NUSANTARA

Polda DIY Gagalkan TPPO Pekerja Migran ke Qatar

"Kadang setelah dikirim ke luar negeri akan dipekerjakan sebagai PSK,"

AUTHOR / Ken Fitriani

TPPO
Konferensi pers kasus TPPO pekerja migran Indonesia yang akan diberangkatkan ke Qatar, di Mapolda DIY, Selasa (07/11/23). (KBR/Ken).

KBR, Jakarta-  Kepolisian Daerah (Polda) DIY  menggagalkan tindak pidana perdagangan orang  (TPPO)  yang akan dikirimkan ke Qatar secara ilegal. Dua orang berinisial JN (59) merupakan  warga Purwakarta, Jawa Barat (Jabar) dan NA (32) merupakan warga Jatinegara, Jakarta Timur, telah ditetapkan sebagai tersangka. NA diringkus saat berada di Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) pada 21 Oktober dan JN diringkus pada 2 November lalu berdasarkan hasil pengembangan kasus.

Wadirreskrimum Polda DIY Tri Panungko mengatakan, peristiwa terjadi saat Tim Opsnal Jatanras Ditreskrimum Polda DIY menerima informasi dari Kantor Imigrasi dan BP3MI Bandara YIA tentang penundaan keberangkatan terhadap tiga orang dewasa dan satu anak-anak berumur enam tahun sebagai calon penumpang pesawat Air Asia tujuan Singapura sebagai pekerja migran Indonesia tanpa dokumen sah.

"Pekerja Migran Indonesia ilegal ini tidak terdaftar di dalam sistem yang kadang kala mereka akan dipekerjakan tidak sesuai dengan janji atau tidak layak di luar negeri. Contoh kasusnya misalnya pekerja ini akan dipekerjakan di toko, di restoran, di perkebunan tapi malah kadang setelah dikirim ke luar negeri akan dipekerjakan sebagai PSK," katanya di Mapolda DIY, Selasa (7/11/2023).

Dijelaskan Tri, dua korban tersebut merupakan ibu rumah tangga yakni NS (41), warga Purwakarta, Jawa Barat dan RN (37), warga Bekasi, Jawa Barat pada mulanya dijanjikan oleh tersangka bakal disalurkan sebagai pekerja rumah tangga di Qatar melalui proses yang cepat. 

Berdasarkan hasil penyidikan, NA diketahui berperan sebagai penampung calon pekerja migran Indonesia (PMI), memberangkatkan, dan mencarikan agen yang akan mempekerjakan korban di Qatar. Sedangkan JN bertugas mencari calon pekerja, mensponsori dan juga mencarikan paspor. Tersangka akan mendapatkan upah setiap berhasil memberangkatkan pekerja migran Indonesia ke luar negeri setelah sampai ke negara tujuan.

"Para tersangka berusaha meyakinkan korbannya bahwa mereka bisa memberangkatkan calon PMI ke luar negeri dengan proses yang cepat tanpa melalui prosedur resmi. Tersangka juga menyerahkan uang sponsor Rp10 juta yang kemudian digunakan korban untuk membantu orang tua dan sebagian untuk persiapan mengurus paspor dan perlengkapan lain, " imbuhnya.

Baca juga:

Wadirreskrimum Polda DIY Tri Panungko  mengatakan,   NA dan JN dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 10 UU RI No 21 tahun 2007 tentang TPPO dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp600 juta.

Berikutnya, Pasal 81 Jo pasal 69 UU RI Nomor 18 tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.

"Polda DIY masih akan menelusuri kemungkinan keterlibatan dari sindikat lain terkait kasus TPPO itu. Saat ini kita masih berproses. Kita akan terus dalami peran-peran atau mungkin keterlibatan sindikat lainnya," beber Panungko.

Sementara itu Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta, Najarudin Safaat menambahkan, petugas imigrasi di YIA mencurigai rencana keberangkatan para calon PMI ilegal itu karena menemukan ketidaksesuaian antara dokumen dan keterangan saat diwawancara sehingga diputuskan menunda perjalanan mereka.

"Visanya bekerja tapi mengakunya untuk wisata," pungkasnya.

Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!