indeks
Kasus Pidana Anak, Bagaimana Mesti Menangani Perkara MAS?

MAS (14 tahun) disangka melanggar Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Sebagian pihak mendorong hukuman berat bahkan ada yang mendorong hukuman mati.

Penulis: Hoirunnisa

Editor: Wahyu Setiawan

Google News
Kasus Pidana Anak, Bagaimana Mesti Menangani Perkara MAS?
Ilustrasi. (Foto: Freepik.com/Fabrikasimf)

KBR, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi tak kuasa menahan kesedihan usai bertemu MAS, seorang anak 14 tahun yang diduga membunuh ayah dan neneknya. 

Arifah berulang kali menyebut MAS sebagai anak yang baik. Arifah menemui MAS yang tengah ditahan di Polres Jakarta Selatan, 1 Desember lalu. 

Dia menekankan, MAS harus tetap mendapat pendampingan menyeluruh yang mencakup aspek hukum, psikologis, dan hak-haknya sebagai anak.

"Sudah menjadi mandat dan tugas kami (Kemen PPPA) untuk memastikan anak terpenuhi dan terlindungi haknya, apalagi anak sedang dalam situasi yang tidak baik-baik saja, yakni berkonflik dengan hukum. Kehadiran kami di sini untuk memberikan penguatan kepada anak agar bisa melalui proses ini dengan baik," kata Arifah saat bertandang ke Markas Polres Metro Jakarta Selatan, Minggu (1/12/2024).

Arifah memastikan terus berkoordinasi untuk memastikan sang anak mendapatkan hak-haknya selama proses hukum berjalan. Anak tersebut juga harus didampingi selama diperiksa oleh polisi.

Dia mengeklaim, Kementerian PPPA melalui tim layanan Sahabat Perempuan dan Anak SAPA telah mendampingi MAS mulai dari proses hukum hingga psikologis.

Polisi telah menetapkan MAS sebagai anak yang berkonflik dengan hukum di kasus dugaan pembunuhan ayah dan neneknya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, 30 November lalu. Juru bicara Polres Jakarta Selatan Nurma Dewi mengeklaim telah mengantongi alat bukti yang cukup.

"Kita sudah menetapkan tersangka, berarti dia (MAS) sudah mengakui. Karena memang alat bukti itu jelas, dari barang bukti yang ada di TKP. Kemudian dari keterangan saksi yang melihat dan mendengar kejadian, lanjut juga dari
keterangan anak tersebut. Jadi alat bukti cukup untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka," ujar Dewi dikutip dari KompasTV, Senin (2/12/2024).

Juru bicara Polres Jakarta Selatan Nurma Dewi mengatakan, MAS disangka melanggar Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. MAS juga dijerat Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara.

Baca juga:

Sistem peradilan pidana anak

Sementara itu, dikutip dari KompasTV, Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI mendorong aparat penegak hukum menerapkan kerangka Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA dalam kasus tersebut. 

"Anak sudah didampingi oleh pengacara yang difasilitasi oleh dinas perlindungan anak DKI Jakarta. Kemudian sudah ada PK Bapas. Ada juga pekerja sosial dari KPPPA, jadi berbagai pihak sudah datang. Bahkan hari ini juga dinas pendidikan sudah merapat untuk memastikan, walaupun ia anak berkonflik dengan hukum tapi hak atas pendidikannya tetap terpenuhi. Nah ini adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah kolaborasi banyak pihak," ujar Anggota KPAI Dian Sasmita dikutip dari Kompas TV, Selasa (3/12/2024).

Dian Sasmita menekankan, tidak semua anak tumbuh dan memiliki respons sesuai harapan orang dewasa. Pertumbuhan anak-anak sangat dipengaruhi berbagai faktor, baik dari pola asuh keluarga dan lingkungan.

Usai kejadian itu, sebagian pihak mendorong penghukuman yang berat terhadap MAS. Bahkan ada sebagian kalangan yang mendorong hukuman mati.

Menanggapi desakan itu, Lembaga kajian independen Institute for Criminal Justice Reform ICJR menyebut penghukuman berat bagi anak yang berkonflik dengan hukum bukanlah langkah tepat untuk menyelesaikan masalah.

Peneliti ICJR Adhigama mengatakan, pentingnya menempatkan kepentingan terbaik bagi tumbuh kembang anak sebagai dasar dalam menangani kasus ini.

"ICJR menyayangkan ada dorongan dari publik, yang mana penghukuman harus dilakukan lebih berat dan bahkan dipidana mati. Kita berangkat dari secara normatif, Indonesia mengadopsi konvensi hak anak dan harus menjadi
pertimbangan utama. Konsep ini hadir dalam sistem peradilan pidana anak, dan hadir dalam Undang-Undang Peradilan Anak. Ini harus diperhatikan oleh aparat penegak hukum, dalam setiap tahap baik polisi, jaksa, hakim dan proses ini harus diperhatikan dengan sensitif anak," ujar Adhigama kepada KBR, Selasa, (3/12/2024).

Peneliti ICJR Adhigama Budiman mengatakan, perlu kolaborasi antara aparat penegak hukum dan pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial dan berbagai pihak terkait penanganan kasus ini.

Menurut Adhigama, solusi berupa pemenjaraan berat untuk anak bukan jawaban. Penghukuman berat justru berdampak buruk terhadap tumbuh kembang anak di masa depan.

Ia mendorong pendekatan yang lebih berpihak kepada kebutuhan anak, termasuk intervensi yang lebih substansial.

Hukum
Anak Berhadapan dengan Hukum
Kementerian PPPA
Polri
KPAI
ICJR

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...