NUSANTARA

Merawat Keberagaman Melalui Festival Batik

Banyuwangi Batik Festival (BBF) 2014 akan terasa spesial. Sebab desainer batik ternama Indonesia, Priscilla Saputro, terlibat langsung membidangi lahirnya karya-karya busana batik Banyuwangi yang ditampilkan dalam BBF tahun ini yang digelar hari ini (19/9

AUTHOR / Hermawan

Merawat Keberagaman Melalui Festival Batik
Merawat Keberagaman, Festival Batik

KBR, Banyuwangi - Banyuwangi Batik Festival (BBF) 2014 akan terasa spesial. Sebab desainer batik ternama Indonesia, Priscilla Saputro, terlibat langsung membidangi lahirnya karya-karya busana batik Banyuwangi yang ditampilkan dalam BBF tahun ini yang digelar hari ini (19/9) hingga Sabtu besok (20/9).

Priscilla punya pengalaman segudang di dunia fesyen, khususnya batik. Dia mendesain busana Miss Universe 2012 Olivia Culpo, Miss Universe 2013 Gabriela Isler, Puteri Indonesia 2013 Whulandary Herman, dan Putri Indonesia 2014 Elvira Devinamira.
 
”Priscila kami libatkan untuk memotivasi desainer-desainer muda daerah agar maju dan berkembang. Kami juga ingin mengangkat kualitas busana batik Banyuwangi menuju level yang lebih tinggi, ” ujar Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, Jumat (19/9).
 
Dalam BBF, Priscilla akan mengangkat tema "Compassion in Diversity" (Kasih Sayang dalam Keberagaman). Tema ini untuk mengapresiasi motif kangkung setingkes yang menjadi tema utama BBF tahun ini. Inspirasi yang penting juga adalah besarnya ungkapan kasih sayang masyarakat Banyuwangi yang telah bertransformasi menjadi Kota kasih sayang pertama di Indonesia.
 
"Kami ingin mengirimkan pesan kepada publik luas untuk terus merawat keberagaman, menjaga kebhinnekaan. Lewat batik, kami ingin membangun kesepahaman global bahwa perbedaan harus dirayakan, bukan dijadikan dasar benci dan permusuhan," jelas Anas.
 
Desainer Priscilla Saputro sendiri dikenal dengan Batik Nyonya Indo yang dia rintis pada 1998 bersama suaminya, Moses Saputro. Selama lebih dari 10 tahun mengeksplorasi batik tradisi dan ide-ide fesyen baru, karya-karya Priscilla telah banyak dikoleksi oleh sosialita, pencinta batik dan ekspatriat. Dengan ikut melibatkan Priscilla, diharapkan batik banyuwangi kian mendapat tempat di hati pencinta dan kolektor batik nasional.
 
Desain Priscilla Saputro dikenal dengan sifatnya yang dinamis, festive dan inovatif. Batik Nyonya Indo telah bekerja dengan lebih dari 250 seniman batik di workshopnya yang berlokasi  di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat serta berbagai sentra pembuatan batik.
 
"Dalam BBF 2014, saya akan menyatukan batik dengan beludru yang lembut dan menyimbolkan kekayaan. Bukan kekayaan material dari batik yang diutamakan, tetapi saya juga ingin mengapresiasi kekayaan hati warga Banyuwangi dan keberagaman budayanya," kata Priscilla.
 
Dua batik yang didesain khusus berbahan seni tenun sutera tangan akan tampil pada puncak fashion show BBF. Tidak kurang 20 desain baru akan ditampilkan. Yang menarik, model yang tampil juga istimewa, yaitu Putri Indonesia 2014 Elvira Devinamira serta para pramugari dari Garuda Indonesia yang akan mengenakan batik desain Priscilla pada 20 September nanti. Selain juga dimeriahkan model dari Prancis dan Italia.
 
Gairah Desainer Muda
 
Sementara itu, Perhelatan Banyuwangi Batik Festival (BBF) yang digelar Pemkab Banyuwangi inimembawa geliat tersendiri bagi para pelaku fesyen asal Banyuwangi. Mereka yang selama ini bekerja "underground", merasa diberikan panggung untuk menunjukkan karyanya.
 
Seperti Anita Yuni, desainer fesyen asal Kecamatan Glenmore, Banyuwangi, yang antusias menyambut event festival batik tersebut. Bagi Anita Yuni, keterlibatannya di BBF tahun ini adalah kali pertama meskipun BBF telah digelar sejak 2013 lalu.
 
