BERITA
Kemensos: Seratusan Anak Hilang Pasca-Bencana
Kemensos khawatir akan acaman yang dihadapi anak-anak pascabencana, seperti penculikan, atau adopsi yang tak sesuai prosedur.
AUTHOR / Aldrimslit Thalara
KBR, Palu- Kementerian Sosial mencatat sebanyak 118 laporan anak hilang, pascabencana gempa, tsunami dan likuifaksi di Palu, Sigi dan Donggala, Sulawesi Tengah.
Menurut Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial, Nahar, dari 118 laporan anak hilang tersebut, 30 di antaranya telah kembali bersama keluarganya.
"Dari 118 orang 30 anak sudah berhasil direunikasi dengan keluarga masing-masing,” jelas Nahar di Palu, Jumat (14/12/2018).
Nahar menjelaskan, Kemensos khawatir akan acaman yang dihadapi anak-anak pascabencana, seperti penculikan, atau adopsi yang tak sesuai prosedur.
"Kita juga melakukan penanganan psikososial bagi anak-anak yang terdampak bencana bersama sejumlah lembaga dan kerja sama dengan aparat setempat, untuk pencegahan penculikan ini," katanya.
Pascabencana akhir September lalu, Kementerian Sosial telah menerapkan program khusus perlindungan anak yang terdampak.
“Kemensos berfokus pada tiga hal yaitu Family Tracing dan Reunification (FTR), pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap anak (termasuk isu perlindungan anak lainnya), serta Layanan Dukungan Psikososial Anak,” jelas Nahar.
Sebelumnya, pada Kamis (13/12/2018) Kementerian Sosial merayakan hari anak sedunia di lapangan Vatulemo, Palu. Kementerian sosial memberikan bantuan tabungan sosial anak (TASA) untuk 1.131 anak terdampak bencana.
Baca juga:
<li>
BNPB Catat Kerugian Akibat Gempa dan Tsunami di Sulteng Rp15,29 T
<li><b><span id="pastemarkerend"><a href="https://kbr.id/NASIONAL/10-2018/pasca_gempa_dan_tsunami__jokowi_ingin_kegiatan_ekonomi_sulteng_cepat_pulih/97529.html">Pasca-Gempa dan Tsunami, Jokowi Ingin Kegiatan Ekonomi Sulteng Cepat Pulih <br>
Editor: Kurniati
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!