Penulis: Luviana
Editor:

“Negara harus terus mendorong toleransi.”
KBR68H, Jakarta – Masinton Pasaribu dulu adalah seorang buruh. Karena keterbatasan ekonomi keluarga, ia hanya bisa bersekolah sampai tingkat SMA. Ia pernah bekerja sebagai buruh di Pelabuhan Belawan, Medan serta di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Tapi ketika bekerja sebagai buruh di pabrik baja di Medan, dia diberhentikan lantaran memprotes perlakuan sewenang-wenang perusahaan terhadap para buruhnya.
Setelah itu, Masinton aktif berjuang untuk buruh. Ia aktif di gerakan buruh dan banyak menghabiskan waktu sebagai aktivis FPPI (Front Perjuangan Pemuda Indonesia), Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Famred) serta mendirikan Repdem (Relawan Perjuangan Demokrasi) sebuah organisasi sayap di bawah PDI Perjuangan bersama aktivis dan caleg DPR dari PDIP, Budiman Sudjatmiko. Masinton menjadi Ketua Repdem tahun 2011-2016.
Dan kini, Masinton yang lulusan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia ini mempunyai usaha toko kelontong. Ia menjadi calon anggota legislatif dari PDI Perjuangan dari Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan luar negeri.
Bagaimana pengalaman hidup seorang Masinton mempengaruhi pandangannya soal toleransi?
Menurut Anda, toleransi itu apa?
“Toleransi dalam masyarakat majemuk di Indonesia ini harusnya ikut didorong oleh negara. Dalam masyarakat, dasar kita adalah
Pancasila. Maka sudah jadi kewajiban kita dalam bernegara untuk menjunjung tinggi toleransi tersebut. Menghargai perbedaan bukan hanya suku dan agama, tapi juga perbedaan pendapat. Itu bagian dari toleransi. Maka ini harus dijaga. Sikap dan tindakan negara juga harus mendukung ini.”
Bagaimana penilaian Anda soal toleransi di Indonesia sekarang?
“Saat ini Pemerintah sangat kurang menghormati toleransi karena melakukan pembiaran kekerasan atau intoleransi di Indonesia. Nah ini kan bahaya jika dibiarkan terus.”
Menurut Anda kenapa Pemerintah melakukan pembiaran?
“Ini karena ketidaktegasan Pemerintah terhadap situasi intoleransi. Kalau dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika, aksi-aksi intoleransi
yang banyak terjadi ini adalah ancaman terhadap kebhinekaan. Nah Pemerintah berkontribusi untuk tidak menghargai kemajemukan. Yang dibutuhkan adalah ketegasan negara dalam mengatasi benih intoleransi tadi. Pemerintah juga harus tegas. Semua pelakunya harus dihukum dan dibuat jera karena aksi intoleransi sudah mengancam kebebasan masyarakat.”
Anda punya program ini untuk di DPR kelak?
“Kami sebagai kader PDI Perjuangan wajib menegakkan toleransi di masyarakat. Saya termasuk yang berjuang soal intoleransi ini. Kita harus proaktif untuk melakukan advokasi kasus GKI Yasmin, HKBP. Juga bersama Gus Dur dalam kasus Gereja Sang Timur di Ciledug. Jadi tidak boleh ada pembiaran. Bagi kami sangat penting supaya kepentingan berbagai suku, agama dan kepercayaan terus ditegakkan.”
Bagaimana sikap Anda terhadap agama-agama tradisional di Indonesia?
“Ini harus dilestarikan karena sebelum datangnya Kristen, Islam, agama-agama ini sudah ada. Nenek moyang kita punya keyakinan sendiri, sudah punya agama sendiri. Dan itu harus dilindungi dan dilestarikan karena sudah dilahirkan oleh nenek moyang kita. Hubungan kita dengan Tuhan adalah bentuk kebudayaan dan itu harus terus dilestarikan.”
Anda maju sebagai caleg. Apa yang akan Anda lakukan secara konkret di Parlemen nanti?
“Saya akan mendorong proses untuk Undang-undang Berkeyakinan dan Beragama. Kami usulkan dan ajak semuanya sebagai bentuk komitmen ke-Indonesia-an kita. Karena nilai toleransi ini, kita bisa berdiri sebagai bangsa dan negara yang kuat. Harusnya kita menghormati nilai-nilai ritual yang sudah lama ada di Indonesia, menggali nilai tersebut dan melestarikannya.Bagi saya HAM itu universal. Maka kita tidak boleh mendiskriminasi. Semua harus dilindungi.”
Dari mana Anda belajar toleransi?
“Saya dari kecil itu di Medan. Kebetulan saya hidup di lingkungan yang berbeda-beda, kebanyakan Muslim dan Jawa. Dari kecil suka
diejek-ejek,”Hai Batak, suka babi.” Itu hanya bercanda, tapi dari perbedaan inilah, muncul rasa saling hormat. Sejak kecil saya datang
ke tetangga saat Lebaran, tetangga juga datang pas Natal. Ini sudah menjadi kebiasaan hidup kita sejak kecil. Saya juga senang main di surau, di mesjid. Jadi sebenarnya masyarakat kita tidak pernah mempersoalkan agama, dari dulu begitu. Hanya sekarang-sekarang ini saja ada perbedaaan. Padahal dari sejarahnya, justru banyak yang bisa dilakukan bersama.”
Tulisan ini adalah bagian dari serial #calegbicaratoleransi yang dihadirkan PortalKBR untuk membantu masyarakat mengenal calon anggota legistlatif yang maju dalam Pemilu 2014 April mendatang. Isu toleransi kami pilih mengingat Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan perbedaan dan sudah sepatutnya para caleg sadar akan kekayaan ini. Caleg DPR RI dipilih secara acak – baik nama, partai maupun daerah pemilihannya. Ikuti juga Kenali Caleg yang membantu Anda memilih satu dari 6607 caleg yang maju di Pemilu 2014.
Editor: Citra Dyah Prastuti