Penulis: Hoirunnisa, Fadli
Editor: R. Fadli

KBR, Jakarta - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin siap menindak tegas seluruh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), bila tidak melakukan pembenahan sistem anti-korupsi bersama pemerintahan daerah masing-masing.
Menurut Jaksa Agung, pembenahan sistem anti-korupsi itu harus dilakukan seluruh Kajari dan Kajati, sesudah kasus korupsi selesai disidangkan dan diputuskan serta dilakukan pemberkasan.
"Lalu saya minta para Kajari, Kajati, setelah kalian melakukan pemberkasan, kalian melakukan persidangan, setelah keputusan, lakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Lakukan perbaikan sistemnya, dan sistem-sistem itu jangan sampai terulang. Kajari, Kajati sanggup? (Sanggup). Lakukan itu. Dan apabila kalian tidak memperhatikan apa yang saya sampaikan, kalian justru yang akan saya tindak! (Tepuk tangan)" tegas Jaksa Agung ST. Burhanuddin saat Rakornas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 2024 bertajuk "Implementasi Asta Cita Menuju Indonesia Emas 2045" di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/11/2024).
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menambahkan, instruksi tegas kepada seluruh Kajari dan Kajati agar membenahi sistem anti-korupsi bersama pemerintah daerah, adalah untuk mewujudkan poin ketujuh "Asta Cita" misi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Poin itu berisi penguatan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Sebelumnya, saat pidato pertama sebagai Presiden, 20 Oktober lalu, Prabowo Subianto mengatakan, terlalu banyak kebocoran-kebocoran anggaran, penyimpangan, kolusi di antara pejabat pemerintah di semua tingkatan. Kolusi ini melibatkan pengusaha-pengusaha nakal yang tidak patriotik.
Jaga Stabilitas Politik dan Keamanan
Di acara yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan meminta seluruh kepala daerah menjaga stabilitas politik dan keamanan di daerahnya masing-masing.
Budi juga menekankan pentingnya saling bekerjasama untuk mewujudkan stabilitas tersebut.
"Berhati-hati dalam membuat kebijakan. Termasuk dalam pembuatan perda yang berpotensi menimbulkan gejolak. Contohnya dalam penentuan Upah Minimum Provinsi maupun Kabupaten. Libatkan tripartit, dalam hal ini pengusaha, buruh, dan pemerintah," kata Budi Gunawan.
Menko Polkam juga mengingatkan, penghambat utama pertumbuhan ekonomi adalah ketidakstabilan politik. Untuk itu, kepala daerah harus melibatkan partisipasi masyarakat dalam merumuskan berbagai kebijakan demi membangun institusi yang kuat.
"Ketika masyarakat dilibatkan maka akan menjadi mitra positif untuk menjaga stabilitas," tambahnya.
Seluruh kepala daerah juga harus menjamin penyediaan layanan publik yang adil, merata dan tidak diskriminatif.
Baca juga:
Benarkah Pemberantasan Korupsi Tanpa RUU Perampasan Aset Sudah Cukup?