Menurut INDEF, deflasi beruntun menjadi sinyal ekonomi melambat dan daya beli masyarakat menurun.
Penulis: Astri Septiani
Editor: Sindu

KBR, Jakarta- Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti meminta deflasi yang terjadi disikapi bijaksana. Alasannya kata dia, deflasi saat ini adalah penurunan harga pangan bergejolak, bukan penurunan daya beli. Untuk itu ia mengimbau semua pihak melihat dan menyikapi penurunan harga dengan lebih objektif.
"Apakah itu kemudian diinterpretasikan dengan penurunan daya beli? Sebenarnya kita tidak boleh terburu-buru menyimpulkan penurunan daya beli. Karena kalau kita lihat IHK adalah indeks harga konsumen yang kemudian kita ukur pergerakannya dari bulan ke bulan melalui indeks harga konsumen yang dihasilkan oleh BPS jadikan tentunya melihat perkembangan harga dan terlihat bahwa yang turun adalah harga pangan bergejolak," kata Amalia saat rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah tahun 2024, Senin, (28/10/24).
Amalia menambahkan, harga pangan bergejolak sempat naik tinggi terkena imbas El Nino pada akhir 2023 dan awal 2024. Kondisi itu berdampak kepada suplai atau pasokan.
Sementara, penurunan daya beli baru terjadi jika ada penurunan dari sisi permintaan. Hal tersebut tidak cocok dengan keadaan saat ini, di mana permasalahan ada pada ketersediaan pasokan yang terdampak oleh iklim.
"Sementara kalau kita lihat pergerakan harga volatile food ini terlihat lebih didorong oleh sisi suplai. Yaitu bagaimana ketersediaan pasokan, kemudian bagaimana kemudian harga itu karena dipengaruhi iklim, pasokan, dan logistik," kata dia.
Awal bulan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan terjadi deflasi 0,12 persen secara bulanan (month-to-month) pada September 2024. Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebut penyumbang utama deflasi September 2024 secara month to month adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil deflasi 0,17%.
Komoditas penyumbang utama deflasi pada kelompok ini antara lain cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, daging ayam ras, dan tomat.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menyebut penyebab deflasi dalam 5 bulan terakhir, secara umum disumbang oleh penurunan harga komoditas bergejolak. Ia menyebut sepanjang 2024 deflasi telah terjadi berturut-turut sejak Mei hingga September 2024.
Beda Penilaian
Sebelumnya ekonom senior dari lembaga kajian ekonomi INDEF Tauhid Ahmad meminta pemerintah segera mewaspadai dan mengambil langkah untuk memastikan ekonomi Indonesia tidak anjlok akibat deflasi yang terus-menerus terjadi. Menurutnya, deflasi beruntun menjadi sinyal ekonomi melambat dan daya beli masyarakat menurun.
"Saya yakin ini situasi deflasi ini memang persoalan pelemahan ekonomi. Saya kira kalau kita lihat beberapa indikasi misalnya purchasing manager index di bawah 50 barang output-nya lebih sedikit daripada inputnya, kemudian penjualan roda dua stagnan, kemudian tren sektor konstruksi pembelian semen itu stagnan. Berarti ada masalah di daya beli kita, bukan soal harga," kata Tauhid kepada KBR, Rabu, (02/10/24).
"Saya kira situasinya adalah beberapa sektor utama yang mendorong tenaga kerja mendapatkan upah itu banyak yang drastis turun," imbuhnya.
Baca juga: