NUSANTARA

Pasca Kelud, Petani Apel Kembali ke Ladang

KBR68H, Malang

AUTHOR / dhina raikko

Pasca Kelud, Petani Apel Kembali ke Ladang
petani, kelud, apel

KBR68H, Malang – Para petani apel di Malang, Jawa Timur sekarang bernafas lega. Walaupun harga belum membaik, namun paska letusan 

Gunung Kelud, para petani sudah mulai bisa menggarap ladang kembali.


Salah satu petani apel dari desa Bulukerto, kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Malang, Harjito menyatakan bahwa para petani apel sudah kembali ke ladangnya untuk mengurus pohon apelnya.


Abu vulkanik Gunung Kelud membawa dampak bagi petani apel. Hama yang biasa menyerang apel mati terkena abu vulkanik, 


Meski demikian, pada saat letusan Gunung Kelud, banyak buah apel yang rusak. Lahan pertanian apel di Jawa Timur rusak terkena dampak 

debu vulkanik. Debu letusan Gunung Kelud membuat serbuk bunga apel gagal dalam proses pembuahan. Daun-daun muda pohon apel banyak yang layu. Akibatnya banyak pohon apel gagal berbuah dan para petani mengalami gagal panen. 


Di Malang terdapat sekitar 20 hektare lahan pertanian apel yang terdampak letusan Gunung Kelud. Kerugiannya ditaksir mencapai Rp 20 milyar.


“Ada positif dan negatifnya. Untuk negatifnya, banyak apel yang rusak. Positifnya hama apel mati karena terkena abu vulkanik,” terang Harjito Selasa(1/4).


Kondisi yang makin membaik belum didukung oleh harga apel di pasaran. Harga apel di pasaran masih rendah selama Gunung Kelud meletus hingga sekarang.


Harjito mengaku harga apel saat ini juga merosot tajam yaitu pada kisaran Rp. 4 ribu hingga Rp. 6 ribu per kilogram. Padahal harga normalnya Rp. 9 ribu.


Sayangnya semangat bertani apel tak didukung sepenuhnya oleh pemerintah.  Terlebih lagi dengan banyaknya buah impor yang datang. 

Meski demikian Harjito dan para petani merasa optimis karena apel Malang yang berjenis Manalagi dan rome beauty tetap dicari konsumen. 



Editor: Luviana

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!