UNiTE 2025 Film Screening di Jakarta menyoroti upaya mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan melalui pemutaran lima film pendek, diskusi lintas sektor.
Penulis: Khaira Athaya
Editor: Khaira Athaya

Jakarta, Indonesia – Pemutaran Film untuk Memperkuat Gerakan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Sebagai bagian dari 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Perserikatan Bangsa-Bangsa di Indonesia bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), UN Women, dan UNFPA menyelenggarakan UNiTE 2025 Film Screening and Discussion pada hari ini (05/12) di CGV fX Sudirman. Kegiatan ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman publik dan memperkuat aksi kolektif guna mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan (KTP/AP), termasuk salah satu bentuk yang paling cepat berkembang, kekerasan digital.
Peluncuran Lima Film Pendek dari Program UNiTE Short Film Fellowship 2025
Acara ini sekaligus menandai peluncuran resmi lima film pendek yang diproduksi melalui program UNiTE Short Film Fellowship 2025, sebuah inisiatif yang didukung oleh Global Affairs Canada dan berkolaborasi dengan Siklus Indonesia, Minikino, ILO, UNDP, UNESCO, UNIDO, UN Volunteers, serta WHO.
Pendaftaran fellowship yang dibuka pada 18 September 2025 mengundang peserta untuk mengirimkan ide cerita film pendek bertema kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan. Dari lebih dari 180 pendaftar, lima kelompok pembuat film terpilih melalui proses seleksi kompetitif yang mencakup penilaian proposal dan wawancara.
Para finalis kemudian mengikuti rangkaian lokakarya luring dan daring untuk meningkatkan keterampilan produksi serta memperdalam pemahaman mereka terkait isu KTP/AP. Setiap tim menerima pendanaan produksi, pendampingan sineas profesional, serta bimbingan dari pakar kesetaraan gender. Setelah proses produksi selesai, film-film tersebut ditayangkan untuk publik pada 5–7 Desember 2025.

Ciptasari Prabawanti, Direktur Yayasan Siklus Sehat Indonesia; Perwakilan UN Women Indonesia sekaligus Liaison untuk ASEAN, Ulziisuren Jamsran; Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veronica Tan; serta Kepala Perwakilan UNFPA di Indonesia, Hassan Mohtashami, pada UNiTE 2025 Film Screening and Discussion dalam rangka 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. (UN Woman/PutraJohan)
Film-Film yang Mengangkat Kisah Kekerasan Berbasis Gender di Dunia Nyata
Diproduksi oleh lima sineas Indonesia, film-film pendek ini menyoroti beragam pengalaman perempuan dan anak perempuan yang menghadapi kekerasan baik di ruang publik, ranah privat, maupun platform digital. Melalui karya visual tersebut, penonton diajak memahami bahwa kekerasan berbasis gender adalah isu sistemik, bukan peristiwa yang berdiri sendiri, sehingga membutuhkan aksi kolektif untuk dihentikan.
Tema global UNiTE tahun ini, “UNiTE to End Digital Violence Against All Women and Girls,” menegaskan bahwa perkembangan teknologi telah memperluas bentuk kekerasan: mulai dari penguntitan daring, pelecehan, eksploitasi berbasis gambar, hingga kekerasan psikologis.
Data Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Perempuan di Indonesia
Tantangan kekerasan berbasis gender di Indonesia masih signifikan. SPHPN 2024 menemukan bahwa satu dari empat perempuan usia 15–64 tahun pernah mengalami kekerasan sepanjang hidup mereka.
Sementara itu:
- Komnas Perempuan melaporkan lebih dari 445.000 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2024.
- SAFEnet menerima hampir 2.000 laporan kekerasan berbasis gender daring, dan lebih dari separuhnya melibatkan perempuan sebagai korban.
Upaya Negara: Kebijakan dan Tantangan Implementasi
Dalam dua dekade terakhir, Indonesia telah memperkuat kerangka hukumnya melalui UU PKDRT, UU TPKS, serta UU ITE yang memuat ketentuan terkait kekerasan digital. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) juga menyediakan portal pelaporan konten negatif melalui aduankonten.id.
