"upah minimum 2025 harus diulang kembali ya, harus dilakukan bahwa harus ada bagaimana menghitung kontribusi pekerja terhadap pertumbuhan ekonomi"
Penulis: Astri Septiani
Editor: Muthia Kusuma

KBR, Jakarta- Pengamat ketenagakerjaan, Timboel Siregar, mendesak pemerintah segera merevisi aturan pengupahan dan memperkuat peran dewan pengupahan usai putusan MK soal UU Ciptaker. Lantas, bagaimana mekanisme penghitungan upah ideal untuk UMP 2025?
Berikut wawancara Jurnalis KBR Astri Septiani dengan Pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar.
KBR: MK mengabulkan gugatan Omnibus Law Cipta Kerja oleh kelompok buruh. Salah satunya penegasan kembali pentingnya komponen hidup layak dalam perhitungan upah pekerja. Bagaimana mestinya penghitungan UMP 2025 setelah adanya putusan ini?
Timboel Siregar: "Putusan MK menjadi hal penting dan maju ya walaupun tidak seluruh permohonan dikabulkan hanya sebagian tapi ada beberapa hal yang maju. Pertama terkait dengan upah tentunya dengan putusan MK ini maka harus ada revisi kembali PP 51 tahun 2023 yang memang pertama memastikan indeks itu tidak harus 0,1-0,3 dia harus dibuka berdasarkan komponen hidup layak dan persentase kontribusi pekerja terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah ya PDRB sehingga itu harus nanti ditentukan diputuskan dalam dewan pengupahan fungsi dewan pengupahan itu dinaikkan kembali tidak serta-merta hanya formalitas," kata Timboel kepada KBR (01/11/24).
KBR: Bagaimana formula yang mesti digunakan untuk menetapkan UMP 2025?Dan bagaimana mestinya peran dewan peran pengupahan ke depannya?
Timboel Siregar: "Tentunya dengan putusan MK maka harusnya upah minimum 2025 harus diulang kembali ya, walaupun sekarang sudah November tanggal 1 Memang nanti kan tanggal 21 harus dilakukan bahwa harus ada bagaimana menghitung kontribusi pekerja terhadap pertumbuhan ekonomi dan nanti ditentukan berapa indeksnya kemudian dewan pengupahan harus menjadi institusi yang menetapkan indeksnya itu berapa dan sebagainya sehingga formulanya itu tidak seperti yang formula di permen, PP 51 yang merupakan revisi daripada PP 36 ya. Kemudian juga dewan pengupahan harus benar-benar berdaya, tidak boleh dikerdilkan bahwa unsur pekerja memastikan mengikuti putusan MK dan mengambil sikap proaktif untuk bisa memastikan upah minimum 2025 tidak lagi berbasis pada PP 51 tersebut," kata Timboel.
Baca juga:
Kemarin, Mahkamah Konstitusi memerintahkan DPR dan presiden, membentuk Undang-Undang Ketenagakerjaan baru dan mengeluarkan kluster ketenagakerjaan dari Undang-Undang tentang Cipta Kerja.
MK memberikan waktu dua tahun bagi DPR dan pemerintah membuat undang-undang baru, yang isinya menampung materi di UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan putusan Mahkamah Konstitusi.
Salah satu poin penting dalam putusan ini adalah penggunaan komponen hidup layak dalam perhitungan upah pekerja. MK meminta penjelasan mengenai "penghidupan yang layak bagi kemanusiaan" dimasukkan kembali dalam aturan pengupahan.
Selain itu, MK juga menghidupkan kembali peran dewan pengupahan daerah dalam menentukan kebijakan upah. Ini berarti, penetapan upah tidak lagi menjadi otoritas penuh pemerintah pusat, melainkan harus melibatkan perwakilan dari pemerintah daerah, pengusaha, dan pekerja.
Selain itu, MK juga mengatur struktur dan skala upah harus ditetapkan secara proporsional, dengan mempertimbangkan kontribusi pekerja terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, kepentingan perusahaan, dan kebutuhan hidup layak pekerja.
Terkait indeks pengupahan, MK memerintahkan indeks yang digunakan harus mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi. Penetapan indeks pengupahan harus dilakukan seimbang dan tidak hanya menguntungkan salah satu pihak.
Baca juga: