KBR68H, Jayapura- Pemerintah Daerah Papua akan mengembalikan penyaluran dana bantuan sosial (bansos) ke Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), sebab selama ini bansos dikelola pada Sekretariat Daerah (Sekda) setempat.
Penulis: Katarina Lita
Editor:

KBR68H, Jayapura- Pemerintah Daerah Papua akan mengembalikan penyaluran dana bantuan sosial (bansos) ke Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), sebab selama ini bansos dikelola pada Sekretariat Daerah (Sekda) setempat.
Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan nantinya setelah dikembalikan ke BPKAD, ijin pengeluaran bansos harus melalui persetujuan gubernur. Ini dilakukan untuk menekan penyimpangan penyaluran bansos.
“Kegiatan bansos terus bendaharanya di Sekda, itu tidak boleh, itu harus kita kasih ke kuangan, karena di situ ada pos kegiatan gubernur, jadi tidak boleh campur aduk dengan bansos. Ini akibat daripada tidak difungsikannya semua SKPD. Bappeda yang seharusnya buat UAPPAS, dibikinnya di keuangan. Bappeda yang seharusnya bikin perencanaan, monitoring, budgeting, semua dilakukan oleh keuangan. Akibatnya ini,” jelasnya.
Gubernur Papua, Lukas Enembe menambahkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dana bansos APBD 2011–2012, merupakan masa transisi dari pemerintahan Barnabas Suebu
kepada dua penjabat caretaker Gubernur, yakni Syamsul Arief Rivai dan Constant Karma, ada dugaan penyimpangan dana APBD. Namun hingga saat ini audit dana tersebut masih dilakukan BPK. Dugaan ini muncul karena banyak kegiatan pembangunan dan pemerintahan tidak berjalan dengan baik.
Tidak hanya penerimaan bansos yang menyimpang, pihaknya juga mengklaim hasil temuan BPK sejak 2005 – 2010, nilainya justru lebih besar dari bansos dan sedang ditindak-lanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sebelumnya dalam LHP BPK, sebanyak 582 penerima bansos diduga tak layak menerima bansos. Sebab dalam laporan tersebut sejumlah anggota dewan, bekas wakil gubernur, TNI/Polri, organisasi pers, sejumlah media massa dan individu lainnya menerima dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat tidak mampu. Dalam penerimaan tersebut besarannya bervariasi, dari Rp 15 juta hingga miliaran rupiah.
Editor: Suryawijayanti