NUSANTARA

Tetua Adat Sumba: Pelanggar Sumpah akan Tersambar Petir

Masyarakat di tiga gunung di Sumba, Nusa Tenggara Timur( NTT) bersumpah untuk menjaga, melindungi hutan dan alam sekitarnya.

AUTHOR / Heinrich Dengi

Tetua Adat Sumba: Pelanggar Sumpah akan Tersambar Petir
Tetua Adat Sumba, Sumpah, Hutan, Petir

KBR68H, Waingapu – Masyarakat di tiga gunung di Sumba, Nusa Tenggara Timur( NTT) bersumpah untuk menjaga, melindungi hutan dan alam sekitarnya.

Sumpah ini disampaikan dalam ritual adat di Festifal Wai Humba yang dilakukan di desa Dikira Wewewa Timur Sumba Barat Daya pada akhir pekan lalu, Sabtu-Minggu (2-3/11).

Aktivis Lingungan dari Komunitas Peduli Martabat Sumba Umbu Wulang yang ikut merancang festifal ini mengatakan, Gunung Yawila, Tana Daru dan Wanggameti merupakan tiga gunung di Pulau Sumba sebagai penyumbang utama peradaban orang Sumba.

Ikrar sumpah adat berupa kesepakatan komunitas tiga gunung untuk menjaga tiga gunung ini agar tidak dirusak. Misalnya dengan tidak melakuikan kegiatan–kegiatan yang berpotensi mengurangi daya suplai terhadap kehidupan masyarakat. Untuk itu, mereka bersepakat melarang pertambangan di tiga gunung ini.

Masih kata Umbu Wulang, tiga gunung di Sumba ini juga menjadi sumber air, sumber papan, sumber bibit sumber tanaman dan energi untuk masyarakat Sumba.

Sementara itu rato (tetua adat, red.) Marapu Dairo Bobo (46 th) yang memimpin masyarakat untuk menaikkan doa di ritual ini mengatakan, permohonan masyarakat tiga gunung ini dikabulkan oleh Yang kuasa, pemilik semesta serta didukung para leluhur. Hal ini, kata dia, dibuktikan dengan tanda yang dilihatnya lewat hati babi.

Tambah Rato Dairo Bobo, bila ada masyarakat yang melanggar sumpah dengan melakukan pencurian kayu dari hutan, membuang racun ikan di sungai dan mencuri ternak akan menanggung akibatnya karena akan terkena sambaran petir. Sementara, jika sedang di padang akan digigit ular, dan kalau di jalan akan ketabrak kendaraan hingga tewas.

Rangkaian sumpah adat ini dipimpin para Rato, dimulai tengah malam hingga dini hari. Acara diiringi lagu daerah dan baitan adat yang terdengar merdu, gong dan hentakan tambur mengiringi tarian. Teriakan kayaka dan kakalak juga memaknai Festifal Wai Humba, di kaki gunung Yawila.

Editor: Anto Sidharta

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!