"Hak atas lingkungan hidup itu kita tidak bisa melepaskan dua aspek. Jadi yang pertama soal hak atas informasi, kedua adalah hak atas partisipasi,"
Penulis: Aura Antari
Editor: Resky Novianto

KBR, Jakarta- Akademisi dan Lembaga Bantuan Hukum-Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia LBH-YLBHI se-Jawa mengajukan permohonan informasi publik yang berkaitan dengan 16 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) besar kepada Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
I Gusti Agung Made Wardana selaku pihak Pemohon mengatakan surat permohonan kepada publik yang berkaitan dengan 16 PLTU sangat berdampak besar terhadap lingkungan yang ada di seluruh Jawa.
“Adapun dokumen proses publik yang kami mintakan berkaitan dengan 16 PLTU tersebut adalah berkaitan dengan AMDAL yang pertama, yang kedua sistem atau pelaporan limbah B3-nya dan yang ketiga adalah dokumen sistem pemantauan emisi yang dilakukan secara terus-menerus,” ujar Gusti dikutip dari Instagram LBH Jakarta, Selasa (29/4/2025).
Adapun informasi yang diajukan berkaitan dengan 16 PLTU tersebut adalah; Dokumen-dokumen terkait perizinan PLTU; Hasil pengukuran sistem pemantauan terus menerus emisi (CEMS) cerobong PLTU; Laporan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 PLTU.

Transparansi Pemerintah terkait Pengelolaan PLTU
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai polusi udara akibat aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Pulau Jawa menyebabkan pencemaran udara kian mengkhawatirkan. Pembakaran batu bara dari aktivitas PLTU menghasilkan polusi udara yang beracun dan mengganggu aktivitas warga.
Pengacara publik LBH Jakarta, Alif Fauzi Nurwidiastomo menyebut informasi mengenai pengelolaan PLTU tidak dapat diakses publik.
"LBH-YLBHI se-Jawa, mewakili atau bertindak sebagai kuasa hukum dari pemohon yaitu I Gusti Agung Made Wardana. Seorang dosen atau peneliti lingkungan hidup yang bekerja di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, menyampaikan permohonan informasi publik kepada Menteri Lingkungan Hidup. Dalam hal ini, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Lingkungan Hidup," ujar Alif kepada KBR, Senin (28/4/2025).
LBH mengajukan permohonan informasi publik berupa dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), laporan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL), Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), informasi terkait Continuous Emission Monitoring System (CEMS), serta laporan pelaksanaan pengelolaan limbah B3.
"Berupa pertama dokumen AMDAL, kemudian izin lingkungan, laporan RPL, dan rencana kelayakan lingkungan hidup atau RKL. Kedua, informasi terkait hasil pengukuran sistem pemantauan terus-menerus emisi yang ada di masing-masing PLTU, Batubara, di Pulau Jawa atau CEMS. Kemudian yang ketiga yaitu permohonan informasi terkait laporan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, khususnya untuk kode B409 dan B410," katanya.
"Kalau berdasarkan diskursus publik, memang sekarang dihadapkan pada ketidakjelasan soal peta jalan pemensiunan PLTU. Kemudian soal akuntabilitas, warga masyarakat tidak diberikan akses informasi secara berkala. Terkait pengukuran emisi, kemudian analisis dampak lingkungan yang dihasilkan dari masing-masing PLTU batubara yang ada di Pulau Jawa," imbuhnya.
Alif mengatakan permohonan ini atas dasar Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Kemudian, lanjutnya, alasan lain untuk menguji kepatuhan dan akuntabilitas para pelaku PLTU Batubara yang ada di Pulau Jawa. Dalam hal ini, sejauh mana Menteri Lingkungan Hidup melakukan monitoring dan pengukuran emisi yang memang dihasilkan dari produksi energi
"Juga dimaksudkan untuk konteks Jakarta, yaitu untuk menguji Menteri Lingkungan Hidup selaku tergugat 2 dalam putusan Mahkamah Agung yang sudah memiliki atau berkekuatan hukum tetap atau inkrah dalam gugatan polusi Udara Jakarta. Yang mana memandatkan Menteri Lingkungan Hidup untuk melakukan inventarisasi emisi lintas batas provinsi Jakarta, Banten, dan Jawa Barat," jelasnya.