Anita yang memulai karirnya sebagai desainer aksesoris dengan label Hijabox ini, awalnya tidak tertarik terlibat dalam BBF. Di benaknya saat itu, BBF hanya sekadar gelaran biasa tanpa sesuatu yang istimewa. Namun, pandangan itu berubah selepas Anita menonton BBF untuk mengikuti rasa penasarannya.

"Pas akhir tahun lalu, saya iseng melihat Youtube. Saya kaget setelah lihat tayangannya ternyata fashion batik ini digarap dengan serius oleh Pemkab Banyuwangi. Kebetulan juga, saat itu passion saya di fashion design mulai tumbuh. Saya pun memutuskan harus ikut berkiprah tahun 2014 ini," kata Anita.

Persiapan pun dilakukan. Perempuan berjilbab ini langsung mencari informasi ke Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pertambangan Banyuwangi sebagai pelaksana BBF. Tidak berhenti di situ saja, Anita pun langsung mencari tema untuk gaun yang ditampilkan.

"Saya terus berpikir apa yang akan saya angkat. Harus yang berakar pada budaya dan warisan lokal," tekad Anita.

Anita yang tinggal di Glenmore, kawasan Selatan Banyuwangi, pun terus mengeksplorasi kekayaan kultur lokal. Saat mengunjungi sejumlah rumah penduduk dia melihat banyak keramik antik peninggalan zaman Belanda dengan motif yang seragam. Warna biru dan putih yang mendominasi motif keramik-keramik tersebut diketahui bernama royal delf blue. Kawasan Glenmore memang dikenal sebagai salah satu basis tempat tinggal warga Belanda ketika masa penjajahan dulu.

“Motif yang menjadi bagian warisan budaya warga Glenmore inilah yang saya angkat untuk bersanding dengan batik banyuwangi. Gambar dan warna khas Belanda itu lalu saya enjawantahkan dalam motif khas batik banyuwangi, yaitu motif Gajah Uling dan Kangkung Setingkes, hingga lahirlah konsep batik yang saya beri nama Holland van Java,” ungkap Anita.

Akan ada tiga desain yang akan ditampilkan Anita. Satu desain glamor untuk perempuan dan dua desain glamor untuk pria. Sedangkan satu lagi desain glamor perempuan dengan dominasi warna pink lembut mengusung konsep yang berbeda dari tiga lainnya yang dinamakan "The Blooming Blambangan".

Dengan konsep yang diusungnya itu, Anita mengaku total mempersiapkan desain batik di BBF ini. Bahkan dia membutuhkan waktu berbulan-bulan sejak riset konsep, proses mendesain sampai penjahitan. “Satu bulan terakhir ini fokus pada penjahitan dan pemasangan detail aksesoris pakaian. Hampir semua penjahit dan pekerja saya minta kerja ekstra agar bisa selesai tepat waktu,” beber Anita.

Sebagai desainer yang juga seorang dokter, Anita tidak bisa melepaskan aspek kesehatan dari semua desainnya termasuk yang akan ditampilkan di BBF besok. Untuk itu, Anita memilih batik yang dibuat dengan pewarna yang aman bagi penggunanya. Pilihannya jatuh pada batik yang dibuat dengan pewarna alam. Misalnya warna biru diambil dari tanaman indigofera yang difermentasikan.

“Pewarna alam tidak akan menimbulkan alergi di kulit seperti reaksi yang bisa ditimbulkan dari pewarna sintetis. Selain itu pewarna alam lebih ramah lingkungan dan menampilkan warna yang lebih lembut dan elegan,” urai Anita.

Dengan mengikuti Banyuwangi Batik Festival Anita mengaku mendapatkan banyak manfaat. Selain bisa menampilkan karya-karyanya di hadapan publik, dia bisa bertemu fashion designer Banyuwangi lainnya yang selama ini tidak pernah ia ketahui. Bertemu orang-orang dengan passion yang sama seperti dirinya seolah semakin mendekatkannya pada mimpi yang ia inginkan selama ini, yaitu menggairahkan industri fesyen di Banyuwangi berbasis kekayaan kultur lokal.

“Pasti lebih mudah mewujudkannya jika bersama-sama. Kami juga berangan-angan membuat Banyuwangi Fashion Week sebagai agenda rutin fashion di tanah air,” pungkas Anita.

Editor: Anto Sidharta

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!