
Rencana pembentukan tim reformasi Polri bakal segera terlaksana usai Gerakan Nurani Bangsa (GNB) yang terdiri dari sejumlah tokoh bangsa dan lintas agama saat berdialog dengan Presiden Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta pada Kamis (11/9) pekan lalu.
Reformasi Polri yang didesakkan GNB adalah tuntutan pembenahan menyeluruh institusi kepolisian, utamanya berkaitan dengan tindak kekerasan terhadap masyarakat sipil yang memprihatinkan, seperti yang terjadi pada peristiwa demonstrasi 25-31 Agustus 2025.
Dalam periode itu pula, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat sebanyak sepuluh orang meninggal, sekitar 1.000-an demonstran luka-luka dan harus dirawat di rumah sakit, serta 3.300 lebih demonstran ditangkap polisi. Peristiwa tewasnya Affan Kurniawan, ojek daring yang dilindas kendaraan taktis Polri di tengah massa unjuk rasa, kian menggenapinya.
Atas dasar hal tersebut, Presiden menyambut gagasan dari para perwakilan tokoh bangsa. Kini, publik masih menanti siapa saja nama-nama yang akan mengisi susunan tim reformasi Polri.
Gema Reformasi Polri di tubuh Korps Bhayangkara sejatinya kerap digaungkan, meski nyatanya jalan di tempat. Sejak dicanangkan pada tahun 1999, reformasi Polri yang salah satu tujuannya mengubah karakter polisi menjadi polisi sipil yang humanis dan tidak lagi berbudaya militeristik, urung terwujud.
Mengapa pembentukan tim reformasi Polri kali ini sangat mendesak? Apakah tim khusus reformasi bakal menjadi jawaban atas reformasi total di tubuh Polri? Bagaimana langkah mewujudkan keseriusan reformasi Polri?
Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Gufron Mabruri, Tokoh Gerakan Nurani Bangsa (GNB) sekaligus Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt Gomar Gultom, dan Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iftitahsari.
Komentar
Loading...

