Akan tetapi kita penting untuk melihat efektivitasnya, karena yang sebetulnya ditawarkan oleh RUU Perampasan Aset yakni perampasan aset.
Penulis: Ardhi Ridwansyah
Editor: Wahyu Setiawan

KBR, Jakarta – Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia menilai upaya pemberantasan korupsi tetap bisa dilakukan tanpa adanya Undang-Undang Perampasan Aset. Pandangan itu dia sampaikan merespons tidak masuknya RUU Perampasan Aset ke dalam daftar usulan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029.
"Tapi dari perbincangan teman-teman beberapa di sini, sebetulnya kalau bicara soal pemberantasan korupsi tanpa dibuat RUU Perampasan Aset itu sudah cukup. Jangan sekarang disimpulkan bahwa DPR menolak RUU Perampasan Aset atau menerima Perampasan Aset. Kami ini lagi konsolidasi, sedang mencari tahu mana undang-undang yang perlu," kata Doli kepada wartawan, Selasa (29/10/2024).
Benarkah pemberantasan korupsi tanpa RUU Perampasan Aset itu sudah cukup?
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya mengatakan, sejauh ini memang ada regulasi yang memungkinkan untuk merampas aset hasil tindak pidana melalui Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) maupun Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Akan tetapi kita penting untuk melihat efektivitasnya, karena yang sebetulnya ditawarkan oleh RUU Perampasan Aset yakni perampasan aset hasil tindak pidana menggunakan pendekatan non-pemidanaan. Kalau UU TPPU maupun Tipikor itu masih menggunakan skema pemidanaan," ucapnya kepada KBR, Rabu (30/10/2024).
Dia menjelaskan maksud dari skema non-pemidanaan yakni dimungkinkannya merampas aset hasil kejahatan diduga berasal dari tindak pidana.
"Di mana hal tersebut tidak bergantung kepada keberadaan pelakunya," ujarnya.
"Jadi baik pelaku melarikan diri, sakit keras, maupun meninggal dunia, sehingga menyebabkan proses pemidanaannya itu tidak berjalan akan tetapi aset yang diduga berasal dari tindak pidana itu masih memungkinkan untuk dirampas," jelasnya.
Baca juga:
- RUU Perampasan Aset Tak Masuk Usulan Prolegnas, Pukat UGM: DPR Takut
- RUU Perampasan Aset, Puan: Tunggu Pergantian Periode DPR
- Johan Budi: DPR, Pejabat, Swasta, Semua Ngeri dengan RUU Perampasan Aset
Diky mendorong agar RUU Perampasan Aset masuk ke Prolegnas DPR 2025-2029. Apalagi jika melihat data ICW pada tahun 2023, yang mana pengembalian negara hasil korupsi sangat rendah.
"Dari Rp56 triliun (kerugian negara) itu yang kembali ke kas negara hanya Rp3,7 triliun. Sehingga dari sini kita bisa melihat ada kebutuhan secara substansi hukum untuk memperkuat instrumen penegakkan hukum melalui regulasi menopang agenda pemberantasan korupsi," tuturnya.
Pembahasan RUU Perampasan Aset mandek selama lebih dari 1 dekade setelah naskah RUU tersebut pertama kali disusun pada 2008. Pada Mei 2023, pemerintah juga telah mengirim surat presiden (surpres) pengajuan pembahasan RUU tersebut. Namun surpres itu tidak pernah ditindaklanjuti.