NASIONAL

Mayoritas Korban TPPO adalah Perempuan

Secara wilayah, korban terbanyak berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mencapai 55 peti jenazah.

AUTHOR / Hoirunnisa

Mayoritas Korban TPPO adalah Perempuan
Ilustrasi: Dua tersangka jaringan internasional Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (16/05/23). (Antara/Sigid Kurniawan)

KBR, Jakarta- Sebagian besar korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) adalah perempuan. Persentase besaran jumlah tersebut berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), yang menyatakan 80 persen korban TPPO adalah perempuan.

Selain itu, menurut Kepala BP2MI Benny Rhamdani, banyak perempuan korban TPPO dengan kemampuan berbahasa asing yang minim, tidak mengetahui akan bekerja apa di luar negeri hingga minimnya keahlian yang dimiliki. Fakta itu ia temui saat melakukan penggerebekan.

"46 kali penggerebekan di pusat, 26 kali saya pimpin langsung, 161 saya selamatkan di bekasi dan itu semua perempuan," kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani pada Dialektika Demokrasi di kanal Youtube TVR Parlemen, Kamis, (15/6/2023).

Benny menambahkan, per Kamis, 15 Juni 2023, ada 2.204 jenazah pekerja migran Indonesia korban TPPO yang dipulangkan. Artinya setiap hari 2 sampai 3 peti jenazah masuk ke dalam negeri.

Secara wilayah, korban terbanyak berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mencapai 55 peti jenazah.

Ia mengungkapkan, menurut data 2020 hingga 11 Juni 2023, penanganan pekerja migran Indonesia yang terkendala mencapai lebih dari 100 ribu.

Senada dengan BP2MI, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyebut 80 persen korban TPPO adalah perempuan.

Berdasar data Polri 2020–2023, korban TPPO terdiri dari 796 perempuan dewasa dan 475 anak perempuan. Angka itu diduga masih di level permukaan karena banyak yang tidak terdeteksi.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!