indeks
IESR: Penting Peta Jalan yang Jelas untuk Capai Swasembada Energi

Peta jalan yang bisa disiapkan misalnya menghitung angka kebutuhan dan produksi bahan bakar minyak (BBM).

Penulis: Heru Haetami

Editor: R. Fadli

Google News
swasembada energi
Arsip. Antrean warga yang ingin membeli BBM Subsidi di Nunukan, Kaltim. (Foto: KBR/Adhima)

KBR, Jakarta - Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai pemerintah harus memetakan dengan jelas target swasembada energi yang ingin diwujudkan.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menyebut, peta jalan yang bisa disiapkan misalnya menghitung angka kebutuhan dan produksi bahan bakar minyak (BBM).

"Kalau kita swasembada itu artinya kebutuhan kita dipenuhi sendiri. Ya, kan estimasinya tahun 2030 kebutuhan bahan bakar minyak bisa sampai 1,6-1,7 juta barel per hari. Itu nggak mudah (capai target 4-5 tahun), menurut saya berat ya. Tapi, ya kalau kita lihat ujungnya berat kalau tidak mulai kapan sampai ke sana. Jadi saran saya dikerjakan saja yang bisa dikerjakan. Bukan kita membuat target yang nggak bisa dicapai," kata Fabby kepada KBR Media, Rabu, (30/10/2024).

Fabby Tumiwa memaparkan, misal dalam pengembangan produk bioenergi dari sawit, pemerintah perlu memikirkan pembagian kebutuhan CPO untuk bioenergi, minyak goreng, dan ekspor.

Selain itu, perlu juga memikirkan biaya produksi yang dikeluarkan. Sebab kata Fabby, meningkatnya kebutuhan juga otomatis berdampak pada peningkatan produksi.

"Kenapa ini penting, karena kalau lihat program BBN, bahan bakar nabati di era Pak SBY, Pk Jokowi yang sudah ditingkatkan sampai B35, itu biaya produksi bahan bakar nabati lebih mahal dari BBM. Dan selama ini sebenarnya pemerintah mensubsidi dari dana yang dikelola oleh BPDPKS. Sementara BPDPKS dananya bersumber dari pungutan ekspor sawit." katanya.

Sementara itu, terkait eksplorasi cadangan sumber energi baru, pemerintah perlu mengembangkan teknologi pengeboran. Namun, menurut Fabby, untuk melakukan itu pemerintah memerlukan kerja sama investasi yang besar.

Fabby juga mengingatkan, agar target swasembada energi tak berdampak pada pembentukan kebijakan yang menyusahkan masyarakat.

Adapun yang bisa dilakukan pemerintah kata Fabby, menerapkan standar penggunaan bahan bakar.

"Kita belum ada aturan itu. Jadi ditetapkan, sehingga nanti kendaraan yang dijual, yang diproduksi, dipakai di Indonesia punya efisiensi energi yang tinggi. Dengan demikian kita bisa mengurangi laju konsumsi," ujar Fabby.

Ancaman Serius

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan komitmen Indonesia menuju swasembada pangan dan energi sebagai langkah utama guna menghadapi tantangan global yang makin kompleks. Komitmen tersebut disampaikan pada pidato pertamanya usai Pengucapan Sumpah sebagai Presiden Republik Indonesia di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Jakarta, pada Minggu, 20 Oktober 2024.

Presiden Prabowo juga menekankan pentingnya mencapai swasembada energi.

Ia mengingatkan bahwa ketergantungan pada sumber energi luar negeri menjadi ancaman serius di tengah ketegangan geopolitik global.

“Kalau terjadi hal yang tidak kita inginkan, sulit akan kita dapat sumber energi dari negara lain. Oleh karena itu, kita harus swasembada energi dan kita mampu untuk swasembada energi,” tambahnya.

Presiden menuturkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah. Potensi tersebut seperti kelapa sawit yang dapat menghasilkan solar dan bensin, serta tanaman-tanaman lain seperti singkong, tebu, sagu, dan jagung.

“Kita juga punya energi bawah tanah, geotermal yang cukup. Kita punya batu bara yang sangat banyak. Kita punya energi dari air yang sangat besar. Pemerintah yang saya pimpin nanti akan fokus untuk mencapai swasembada energi,” imbuhnya.

Baca juga:

Target Swasembada Energi, Bright Institute Soroti Ketergantungan Konsumsi Migas

migas
swasembada energi

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...