Toleransi beragama di Indonesia dalam belasan tahun terakhir ini membaik. Ini ditegaskan Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah menyoal penolakan sejumlah aktivis di dalam negeri yang menolak keputusan yayasan The Appeal Of Con
Penulis: Anto Sidharta
Editor:

KBR68H, Jakarta – Toleransi beragama di Indonesia dalam belasan tahun terakhir ini membaik. Ini ditegaskan Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah menyoal penolakan sejumlah aktivis di dalam negeri yang menolak keputusan yayasan The Appeal Of Conscience dari Amerika Serikat yang memberikan penghargaan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai tokoh pejuang toleransi.
Menurut Teuku Faizasyah, toleransi di Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jauh lebih baik.
“Kalaupun ada kasus-kasus intoleransi jika kita bandingkan 15 tahun terakhir sekarang ini jauh lebih baik. Kita ingat kasus-kasus kerusuhan di Poso antarkomunitas beragama dan kerusuhan lainnya, kita tidak pernah menemukan kerusuhan serupa terutama di bawah Bapak Presiden SBY,” jelas Teuku Faizasyah.
Apalagi, kata Teuku, yayasan pemberi penghargaan itu sama sekali tidak terkait dengan pemerintah Amerika Serikat. “Mereka adalah organisasi independen yang mempromosikan perdamaian dan HAM secara global,” tambah Teuku.
Terkait penolakan pemberian penghargaan itu oleh sejumlah aktivis di dalam negeri, menurut dia, sah-sah saja.
“Jadi sah-sah saja apabila ada pihak-pihak yang ingin menyampaikan aspirasi mereka dengan mendatangi kedutaan dan lain-lain. Kita menggarisbawahi dalam hal ini demokrasi di Indonesia sangat memungkinkan penyampaian aspirasi seperti itu,” tegas Teuku Faizasyah.
Ia meyakinkan, tepat atau tidaknya pemberian penghargaan itu pada akhirnya yang menilai adalah mereka yang memberi kehormatan itu.
Sebelumnya, kemarin berbagai lembaga dan perkumpulan masyarakat seperti Kelompok Solidaritas Kebebasan Beragama dan Berkeyaninan (KSKBB) menolak dengan tegas, rencana pemberian penghargaan itu.
Mereka menilai, selama ini presiden Yudhoyono pasif dalam menyelesaikan beragam kasus kekerasan yang dialami kaum minoritas. Misalnya saja dalam penanganan kasus GKI Yasmin, Jemaat Syiah, Ahmadiyah, dan HKBP Filadelfia.
Selain berorasi, mereka juga melayangkan surat protes kepada Kedutaan Besar Amerika Serikat. Mereka mendesak agar Kedubes AS membatalkan pemberian penghargaan itu kepada Presiden SBY.