Seratus lebih petani dari Jawa Timur berjalan kaki ke Jakarta. Mereka mengadukan kasus sengketa lahan kepada Komnas HAM. Tanah warisan sumber mata pencaharian telah dirampas secara sepihak oleh pengusaha pasca Gerakan 30 September 1965 meletus. KBR68H
Penulis: Sindu Dharmawan
Editor:

KBR68H - Seratus lebih petani dari Jawa Timur berjalan kaki ke Jakarta. Mereka mengadukan kasus sengketa lahan kepada Komnas HAM. Tanah warisan sumber mata pencaharian telah dirampas secara sepihak oleh pengusaha pasca Gerakan 30 September 1965 meletus. KBR68H menemui sejumlah petani yang berjuang menuntuk haknya.
Pagi itu, 150-an petani tengah bercengkrama di depan kantor Komisi Nasional (Komnas) HAM. Mereka berasal dari Blitar, Kediri dan daerah lain di Jawa Timur. Mereka duduk berkelompok. Sebagian besar terdiri kaum pria muda dan tua. Hanya terlihat sekitar 5 perempuan. Sebagian besar mengenakan kaos berwarna merah, yang sudah mulai lusuh.
Rombongan petani ini pergi ke Jakarta dari Jawa Timur dengan berjalan kaki. Butuh waktu 21 hari untuk dapat tiba di Ibukota. Ribuan kilometer sengaja mereka tempuh untuk mengadukan perkara sengketa tanah. Langkah itu terpaksa mereka lakukan karena pemerintah daerah dinilai tak mampu menuntaskan masalah.
Salah satu petani Khusnul Khotimah berharap Komnas HAM dan Pemerintah Pusat mau membantu mengembalikan tanah milik orang tuanya di Kediri, Jawa Timur. “ Kalau yang diambil paksa dulu tanah. Tanah penduduk itu diambil sertifikatnya gitu loh, kalau tidak dikasih katanya orang PKI gitu. Itu bapak saya yang mengalami, kalau saya belum lahir, ” tutur perempuan bercucu tiga ini.
Menurutnya tanah seluas 2 hektar lebih itu telah diambil paksa pengusaha. Yang menyakitkan lagi, keluarga Khusnul dituding komunis, jika tak menyerahkan sertifikat tanah.
KBR68H: Saat ini diambil alih (tanah) oleh pengusaha?
Khusnul: Iya, iya.
KBR68H: Sudah ditanami?
Khusnul: Sudah, cengkeh, sama kopi, sama karet.
KBR68H: Terus ini tidak boleh mengelola, atau mengambil hasilnya? Jadi hasilnya tadi dinikmati oleh pengusaha?
Khusnul: Iya, oleh PT.
KBR68H: Berapa kerugian Ibu? Jutaan, ya?
Khusnul: Iya banyak, iya.
Khusnul tak ingat persis tahun kejadian perampasan tanah itu. Namun yang jelas mereka tak bisa lagi bercocok tanam. Menurut Girun, petani yang bernasib seperti Khusnul jumlahnya ratusan orang. Mereka menitip aspirasi lewat petani asal Blitar itu. “ Teman-teman suruh bilangin saya, untuk di Jakarta titip ya dilaporkan sama siapa saja di Jakarta nanti. Kalau bisa saya minta ditanami padi lagi. Sekitar 300 orang . Luasnya 86 hektar,” tutur Girun.
Bagaimana kasus ini bermula?