NASIONAL

Ormas Minta THR: Pelaku Usaha Resah, Tapi Takut Melapor

"Itulah yang sebenarnya sangat meresahkan dan masyarakat enggak bisa apa-apa lagi.|

AUTHOR / Hoirunnisa, Dita Alyaaulia

EDITOR / Wahyu Setiawan

Google News
Ormas Minta THR: Pelaku Usaha Resah, Tapi Takut Melapor
Pedagang mempersiapkan parsel untuk dijual di Jakarta, Rabu (19/3/2025). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

KBR, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setyorinny resah organisasi masyarakat (ormas) kerap meminta Tunjangan Hari Raya (THR) menjelang Lebaran kepada pelaku usaha kecil. Kejadian itu terus berulang tiap tahun.

Ia menyebut, banyak pengusaha mikro menghadapi tekanan dari orang-orang yang mengatasnamakan ormas atau aparat. Mereka meminta sumbangan atau THR dengan cara meresahkan.

"Tapi, itu kan enggak dilakukan, enggak pernah ada tindakan gitu, apalagi ini preman-premannya kan berorganisasi dan punya cabang-cabang di kabupaten kota loh, jangan salah, jadi itulah yang sebenarnya sangat meresahkan dan masyarakat enggak bisa apa-apa lagi," kata Hermawati dalam Ruang Publik KBR, Rabu, (19/03/2025).

Hermawati menuturkan, mereka yang meminta THR kerap berdalih demi menjaga keamanan jelang Lebaran. Namun cara yang digunakan membuat para pengusaha takut.

"Jadi mereka benar-benar seperti bekerja itu lebih aman daripada dengan aparat. Jadi memang itu yang terjadi di masyarakat, kalau malah nggak memberi sama sekali, mereka akan diganggu," katanya.

Hermawati meminta pemerintah menindak tegas pihak-pihak yang kerap meresahkan tersebut.

Di lini masa, ramai beredar surat yang diduga dari ormas di Kota Depok, Jawa Barat, meminta THR kepada pemilik usaha. Alasannya macam-macam. Ada yang minta dana dengan dalih membantu keamanan, ada pula yang terang-terangan minta THR.

Wakil Wali Kota Depok Chandra Rahmansyah menegaskan perusahaan tidak wajib memberikan THR kepada siapapun, kecuali pekerjanya.

"Sehingga kami memastikan bahwa pengusaha fokus dan juga memastikan fokus pada THR semua kariyawannya, itu dulu. Yang kedua, kalau mau memberikan bantuan kepada pihak lain, silahkan saja. Tapi tidak ada unsur paksaan," ujar Chandra kepada wartawan, Selasa (18/3/2025).

Kapolres Metro Depok Abdul Waras menyebut belum ada masyarakat yang melapor langsung ke polisi terkit permintaan THR dari ormas. Jika memang ada laporan, polisi berjanji akan melakukan penindakan tegas.

"Demikian kita tetap menunggu respon dari masyarakat disamping kita juga melakukan tim untuk melakuakn penyelidikan lebih lanjut. Artinya kalau dalam hal ini ditemui dugaan pemerasan dan sebagainnya kita proses sesuai dengan ketentuan," kata Abdul kepada wartawan, Selasa (18/3/2025).

Baca juga:

Sementara itu, Mabes Polri menekankan tidak akan mentoleransi segala bentuk premanisme yang mengancam investasi dan stabilitas ekonomi nasional. Juru bicara Mabes Polri Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan Kapolri Listyo Sigit Prabowo akan menindak tegas aksi premanisme berkedok ormas.

Dia menegaskan tidak boleh ada pihak menggunakan nama ormas untuk melakukan pemerasan yang merugikan dunia usaha. Dia mengimbau pengusaha atau investor untuk tidak ragu melapor.

Kriminolog dari FISIP Universitas Indonesia Adrianus Meliala menilai, fenomena ormas minta THR bukan sekadar persoalan hukum.

"Jadi, kalau kami dari jajaran atau kalangan kriminolog, berusaha betul untuk tidak melihat ini sebagai masalah hukum semata. Tapi melihat ini sebagai masalah sosial ekonomi," kata Adrianus dalam Ruang Publik KBR, Rabu, (19/3/2025).

Menurutnya, keberadaan ormas sejatinya sebagai wadah pembelajaran politik dan kepemimpinan bagi masyarakat. Namun, dalam praktiknya, banyak ormas justru berkembang jadi kelompok yang bergantung pada sumber pendanaan tidak resmi.

Adrianus juga menyoroti ormas yang menjadikan jasa keamanan sebagai modus operandi mereka. Kondisi ini diperparah dengan ketergantungan finansial ormas terhadap praktik pemerasan terhadap dunia usaha.

Adrianus mengkritik sikap lamban aparat dalam menindak praktik seperti ini. Dia bilang, masalah ini bukan hanya tanggung jawab kepolisian, namun juga pemerintah daerah.

"Ormas ini ada, iming-imingnya tinggi, harapannya tinggi, lalu kemudian juga dari segi rekrutmen, menampung siapa saja. Ini dia masalahnya. Kalau yang ditampung adalah, atau yang menjadi anggota ormas adalah orang-orang yang terdidik, punya visi politik yang jelas, maka yang tidak kadung jadi partai saja sekalian. Ini kan tidak. Semua orang ditampung. Yang memiliki kualifikasi SDM rendah pun ditampung," ujar Adrianus.

Adrianus menyarankan perlu ada solusi jangka panjang agar ormas tidak memanfaatkan rasa takut masyarakat untuk mendapatkan keuntungan, dan terus-menerus bergantung pada praktik pemerasan.

Tanpa langkah kongret dari pemerintah, ormas-ormas semacam itu justru akan menjadi beban masyarakat.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!