Gerakan intelektual yang tergabung dalam Ikatan Alumni Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Kaltim (IA-KPMKT) menolak perpanjangan kontrak pengelolaan ladang Gas Blok Mahakam di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang selama ini dikelola oleh pihak
Penulis: Suara Samarinda
Editor:

Gerakan intelektual yang tergabung dalam Ikatan Alumni Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Kaltim (IA-KPMKT) menolak perpanjangan kontrak pengelolaan ladang Gas Blok Mahakam di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang selama ini dikelola oleh pihak asing yakni Total E&P Indonesie (Prancis) dan Inpex Corporation (Jepang)
Ketua harian IA KPMKT, Ichwanutaqwa mengatakan, kontrak kerjasama (KKS) Blok Mahakam dilakukan selama 30 tahun yang ditandatangani pada 31 Maret 1967 hingga 31 Maret 1997, kemudian diperpanjang selama 20 tahun dan akan berakhir pada 2017
Menurutnya, pengelolaan ladang gas Blok Mahakam oleh pihak asing selama 50 tahun, seharusnya dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan daerah, namun hal itu tidak pernah terwujud.
“Meski pihak Total dan Inpex memberikan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Namun tidak signifikan karena masyarakat tidak banyak dapat dampak positifnya,” tambah Ichmanutaqwa.
Dikemukakannya bahwa berdasarkan UU Migas No.22 tahun 2000, jika kontrak Migas berakhir maka pengelolaaanya diserahkan kepada pemerintah (BUMN), bahkan Pertamina menyatakan keinginan dan kesanggupannya mengelola Blok Mahakam.
Sementara itu, Achmad Husri penasehat IA-KPMKT menyebutkan bahwa Blok Mahakam merupakan salah satu ladang gas terbesar di Indonesia, dengan rata-rata produksi mencapai 2.200 juta kaki kubik pe rhari (MMSCFD)
Adapun cadangan Blok Mahakam sekitar 27 triliun kubik feed (tcf) . Sejak 1970 sampai 2011 sekitar 50 persen (13,5 tcf) cadangan yang telah dieksploitasi dengan pendapatan kotor mencapai 100 miliar US Dolar.
“Cadangan yang tersisa sekarang mencapai 12,5 tcf, dengan harga gas terus naik, maka Blok Mahakam berpotensi memberikan pendapatan kotor sekitar 187 miliar US Dolar atau sekitar Rp1.700 triliun,” ungkap Husri.
Achmad Husri menambahkan besarnya cadangan gas yang tersisa membuat PM Prancis Francois Fillon, ketika berjunjung ke Jakarta pada Juli 2011 lalu, meminta perpanjangan kontrak.Demikian pula dengan Menteri perdagangan luar negeri Prancis, Nicole Bricq ketika bertemu Menteri ESDM, Jero Wacik pada 23 Juli 2012.
“Hal yang sama disampaikan CEO Inpek Toshiaki Kitamura saat bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Budiaono pada 14 September 2012,” ujar Achmad Husri.
Sumber: suara samarinda