan pemilih dengan imbalan materi. Kami mengimbau masyarakat menggunakan hak pilihnya dengan sebaik-baiknya. Dalam arti, secara cerdas, kritis, dan mempertimbangkan kepentingan/kemaslahatan Persyarikatan, umat, dan masyarakat di wilayah/daerah yang bersangkutan," imbuhnya.

Baca juga:

ICW: 2023, Kejaksaan Kalahkan KPK soal Tuntutan Uang Pengganti Korupsi

Pemberantasan Korupsi Satu Dekade Jokowi, ICW: SBY Lebih Baik

Korupsi
KPK
Prabowo Subianto
UU KPK

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...