BERITA

Tolak Tambang, Petani Mojokerto Diteror Pistol dan Pedang

"Kamu jangan macem-macem sama pengusaha tambang, pengusaha tambang rata-rata punya pistol. Terus ada lagi, kalau kamu macem-macem sama pengusaha tambang, bisa diculik," kisah Ahmad Yani.

AUTHOR / Wahyu Setiawan, Adi Ahdiat

Tolak Tambang, Petani Mojokerto Diteror Pistol dan Pedang
Warga Mojokerto penolak tambang bergabung dalam Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (6/2/2020). (Foto: KBR/Wahyu Setiawan)

KBR, Jakarta- Ahmad Yani, petani Mojokerto yang jalan kaki ke Jakarta, mengaku mendapat teror dari preman-preman yang diduga suruhan pengusaha tambang.

Ia diteror usai mengantar surat ke kantor Gubernur Jawa Timur. Surat itu berisi memprotes perusahaan tambang di sekitar desanya di Lebak Jabung, Kecamatan Jatirejo, Mojokerto, Jawa Timur. 

Tak lama setelah mengantar surat, Yani mengatakan rumahnya didatangi sekelompok orang tak dikenal pada dini hari. Dua orang merangsek masuk, sementara puluhan lainnya berjaga di luar rumah.

Orang tak dikenal itu meminta Ahmad Yani diam dan tak mempermasalahkan keberadaan perusahaan tambang.

"Ngomong, kamu jangan macem-macem sama pengusaha tambang, pengusaha tambang rata-rata punya pistol. Terus ada lagi, kalau kamu macem-macem sama pengusaha tambang, bisa diculik," kisah Yani kepada KBR, Kamis (6/2/2020).

Yani menolak diam. Pria 45 tahun itu juga menolak mentah-mentah tawaran uang kompensasi sebesar Rp2 juta. Namun, penolakannya itu malah memicu teror lanjutan.

"Saya tidak tahu persis ya, karena tetangga saya sendiri yang tahu, ada sosok preman bawa pedang. Lalu tetangga saya WA (WhatsApp), sampean pergi saja dari rumah, karena si A ini bawa senjata tajam, nyari-nyari sampean," ceritanya.

Teror itulah yang kemudian mendorongnya berjalan kaki ke Jakarta, untuk mengadu ke Presiden Jokowi.

"Tentunya pengen ketemu Pak Jokowi langsung ya. Mau melaporkan adanya perusakan tambang yang tentunya merusak pertanian kami, sungai kami," kata Yani saat bergabung dengan Aksi Kamisan di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (6/2/2020).

Yani bersama dua kawannya menegaskan akan bertahan di Jakarta sampai Jokowi bersedia menemuinya. Saat ditemui KBR, kondisi Yani tampak letih dan kurang tidur. Uang bekal hasil sumbangan di sakunya pun makin menipis.

"Sekarang tinggal Rp40 ribu, tinggal bertiga ini. Ya sampai ketemu Pak Jokowi. Lebih baik mati kelaparan di sini lah daripada saya pulang tanpa perlindungan," ucapnya.  


Tambang Lebak Jabung Merusak Lingkungan

Ahmad Yani mengungkapkan aktivitas pertambangan di sekitar Desa Lebak Jabung telah merusak lingkungan.

Operasi tambang batu andesit di sana membuat sungai-sungai di desanya tercemar dan meninggalkan lubang-lubang raksasa.

"Kalau tidak salah sudah empat kali kejadian kecelakaan yang tenggelam di bekas tambang, keambrukan tebing. Itu tidak ada tindakan-tindakan dari pihak manapun. Cuma mati, ya dikubur gitu saja seperti hewan," tukasnya. 

Karena itu, ia bersama petani lain menolak kehadiran dua perusahaan tambang, CV Sumber Rejeki dan CV Rizky Abadi, yang beroperasi di desanya sejak 7 Desember 2019. Ia khawatir jika kondisi ini terus berlanjut, makin membuat lingkungan desanya rusak. 

"Ke Pak Jokowi, saya mohon dengan sangat tambang yang ada di desa kami dicabut izinya, entah apapun itu caranya," pintanya.

"Biarkan kami memiliki inovasi-inovasi, karya-karya yang ramah lingkungan. Karena Mojopahit, leluhur kami ini, mengajarkan kami diminta untuk santun kepada alam semesta, diperintahkan santun kepada makhluk hidup, santun kepada bumi," tegasnya.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!