Keluarga, masyarakat dan negara didesak untuk menguatkan komitmennya untuk memenuhi hak anak. Soal ini ditegaskan kalangan aktivis perlindungan anak untuk memperingati 25 Tahun Konvensi Hak Anak Indonesia selama sepekan ini.
Penulis: Anto Sidharta
Editor:

KBR, Jakarta - Keluarga, masyarakat dan negara didesak untuk menguatkan komitmennya untuk memenuhi hak anak. Soal ini ditegaskan kalangan aktivis perlindungan anak untuk memperingati 25 Tahun Konvensi Hak Anak Indonesia selama sepekan ini.
Menurut pegiat SOS Children's Villages Indonesia, Triasari Dewi Saraswati, perlindungan anak akan sulit dilakukan tanpa kerja sama ketiga elemen itu.
“Pemenuhan hak anak harus didukung oleh masyarakat, sementara keluarga adalah tempat pertama anak tumbuh dan berkembang,” ujar Triasari Dewi Saraswati dalam Program Sarapan Pagi KBR, Senin (17/11).
Upaya ini, kata Dewi, untuk menekan kasus kekerasan pada anak di Indonesia. Selain itu, tambah Dewi, negara juga harus memastikan undang-undang yang terkait pada perlindungan anak bisa membuat pelaku jera.
“Aturan (yang ada) belum memberikan efek jera. Beberapa waktu yang lalu SOS melakukan revisi draft Undang-Undang Perlinfdungan Anak dengan memasukkan poin. Ada banyak poin yang direvisi,” jelas Dewi tanpa menjelaskan poin-poin yang dimaksudkan.
Terkait dengan kekerasan terhadap anak, sepanjang tahun ini, Komisi Nasional Perlindungan Anak Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menerima dua ribuan aduan.
Dari 2.826 kasus kekerasan pada anak yang dilaporkan, sekitar 56 persennya merupakan kejahatan seksual. Berdasarkan tingkat, DKI Jakarta menempati posisi paling atas kasus kejahatan pada anak, yakni 814 kasus.