RAGAM

Marak Eskploitasi Anak Jelang Pemilu 2024, Apa Saja Bentuknya?

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan adanya eksploitasi anak selama masa kampanye Pemilu 2024

DIPERSEMBAHKAN OLEH KBR Media / Tim Ruang Publik

Sejumlah anak berada di ruangan khusus yang disediakan panitia saat kampanye pilpres di Palu, Sulawe
Sejumlah anak berada di ruangan khusus yang disediakan panitia saat kampanye pilpres di Palu, Sulawesi Tengah, Senin (4/12/2023). (Foto: ANTARA/Basri Marzuki)

KBR, Jakarta - Berbagai lembaga perlindungan anak gencar menyerukan pemilihan umum yang ramah anak sejak pertengahan tahun 2023. Hal ini karena anak-anak rentan dieksploitasi mulai dari kampanye hingga pelaksanaan pemungutan suara. Dalam konferensi pers yang diadakan Senin (22/01/24), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan adanya eksploitasi anak selama masa kampanye Pemilu 2024. Bentuk pelanggarannya seperti membawa anak saat kampanye hingga menjadikan anak sebagai alat kampanye.

Pemerhati anak dan pendidikan, Retno Listyarti mengatakan masih banyak orangtua yang abai dalam berkampanye. Misalnya saat kampanye secara luring, tak jarang melibatkan anak usia 13-15 tahun bahkan anak usia balita. Menurut Retno, penyediaan daycare di tempat kampanye atau sekitarnya sangat diperlukan untuk menjamin keselamatan anak. Namun tidak ada partai politik yang menyediakan daycare di tempat kampanye.

“Padahal kerumunan itu sangat berbahaya untuk anak-anak. Karena kita tidak tahu akan chaos [kacau] atau tidak dan lain-lain. Biasanya anak-anak akan jadi sasaran yang palung rentan,” ujar Retno dalam perbincangan Ruang Publik pada Senin, (29/01/24).

Baca juga: 

Selain itu, Retno menyebut memanfaatkan anak-anak balita untuk meningkatkan elektabilitas paslon/ parpol di media sosial juga merupakan bentuk eksploitasi anak jelang pemilu. Ia menyayangkan bentuk-bentuk eksploitasi tersebut terus terulang selama masa pemilu.

Srikandi Lintas Iman (SRILI), sebuah komunitas perempuan lintas iman di Yogyakarta yang juga peduli isu pemilu, memiliki pendapat yang sama dengan Retno. Anggota SRILI Divisi Media dan Jaringan, Indah berpendapat bahwa membawa anak berkampanye juga bisa menyebabkan masalah psikologis pada anak sebab anak di bawah umur masih belum paham terkait pemilu dan anak-anak perlu akses yang sesuai dengan umur mereka.

red


Menurut Indah, himbauan dan Undang-Undang yang melarang pelibatan anak dalam kampanye sudah ada. Namun, minimnya sosialisasi dari Bawaslu merupakan salah satu alasan mengapa eksploitasi anak terus terjadi dalam kegiatan politik.

“Misalkan dari Bawaslu ada cara pencegahan atau memang tidak boleh melibatkan anak-anak, itu memang harus disosialisasikan. Bukan hanya di tingkatan nasional tetapi harus di tingkatan RT kemudian kelurahan sampai kecamatan dan akhirnya kabupaten dan nasional itu memang harus dilakukan,” tambah Indah.

Lalu bagaimana upaya meminimalkan eksploitasi anak dalam kegiatan politik ini? Simak selengkapnya dalam siaran Ruang Publik KBR episode Mengapa Eksploitasi Anak dalam Kegiatan Politik Terus Terjadi?

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!