Banyak perusahaan hingga kini masih mengabaikan perlindungan maternitas dan hak reproduksi buruh perempuan.
Penulis: Anto Sidharta
Editor:

KBR, Jakarta – Banyak perusahaan hingga kini masih mengabaikan perlindungan maternitas dan hak reproduksi buruh perempuan.
Menurut Ketua Komite Perempuan, Lilis Mahmudah, ini terlihat dari sikap perusahaan yang masih mempersulit buruh perempuan dalam mengambil cuti haid.
“(Untuk cuti) buruh harus melakukan periksaan dokter, harus mengisi formulir. Di undang-undang (Ketenagakerjaan) kan hanya memberitahukan saja. Satu bulan kan (dapat jatah) dua hari cuti haid, gak perlu ribet,” ujar Lilis Mahmudah dalam perbincangan di Sarapan Pagi KBR, Selasa (18/11).
Kondisi itu, kata Lilis, hasil pemetaan di 11 federasi serikat pekerja yang ada di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
“Misalnya, dari 65 perusahaan yang dipetakan hampir semua perusahaan masih terjadi. Bahkan (izin cuti haid) masih ada yang harus periksa dokter. Itu terjadi ada di pabrik2 seperti garmen, tekstil, elektronik, pertambangan, logam, semen, kebanyakan perusahaan padat karya. Di perusahaan garmen pelanggaran itu sangat tinggi,” jelas Lilis.
Menurutnya, soal aturan cuti perusahaan sudah tahu. Namun, fakta di lapangan menunjukkan buruh perempuan jadi enggan mengambil cuti karena insentifnya dipotong dan nilai kerajinannya dikurangi.
Mulai pekan ini, 10 Federasi Serikat Buruh, di antaranya FSPMI, FSP2KI, FPE dan KIKES yang merupakan afiliasi IndustriALL Global Union akan menandai dimulainya kampanye nasional perlindungan maternitas dan hak reproduksi buruh perempuan. Kampanye ini bertajuk "14 Minggu untuk Cuti Melahirkan dan "Stop Periksa Haid Kami."