NUSANTARA

Tanggapi Perbedaan Awal Ramadhan dengan Toleransi

KBR68H, Yogyakarta - Penentuan awal Ramadhan 1434 H kali ini kembali berbeda. Hal ini dikarenakan adanya pendekatan yang berbeda dalam menentukan awal Ramadhan seperti dengan metode hisab dan rukyat keduanya memiliki dasar.

AUTHOR / Radio Unisi

Tanggapi Perbedaan Awal Ramadhan dengan Toleransi
perbedaan, bulan puasa, pemerintah, muhammadiyah

KBR68H, Yogyakarta - Penentuan awal Ramadhan 1434 H kali ini kembali berbeda. Hal ini dikarenakan adanya pendekatan yang berbeda dalam menentukan awal Ramadhan seperti dengan metode hisab dan rukyat keduanya memiliki dasar. Namun perbedaan awal Ramadhan ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di berbagai negara lain.
 
“Perbedaan penentuan awal Ramadhan janganlah di besar-besarkan, jangan dijadikan perselisihan, karena masing-masing memiliki dasar argumentasi. Dengan kata lain manusia haya bisa berikhtiar, kebenaran yang hakiki hanya milik Allah Swt,” terang Rektor UII, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, saat mengisi tarawih perdana bulan Ramadhan, senin (8/7) di Masjid Ulil Albab, Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII).

Edy mengungkapkan bahwa UII menghargai dan toleran akan perbedaan dengan mengedepankan kebersamaan, dimana menurutnya saling mencela perbedaan merupakan sebuah bencana. Jika dibandingkan dengan negara lain, sikap saling menghargai di Indonesia sangat luar biasa terjaga.
 
“Adanya toleransi terlihat bagaimana negara ini memberi kesempatan bagi setiap pemeluk agama dalam merayakan hari raya agamanya, tidak hanya Islam tetapi juga hari raya pemeluk agama lain,” ungkapnya.

Edy juga mengajak segenap jamaah shalat tarawih memanjatkan rasa syukur atas segala nikmat yang diterima, seperti dipertemukan dengan bulan suci Ramadhan pada tahun ini. Bulan Ramadhan bagi umat Islam menurutnya merupakan bulan yang sangat dinantikan, sebagai bulan yang penuh barokah, maghfiroh dan petunjuk untuk memperoleh segala ampunan darinya. Pada bulan Ramadhan Allah Swt juga menjajikan adanya malam Laitul Qodar, yang digambarkan sebagai malam lebih baik dari seribu bulan.

“Kesempatan dipertemukan dengan bulan Ramadhan pada tahun ini sepantasnya kita manfaatkan untuk saling intropeksi diri, tidak sedikit dari kolega, sahabat maupun saudara kita telah menghadap Allah Swt, sehingga tidak bisa menjumpai Ramadhan kali ini. Oleh karenanya kita manfaatkan bulan yang penuh mghfiroh ini dengan mengisinya tidak hanya dalam ibadah mahdhoh, tetapi juga ibadah ghoiru mahdhoh,” pungkasnya.

Sumber: Radio Unisi

Editor: Doddy Rosadi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!