RAGAM
Menyoal Merek, Golongan, dan Jumlah Rokok dalam Pengawasan Kemasan Rokok Standar/Polos: Benarkah perlu?
Di negara manapun yang menerapkan kemasan rokok standar/polos, tidak ada kemasan yang warnanya putih polos, dan semua informasi untuk keperluan pengawasan tetap ada.

KBR, Jakarta - Beredar informasi mengenai aspek pengawasan cukai rokok, yang menyatakan bahwa kemasan standar/polos dianggap dapat menyebabkan penegak hukum kesulitan dalam mengawasi produk, karena tidak ada informasi mengenai jenis dan jumlah batang rokok dalam kemasan.
Ketua RUKKI, Mouhamad Bigwanto, dalam diskusi yang diselenggarakan pada tanggal 8 Oktober 2024, menekankan bahwa penerapan kebijakan kemasan rokok standar sama sekali tidak akan menyulitkan aspek pengawasan. Kemasan rokok standar/polos tetap dapat menyertakan informasi penting seperti golongan dan jumlah batang rokok dalam kemasan.
“Kemasan rokok standar/polos itu bukan berarti semua akan menjadi polos atau menjadi warna putih, sama sekali tidak. Di negara manapun yang menerapkan kemasan rokok standar/polos, tidak ada kemasan yang warnanya putih polos, dan semua informasi untuk keperluan pengawasan tetap ada. Jadi, kebijakan ini tidak akan mengganggu pengawasan terhadap cukai atau regulasi produk tembakau,” jelas Mouhamad Bigwanto.
Tubagus Haryo Karbyanto, Sekretaris Jenderal Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia, menyampaikan kilas balik mengenai upaya Australia di WTO dalam menghadapi gugatan 4 industri rokok di dalam negeri (British American Tobacco, Philip Morris, Imperial Tobacco, dan Japan Tobacco International) serta 5 negara yaitu Ukraina, Honduras, Republik Dominika, Kuba, dan Indonesia yang membawa kasus ini ke WTO.
"Pada waktu itu, negara-negara yang menggugat, termasuk Indonesia, berpendapat bahwa kebijakan kemasan standar/polos melanggar hak atas kekayaan intelektual dan menghambat perdagangan bebas. Namun, WTO memutuskan bahwa kebijakan Australia sah dan sejalan dengan tujuan kesehatan masyarakat untuk melindungi warga dari bahaya tembakau," ungkap Tubagus Haryo Karbyanto.
Pelanggaran hak kekayaan intelektual terjadi ketika ada pihak lain yang menggunakan logo atau merek yang sudah didaftarkan. Penerapan kebijakan kemasan standar/polos tidak berarti pemerintah mengambil alih kekayaan intelektual milik industri. Industri masih memiliki hak penuh atas logo dan merek yang mereka daftarkan; hanya saja tidak dapat digunakan sebagai alat pemasaran pada kemasan rokok.
Kebijakan kemasan polos di Australia telah berhasil menurunkan konsumsi tembakau, terutama di kalangan perokok muda pada empat tahun pengamatan (15,7% pada tahun 2010, 13,4% pada tahun 2013, 11,6% pada tahun 2016, dan 9,2% pada tahun 2019), hingga menjadi model bagi banyak negara lain di dunia.
Indonesia perlu mengambil langkah lebih tegas dalam mengimplementasikan kebijakan pengendalian tembakau yang efektif, termasuk standardisasi kemasan. Pengalaman Australia dapat menjadi contoh nyata bahwa kebijakan ini tidak hanya sah di mata hukum internasional, tetapi juga berdampak signifikan dalam mengurangi konsumsi tembakau pada anak dan remaja.
Baca juga: Cukai Hasil Tembakau Batal Naik, Target Penurunan Jumlah Perokok Muda Kian Sulit
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!