Alif menambahkan, apabila permohonan ini tidak ditanggapi, YLBHI akan menggunakan mekanisme keberatan. Jika mekanisme keberatan masih tidak ditanggapi, maka akan menggunakan mekanisme sengketa informasi publik.
"Jika permohonan ini tidak ditanggapi oleh Menteri Lingkungan Hidup, kami akan menggunakan mekanisme keberatan. Apabila memang keberatan juga tidak dapat jawaban dari Menteri Lingkungan Hidup, maka akan melanjutkan pada mekanisme sengketa informasi publik," ungkapnya.
Baca juga:
- Investasi ESDM Tembus Rp531 Triliun di 2024, Ini Klaim Bahlil
Warga Sekitar PLTU sering Terdampak
Pengacara Publik LBH Yogyakarta, Danang Kurnia Awami mengatakan, warga yang berdampingan dengan PLTU seringkali menerima dampaknya.
“Warga selalu punya pendirian yang kokoh gitu ya, terhadap upaya untuk memenuhi kepentingan mereka yaitu adalah hak atas lingkungan hidup. Hak atas lingkungan hidup itu kita tidak bisa melepaskan dua aspek,” ucap Danang dikutip dari Instagram LBH Jakarta, Selasa (29/4/2025).
“Jadi yang pertama soal hak atas informasi, kedua adalah hak partisipasi. Maka dari itu informasi berupa dokumen lingkungan termasuk di dalamnya adalah analisis mengenai dampak lingkungan, perizinan lingkungan, termasuk kemudian pemantauan udara di sekitar mereka itu juga cukup penting, lalu bagaimana limbah di sana itu dikelola itu menjadi hal yang sangat penting sekali bagi warga,” tambahnya.
Pembukaan Informasi Publik terkait 16 PLTU Besar
Dalam Salinan dokumen permohonan yang diterima KBR Media, LBH-YLBHI se-Jawa memohon agar dilakukan pembukaan informasi publik;
- Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Izin Lingkungan (IL), Laporan Pelaksanaan Recana Kelayakan Lingkungan Hidup (RPL) dan Rencana Kelayakan Lingkungan Hidup (RKL) dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kendal, PLTU Suralaya, PLTU Paiton Unit 1 sampai dengan Unit 9, PLTU Cirebon 1, PLTU Tanjung Jati B, PLTU Cilacap, PLTU Pacitan, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Adipala, PLTU Indramayu, PLTU Labuan, PLTU Jawa Tengah, PLTU Jawa-7, PLTU Tanjung Awar-Awar, PLTU Rembang, dan PLTU Banten Semester ;
- Hasil pengukuran sistem pemantauan terus menerus emisi (CEMS) cerobong Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kendal, PLTU Suralaya, PLTU Paiton unit 1 sampai dengan unit 9, PLTU Cirebon, PLTU Tanjung Jati B, PLTU Cilacap, PLTU Pacitan, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Adipala, PLTU Indramayu, PLTU Labuan, PLTU Jawa Tengah, PLTU Jawa-7, PLTU Tanjung Awar-Awar, PLTU Rembang, dan PLTU Banten sebagaimana termuat dalam Laporan CEMS yang telah disusun 3 (tiga) bulan sekali dan dilaporkan pada periode 2021-2025 kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.15/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/4/2019
- Laporan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, khususnya neraca limbah untuk kode ilmiah B409 dan B410 beserta lampiran-lampiran bukti pengiriman dan pemanfaatannya yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kendal, PLTU Suralaya, PLTU Paiton Unit 1 sampai dengan Unit 9, PLTU Cirebon, PLTU Tanjung Jati B, PLTU Cilacap, PLTU Pacitan, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Adipala, PLTU Indramayu, PLTU Labuan, PLTU Jawa Tengah, PLTU Jawa-7, PLTU Tanjung Awar-Awar, PLTU Rembang, dan PLTU Banten untuk periode 2021-2025 sebagaimana termuat dalam Laporan Pengelolaan Limbah yang telah disampaikan kepada instansi yang diatur dalam regulasi terkait.
Dalam salinan surat permohonan, tujuan penggunaan informasi sebagaimana yang dimohonkan di atas adalah sebagai bahan riset dan penelitian dalam rangka mewujudkan transisi energi menuju energi bersih di Indonesia serta wujud partisipasi publik dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas badan/pejabat pemerintahan yang memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

LBH-YLBHI se-Jawa juga memerinci terkait permohonan terkait transparansi dan akuntabilitas mengacu pada ketentuan Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 17 UU No. 14/2008, informasi public sebagaimana dimohonkan di atas tidak termasuk informasi yang tidak dapat diberikan atau informasi yang dikecualikan.
“Kami berharap informasi tersebut di atas dapat kami terima secara tertulis dalam bentuk salinan cetak (hard copy) atau salinan digital (soft copy) dengan jangka waktu 10 (sepuluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (7) UU No.14/2008 dan Pasal 34 ayat (3) Perki 1/2021,” tutup salinan dokumen permohonan dari LBH-YLBHI se-Jawa.
Baca juga:
- Kapan Pensiun Dini PLTU? Ini Jawaban Bahlil