RAGAM

Poligami dan Pernikahan Dini Bukan Cara Mencegah Penularan HIV

Nafsiah Mboi: "Pernikahan dini dibawah usia 18 tahun termasuk pernikahan anak, merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak."

DIPERSEMBAHKAN OLEH Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS) / Paul M Nuh

Poligami dan Pernikahan Dini Bukan Cara Mencegah Penularan HIV
Nafsiah Mboi, Menteri Kesehatan tahun 2012-2014 dan Ketua Pembina Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS)

KBR, Jakarta - Pernyataan Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum yang mengusulkan poligami dipermudah memancing reaksi keras kalangan praktisi kesehatan. Mengutip pernyataan berbagai media, Wagub pada tanggal 30 Agustus 2022 mengusulkan agar poligami dipermudah untuk menekan angka penularan HIV di Jawa Barat. Selain poligami, Wagub Jabar juga menyatakan bahwa pernikahan bagi anak muda dapat mencegah penularan HIV.

Nafsiah Mboi, Menteri Kesehatan tahun 2012-2014 dan Ketua Pembina Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS) menyebut, “Pernyataan Wagub Jabar tidak tepat dan menyesatkan”. Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukan bahwa poligami dan pernikahan dini dapat mencegah penularan HIV.

Menurut Nafsiah, pernikahan dini di bawah usia 18 tahun termasuk pernikahan anak, merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Secara khusus menikahkan remaja perempuan dapat membahayakan kesehatan dan alat reproduksi yang pada akhirnya dapat berakibat buruk pada bayinya.

Senada dengan Nafsiah Mboi, Inang Winarso, Direktur Eksekutif Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS) sangat menyayangkan pernyataan dari Wakil Gubernur Jawa Barat ini yang bisa berdampak bagi masyarakat, terutama perempuan. Salah satunya ialah naiknya angka pernikahan di usia muda.

Mencegah infeksi menular seksual termasuk infeksi HIV pada generasi muda, paling efektif melalui pendidikan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang kesehatan reproduksi secara jelas dan lengkap.

Di lapangan, YKIS aktif melakukan kampanye ini dengan rumusan sebagai berikut:

  • Bagi yang belum menikah melakukan abstinensia, atau tidak melakukan hubungan seksual.
  • Kalau sudah berkeluarga Be Faithful atau saling setia dengan pasangan masing-masing.
  • Selalu pakai condom bila salah satu atau keduanya sudah terinfeksi, atau ada kemungkinan sudah ketularan virus HIV.
  • Jauhi Drugs atau Napza (Narkotika, Psichotropika, Zat Adiktif).

Penularan HIV pada gelombang pertama di tahun 1988-2007 dipicu adanya kelompok pengguna narkoba suntik. Kasus HIV meningkat dengan cepat karena para pengguna narkoba selalu menggunakan alat suntik bersama-sama. Setelahnya, di gelombang kedua sampai saat ini HIV ditularkan oleh perilaku heteroseksual, dari laki-laki ke perempuan dan sebaliknya.

Perempuan yang terkenal HIV, hamil kemudian melahirkan maka bayinya bisa tertular. Sejak tahun 2007 hingga sekarang bayi yang terinfeksi HIV dari ibunya terus bertambah. Sub Direktorat HIV AIDS dan PIMS Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa ibu hamil yang positif HIV pada tahun 2017 ada 3.873 kasus, tahun 2018 menjadi 5.074 kasus, 2019 menjadi 6.439 kasus, dan di tahun 2022 terjadi 6.094 kasus, 2021 ada 4.466 kasus, dan sejak Januaria hingga Juni 2022 terjadi 3.008 kasus.

Berdasarkan data Tim Kerja HIV PIMS Hepatitis PISP Kementerian Kesehatan hasil pemodelan epidemi HIV 2020 sampai 2024 menunjukan jumlah orang yang terinfeksi virus HIV didominasi oleh laki-laki heteroseksual dan perempuan ibu rumah tangga. Secara akumulatif tercatat 159 ribu ibu rumah tangga dan 137 ribu laki-laki heteroseksual yang terinfeksi HIV. Sedangkan estimasi laki-laki yang seks dengan lelaki (LSL) yang terinfeksi HIV berjumlah 88 ribu.

Melihat data tersebut, maka program utama yang perlu ditingkatkan adalah program pencegahan penularan dari ibu ke bayi (PPIB). Jangan sampai ratusan ribu ibu rumah tangga terinfeksi HIV yang dapat meningkatkan risiko kepada bayi yang dikandungnya.

Pada prinsipnya perilaku berisiko tinggi terinfeksi HIV adalah orang yang memiliki banyak pasangan seksual dan berganti-ganti pasangan seksual atau pemakaian alat suntik tidak steril pada pengguna narkoba suntik. Pemberian antiretroviral kepada ibu hamil yang HIV positif dapat mencegah penularan ke bayi.

Dengan demikian poligami dan pernikahan dini bukan cara yang efektif untuk mencegah penularan HIV.

Baca juga: Bahas Kawin Anak, KBR Luncurkan Serial Podcast “Disclose” - kbr.id

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!