"Paling urgent adalah kebijakan efisiensi anggaran yang berdampak buruk kepada pelayanan publik. Efisiensi anggaran harus dilakukan secara proporsional dan tepat. Tidak serampangan dan sporadis,"
Penulis: Astri Septiani
Editor: Resky Novianto

KBR, Jakarta- Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) menilai defisit APBN sebesar Rp31,2 triliun merupakan dampak dari kebijakan impulsif yang dibuat Presiden Prabowo Subianto.
Peneliti FITRA Gulfino Guevarrato mengatakan kebijakan tersebut mulai dari pembentukan kabinet gemuk, program makan bergizi gratis hingga efisiensi anggaran yang dibuat secara tergesa-gesa.
"Dampaknya kemudian APBN kita tidak kuat untuk menahan kebutuhan-kebutuhan untuk membiayai program prioritas tersebut. Oleh karena itu kami melihat hal penting bahwa perlunya kemudian Prabowo untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan," kata Gulfino kepada KBR (16/3/2025).
"Paling urgent adalah kebijakan efisiensi anggaran yang berdampak buruk kepada pelayanan publik. Efisiensi anggaran harus dilakukan secara proporsional dan tepat. Tidak serampangan dan sporadis," imbuhnya.
Gulfino juga mendorong kementerian keuangan segera memperbaiki tata kelola perpajakan nasional, karena pajak menjadi tulang punggung pendapatan negara, sehingga aplikasi core tax yang kerap kali mendapatkan sorotan karena berbagai macam persoalan harus segera ditangani.
Hal ini, lanjut Gulfino, supaya kemampuan negara dalam menyerap pendapatan menjadi lebih maksimal.
Dia juga mendorong kemenkeu meningkatkan pendapatan negara dari pajak, namun jangan sampai mengganggu kemampuan dan kesejahteraan masyarakat seperti misalnya menaikkan PPN yang justru dinilai kontraproduktif.
"Kepada kementerian keuangan dan KL teknis lainnya memastikan penggunaan hasil efisiensi anggaran untuk program-program produktif dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat sehingga kemudian apa yang dilakukan yang lebih menjadi maksimal," tambahnya.
Baca juga:
- APBN Februari 2025 Defisit Rp31,2 Triliun
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per akhir Februari 2025 mengalami defisit sebesar Rp31,2 triliun atau 0,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Meski begitu, dia menyebut defisit ini masih sesuai dengan target APBN 2025.
"Saya ingatkan kembali kolom sebelahnya APBN didesain dengan defisit Rp616,2 triliun. Jadi ini defisit 0,13% tentu masih di dalam target desain APBN sebesar 2,53% dari PDB, yaitu 616,2 triliun rupiah," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Kamis (13/3/2025).