indeks
Harga BBM Nonsubsidi Naik, Bakal Ada Eksodus Pengguna Ke BBM Subsidi?

Celios menyebut kenaikan harga BBM terutama Pertamax memunculkan sejumlah kekhawatiran. Salah satunya perpindahan atau pergeseran dari pengguna BBM nonsubsidi beralih ke BBM subsidi.

Penulis: Heru Haetami

Editor:

Google News
BBM, BBM nonsubsidi, BBM subsidi
Petugas SPBU mengisi BBM nonsubsidi di Banda Aceh, Minggu (1/10/2023). (Foto: ANTARA/Irwansyah Putra)

KBR, Jakarta - PT Pertamina melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi per 1 Oktober 2023. 

Pertamina menyebut perubahan harga itu berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.

Sejumlah jenis BBM kompak naik, seperti bensin jenis Pertamax menjadi Rp14.000 dai sebelumnya Rp13.300 per liter. Pertamax Turbo naik menjadi Rp 16.600 per liter dari sebelumnya Rp 15.900 per liter. Pertamax Green 95 menjadi Rp 16.000 per liter yang sebelumnya dari 15.000 per liter . 

Kenaikan juga terjadi pada BBM nonsubsidi jenis solar. Dexlite naik dari Rp 16.350 per liter menjadi Rp 17.200 per liter. Sementara Pertamina DEX dari Rp 16.900 per liter menjadi Rp 17.900 per liter. 

Seorang karyawan swasta asal Bekasi, Reski merasa keberatan dengan kenaikan harga lantaran selisih harganya jauh antara harga Pertamax dan Pertalite.

Reski memutuskan berpindah dari menggunakan Pertamax ke Pertalite yang lebih murah.

“Akhirnya untuk sementara ini beralih ke Pertalite. Pengeluaran pasti akan berpengaruh ya kalau memang terus bertahan dengan Pertamax karena itu tadi adanya perbedaan harga dari 10.000 ke 14.000 itu ada sekitar range 4000 ya. Cukup memengaruhi kalau memang tetap bertahan di Pertamax ya. Jadi pilihan untuk beralih ke Pertalite itu yang paling logis dan paling masuk akal sekarang buat saya,” kata Reski kepada KBR, Selasa (3/10/2023).

Keluhan juga disampaikan Setiawan, seorang karyawan swasta di Jakarta yang kerap menggunakan motor atau mobil pribadi saat beraktivitas.

Setiawan terpaksa berpindah dari Pertamax ke Pertalite karena alasan ekonomi keluarga.

“Tentu ekonomi ya karena tadi yang saya sampaikan ya harganya terpaut jauh banget meskipun ron-nya juga selisih 4000 itu sangat berarti. Karena setiap hari saya harus mengisi bahan bakar itu minimal 2 liter sehari loh ya untuk pulang pergi rumah ke kantor. Sehari 2 liter kalau seminggu 5 hari jadi bisa 10 liter. Itu saya belum lagi untuk istri. Istri juga pakai motor soalnya sama kasusnya istri juga pindah dari yang awalnya shell, Pertamax dan sekarang masih Pertamax sih kalau enggak salah ya. Karena baru naik berapa hari dan mungkin akan beralih juga Pertalite karena cukup tinggi naiknya,” ujar Setiawan kepada KBR, Selasa (3/10/2023).

Setiawan mengatakan jika kenaikan harga BBM berlangsung dalam jangka waktu lama, bukan tidak mungkin dia dan istri perlu mengatur ulang keuangan keluarga untuk transportasi.

“Kalau ke depan bakal terus kayak gini sih mungkin akan mencoba mengatur ulang ya. Apakah masih, apakah jika naik transportasi umum akan lebih murah dari segi biaya dan lebih cepat waktu nyampe kantornya atau enggak gitu masih menghitung-hitung,” imbuhnya.

Baca juga:

Berbeda dengan Setiawan dan Reski, ada juga warga yang tetap setia menggunakan Pertamax meski lebih mahal. 

Pengguna motor asal Jakarta, Nami mengatakan penggunaan BBM dengan kualitas Ron 92 itu bisa menjaga kondisi mesin kendaraan tetap prima.

“Di mesinnya sih udah kebiasaan pakai Pertamax juga kan jadinya kalau misalnya mau turun ke Pertalite gitu apa ya kayak mengurangi kenyamanan berkendara. Kayaknya itu aku belum mau sih kayak gitu,” kata Namin kepada KBR, Selasa (3/10/2023).

Nami mengatakan kenaikan harga BBM non-subsidi tidak terlalu berpengaruh pada kondisi keuangan dan pengeluaran sehari-hari.

“Karena apa ya kayak benchmark aku sebenarnya untuk bensin 15.000 jadi kayak kalau di bawah itu okelah masih adjustingnya nggak terlalu parah kayak gitu kan. Dan karena untuk jaraknya juga di bawah 30 km setiap hari jadinya nggak terlalu ngaruh sih. Enaknya pakai Pertamax itu sebenarnya jauh lebih hemat jauh lebih hemat kayak seminggu itu Rp35.000 udah kecover seminggu bolak-balik dengan jarak 16 sampai 20an kilo,” katanya.

Analisis Direktur Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios) Bhima Yudhistira menyebut kenaikan harga BBM terutama Pertamax memunculkan sejumlah kekhawatiran.

Salah satunya adalah perpindahan atau pergeseran dari pengguna BBM nonsubsidi beralih ke BBM subsidi. 

“Karena memang tekanannya sedang tinggi, harga beras juga naik 18 persen dibandingkan tahun lalu, maka mau tidak mau mereka bergeser untuk membeli BBM dengan harga yang lebih murah. Nah ini akan menjadi pertanyaan apakah kuota dari BBM subsidi misalnya Pertalite ini cukup dan Solar subsidi juga cukup sampai akhir tahun. Kalau tidak maka akan terjadi kelangkaan dari BBM jenis subsidi ini dan kelangkaan ini ya nanti akan mengakibatkan terganggunya roda perekonomian kemudian juga aktivitas ekonominya juga bisa melambat karena kesulitan memperoleh BBM,” kata Bhima kepada KBR, Selasa (3/10/2023).

Bhima Yudhistira juga menyinggung skema pembatasan pengguna BBM subsidi yang hingga kini belum berjalan baik.

Pembatasan ini, kata Bhima, harus segera dipikirkan matang-matang lantaran berimbas serius terhadap ekonomi masyarakat.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

BBM
Pertamina
Pertamax
pertalite
BBM subsidi

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...