RAGAM

ADV

HWDI Desak Reformasi Layanan Kesehatan Reproduksi bagi Perempuan Penyandang Disabilitas

Menurut data BPS 2018, dari 13,6 juta penyandang disabilitas di Indonesia, 51% adalah perempuan, tetapi hanya 9,4% yang memiliki akses ke layanan kesehatan reproduksi.

DIPERSEMBAHKAN OLEH KBR Media / Auzan Farhansyah

EDITOR / Paul M Nuh

HWDI Desak Reformasi Layanan Kesehatan Reproduksi bagi Perempuan Penyandang Disabilitas

KBR, Jakarta - Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) pada tanggal 9 September 2024 menggelar "Seminar Nasional Diseminasi Hasil Penelitian dan Audit Sosial Pelayanan Kesehatan Bagi Warga Disabilitas" di Hotel Aryaduta Menteng, Jakarta. Acara ini bertujuan untuk mendiseminasikan temuan-temuan penting dari kajian terbaru mengenai akses layanan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas di Indonesia.

Berbagai kisah nyata mengungkapkan tantangan mendalam yang dihadapi penyandang disabilitas dalam mengakses layanan kesehatan. Marilyn, seorang wanita berusia 30 tahun dari Medan dengan disabilitas netra, dan Nadia Zahra Khairunnisa, 18 tahun, dari Makassar dengan disabilitas intelektual, menghadapi kesulitan besar akibat kurangnya alat peraga dan sikap tidak peduli dari petugas medis. Dewi Rosdiana, 26 tahun, dari Lombok Tengah dengan disabilitas mental, juga merasakan dampak negatif serupa. Saadah, 60 tahun, dari Bandung, mengalami kendala fisik dalam mengakses pusat kesehatan, sedangkan Fransky Nithanel Loa, 29 tahun, dari Kupang, berjuang untuk mendapatkan layanan dasar karena minimnya petugas yang memahami bahasa isyarat.

Menurut data BPS 2018, dari 13,6 juta penyandang disabilitas di Indonesia, 51% adalah perempuan, tetapi hanya 9,4% yang memiliki akses ke layanan kesehatan reproduksi. Hal ini sangat kontras dengan 86,7% perempuan non-disabilitas. Penyandang disabilitas juga menghadapi tingkat kemiskinan yang lebih tinggi, yaitu 18,3%, yang memengaruhi kemampuan mereka untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang layak.

HWDI, bersama dengan Perkumpulan Inisiatif, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), dan International Budget Partnership (IBP), telah menyelesaikan beberapa kajian penting. Kajian pertama mengungkapkan diskriminasi berlapis yang dialami perempuan penyandang disabilitas, sementara kajian kedua menyoroti kesenjangan sistemik dalam akses kesehatan reproduksi, termasuk pola pikir yang belum berperspektif disabilitas. Kajian ketiga menunjukkan perlunya perbaikan infrastruktur dan layanan agar puskesmas lebih inklusif.

Seminar ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan pemerintah, dinas kesehatan, puskesmas, serta organisasi penyandang disabilitas dan media massa. Pembicara dalam seminar ini termasuk Ketua II HWDI bidang Advokasi dan Peningkatan Kesadaran Rina Prasarani, Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kementerian Kesehatan drg. R Vensya Sitohang, M.Epid, Ph.D, serta perwakilan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

"Salah satu solusi penting untuk mengurai masalah aksesibilitas kesehatan reproduksi bagi perempuan disabilitas adalah membuka ruang-ruang pengambilan keputusan dalam penyusunan kebijakan" ucap Rizqika Arrum dari Seknas FITRA. Misbah Hasan, Sekjen FITRA, menyoroti minimnya anggaran khusus untuk penyandang disabilitas dalam kesehatan reproduksi, yang hanya sebesar Rp1,1 milyar dari total anggaran kesehatan reproduksi.

Seminar Nasional ini diharapkan dapat menjadi titik referensi untuk perbaikan kebijakan dan praktik layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas di Indonesia. Reformasi sistem kesehatan yang lebih inklusif dan responsif sangat diperlukan untuk memastikan bahwa semua individu, tanpa memandang disabilitas, dapat menikmati hak kesehatan yang setara dan bermartabat. "Kami berharap seminar ini dapat membuka peluang untuk dialog konstruktif serta menghimpun komitmen dan kerjasama kolaboratif multipihak," tegas Revita Alvi, Ketua Umum HWDI.

Baca juga: Kontroversi Kontrasepsi, Kemenkes Bilang untuk Pengenalan Reproduksi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!