Namun, berbagai tantangan seperti implementasi hukum yang belum optimal, norma sosial diskriminatif, serta rendahnya angka pelaporan masih menghambat kemajuan upaya perlindungan.
Pernyataan Wakil Menteri PPPA: Kekerasan sebagai Ancaman bagi Kemajuan Nasional
Dalam sambutannya, Veronica Tan, Wakil Menteri PPPA, menekankan bahwa mengakhiri kekerasan terhadap perempuan adalah syarat esensial bagi kemajuan bangsa.
"Dunia digital bagaikan pedang bermata dua dan harus digunakan secara bertanggung jawab untuk kampanye kolektif. Setiap anak di Indonesia adalah tanggung jawab bersama, sehingga penting bagi seluruh masyarakat untuk bergerak bersama mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan."
Ia juga menegaskan pentingnya reformasi hukum yang dibarengi dengan edukasi publik dan perubahan norma sosial melalui narasi, budaya, serta media kreatif.
Cerita sebagai Alat Perubahan: Pandangan UNFPA dan UN Women
Hassan Mohtashami, Perwakilan UNFPA di Indonesia, menyoroti kekuatan bercerita dalam mengungkap realitas kekerasan berbasis gender.
“Film-film ini bukan sekadar cerita, melainkan refleksi dari apa yang benar-benar terjadi di masyarakat. Ini adalah kenyataan bagi banyak perempuan dan anak perempuan.”
Ulziisuren Jamsran, Perwakilan UN Women Indonesia, menekankan bahwa kekerasan berakar dari ketidaksetaraan yang mengakar dan terus berlangsung ketika dibiarkan dalam diam.
“Narasi di layar dapat membuka ruang aman untuk percakapan yang selama ini terbungkam. Film memiliki kekuatan membangkitkan empati dan menginspirasi aksi.”
Diskusi Lintas Sektor untuk Mendorong Perubahan
Pemutaran film diikuti dengan sesi diskusi yang melibatkan sineas, mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, mitra pembangunan, serta instansi pembuat kebijakan. Forum ini membahas langkah pencegahan, akses keadilan, dan respons yang berpusat pada penyintas.
UNiTE Short Film Fellowship 2025: Investasi dalam Advokasi Kreatif Anak Muda
Program UNiTE Short Film Fellowship 2025 merupakan investasi strategis dalam kepemimpinan muda, advokasi kreatif, dan transformasi budaya. Dengan memberikan dukungan pengetahuan, sumber daya, dan keterampilan teknis kepada para pembuat film muda, program ini mendorong lahirnya suara-suara yang mampu menantang budaya “bungkam” serta menginspirasi solidaritas di tengah masyarakat.
Lima Kelompok Penerima Pendampingan UNiTE Short Film Fellowship
Program UNiTE Short Film Fellowship memilih lima kelompok pembuat film dari berbagai daerah di Indonesia untuk menerima pendampingan intensif dalam produksi film pendek bertema kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan. Kelima kelompok tersebut adalah:
- Gertak Film, Pontianak — “FOTOME”
- Kembang Gula, Solo — “Potret”
- Komunitas Film Kupang, Kupang — “Malam Sepanjang Nafas”
- KWRSS, Makassar — “DiRIAS Perias”
- OMG Film, Yogyakarta — “Bubble Trouble”
Kelompok-kelompok ini mendapatkan dukungan produksi, pendampingan dari sineas profesional, serta bimbingan dari pakar kesetaraan gender untuk memastikan terciptanya narasi yang bertanggung jawab dan berdampak.
Informasi Lebih Lanjut
Untuk pertanyaan media atau kebutuhan informasi tambahan, dapat menghubungi:
- Siska Widyawati — National Information Officer, UNIC
Email: siska.widyawati@un.org - Radhiska Anggiana — Advocacy and Communications Analyst, UN Women
Email: radhiska.anggiana@unwomen.org - Rahmi Dian Agustino — Communications Analyst, UNFPA
Email: agustino@unfpa.org
Baca juga: Musim Tangkap Aktivis Berlanjut Usai Pegiat Lingkungan Dera dan Munif Ditahan
