RAGAM

UNESCO & Koalisi Damai Berkomitmen Membuat Pemilu Damai 2024

UNESCO dan Koalisi Damai lakukan diskusi guna ciptakan Pemilu 2024 damai dan terhindar ujaran kebencian atau disinformasi yang menjadi ancaman bagi masyarakat.

DIPERSEMBAHKAN OLEH UNESCO / Iqbal Rizqy Ramadhan

Kegiatan diskusi yang bertajuk “Melawan Disinformasi dan Ujaran Kebencian Jelang Pemilu 2024 di Indo

KBR, JakartaUNESCO Jakarta bersama Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Damai) menyelenggarakan diskusi tingkat tinggi dengan tema “Melawan Disinformasi dan Ujaran Kebencian Jelang Pemilu 2024 di Indonesia”.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program UNESCO Media Sosial untuk Perdamaian (Social Media 4 Peace) dengan dukungan European Union, sekaligus memperingati Hari Internasional Melawan Ujaran Kebencian.

Diskusi ini diselenggarakan sebagai ruang bersama mengambil pembelajaran dari Pemilu 2019, memetakan tantangan melakukan monitoring disinformasi pada pemilu mendatang, dan sekaligus mengidentifikasi solusi kolaborasi melibatkan berbagai pihak.

red
Para peserta diskusi dengan tema “Melawan Disinformasi dan Ujaran Kebencian Jelang Pemilu 2024 di Indonesia”.

Pertemuan ini diikuti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kantor Staff Presiden, Komisi Nasional Anti-kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Selain itu, terdapat wakil 12 organisasi masyarakat sipil anggota Koalisi Damai serta perwakilan platform media sosial dan aplikasi perpesanan yang beroperasi di Indonesia yaitu Google, Youtube, Twitter, Bydance (Tik Tok), WhatsApp, dan META.

red
Dr. Itje Chodijah - Ketua Harian Komisi Indonesia untuk UNESCO.


Dr. Itje Chodijah sebagai Ketua Harian Komisi Indonesia untuk UNESCO menyampaikan pelaksanaan pemilu di era digital memiliki tantangan besar.

“Kita membutuhkan pemerintah, perusahaan teknologi, dan masyarakat sipil bersama-sama memastikan pelaksanaan kampanye pemilu dan pengiriman pesan kepada publik dilakukan dengan cara yang dapat membatasi peredaran disinformasi, dan menjamin jurnalis bekerja dengan aman,” ungkapnya di Jakarta.

red
Stephane Mechati - Wakil Duta Besar European Union untuk Indonesia dan Brunei Darussalam.


Stephane Mechati selaku Wakil Duta Besar European Union untuk Indonesia dan Brunei Darussalam menyampaikan tantangan serupa menekan peredaran konten berbahaya terkait pemilu juga terjadi di berbagai negara di Eropa.

“Peredaran konten berbahaya terutama ujaran kebencian dan disinformasi menjadi ancaman berbahaya bagi demokrasi dan hubungan sosial di masyarakat.” ungkapnya. 

Kegiatan ini sekaligus untuk memperkenalkan keberadaan Koalisi Damai mewakili suara masyarakat sipil sebagaipartner strategis berbagai pihak dan forum konsultasi platform media sosial dan pemerintah.

red
Wijayanto, Ph.D - Ketua Presidium Koalisi Damai dan Dr. Novi Kurnia sebagai Kepala Peneliti Center for Digital Society (CfDS) dari Universitas Gajah Mada.


Wijayanto, Ph.D selaku Ketua Presidium Koalisi Damai juga mengatakan tujuan dari Koalisi Damai.

“Koalisi Damai bertujuan untuk membangun relasi yang transparan dan dialog berkelanjutan dengan platform dan pemerintah untuk memastikan praktik moderasi konten dan kebijakan di Indonesia dibuat dengan berdasarkan pada pemahaman konteks lokal dan sejalan dengan standar internasional hak asasi manusia.” ungkapnya.

Valerie Julliand sebagai UN Resident Coordinator untuk Indonesia juga menyampaikan Koalisi Damai dapat memobilisasi jaringan dan keahliannya untuk memberikan masukan methodologi konkrit pemantauan konten berbahaya online.

Selain itu, dapat mendesain pemetaan risiko untuk daerah potensi konflik dan mengusulkan penanganan kondisi emergensi pada platform dan penyelenggara pemilu.

Pertemuan ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama terbuka untuk publik yang disi oleh Dr. Novi Kurnia sebagai Kepala Peneliti Center for Digital Society (CfDS) dari Universitas Gajah Mada mewakili Koalisi Damai dan Michael Caster (Article 19).

Novi menyampaikan temuan penting dari riset yang dilakukan masing-masing lembaga terkait kerangka regulasi di Indonesia yang mengatur konten berbahaya, dinamika penggunaan sosial media, dan praktik moderasi konten yang berjalan saat ini di Indonesia. Kedua riset tersebut mendapat dukungan dari UNESCO.

Dan sesi kedua merupakan diskusi tertutup bersandar pada aturan Chatam House untuk membangun keterbukaan dan ruang bebas menyampaikan tantangan yang dihadapi dan memberikan masukan.

Wakil perusahaan teknologi, termasuk platform media sosial dan aplikasi perpesanan menyampaikan kesediaan untuk kolaborasi dengan Koalisi Damai untuk meningkatkan proses monitoring, peringatan dini dan mekanisme eskalasi peredaraan disinformasi dan ujaran kebencian di sosial media.

Dalam Koalisi Damai terdapat 12 organisasi yang memiliki perhatian pada demokratisasi dan moderasi ruang digital yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Center for Digital Society (CfDS)-Universitas Gajah Mada, Center for Strategic and International Studies (CSIS), ECPAT Indonesia, ICT Watch, Jaringan Gusdurian, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES), Mafindo, Southeast Asia Network for Freedom of Expression (SAFENet), Yayasan TIFA, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Baca juga: Wanti-wanti Dewan Pers jelang Pemilu 2024: Media Harus Jaga Independensi - kbr.id

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!