NUSANTARA

Kampung Kelinci di Magetan Tak Sanggup Penuhi Permintaan Daging Kelinci

"Karena kebingungan pemasaran kelinci itu tidak dikawinkan..."

AUTHOR / Adhima Soekotjo

Peternak kelinci di Desa Kelinci Tanjung Sari, Magetan kesulitan mengembangkan ternak.
Peternak kelinci di Desa Kelinci Tanjung Sari, Magetan kesulitan mengembangkan ternak karena obesitas, Kamis, (17/3/2022). Foto: KBR/Adhima Soekotjo

KBR, Magetan– Indukan kelinci milik peternak di Desa Tanjung Sari, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, mengalami kegemukan. Akibatnya, puluhan peternak di sana kesulitan mengembangbiakkan kelinci mereka.

Pejabat Fungsional Pengawas Bibit Ternak Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magetan Wawan mengatakan kegemukan indukan kelinci berawal dari sulitnya peternak memasarkan kelinci di masa pandemi COVID-19, sehingga mereka memilih tidak mengawinkan kelinci milik mereka.

Langkah tidak mengawinkan kelinci indukan dilakukan untuk menekan pengeluaran biaya pakan, lantaran kebutuhan daging kelinci menurun saat pandemi virus korona. Namun, di saat permintaan daging kelinci mulai naik karena ada pelonggaran kegiatan masyarakat, peternak justru kesulitan memenuhi permintaan pasar.

"Karena kebingungan pemasaran kelinci itu tidak dikawinkan. Pikirnya dengan tidak dikawinkan itu tidak akan beranak banyak dan susah menjualnya, tapi ternyata bermasalah. Kelinci ini waktunya kawin tidak dikawinkan jadinya gemuk. Kelinci Rex dan NZ itu idealnya bobot dia kawin 2,4 sampai 3 (kilogram) ketika ditimbang bobotnya sampai 4 kilo," ujar Wawan, Rabu (16/03/2022).

Penurunan permintaan daging kelinci di masa pandemi juga membuat jumlah peternak di Desa Tanjung Sari menyusut drastis. Yakni, dari sebelumnya sekitar 400 peternak kelinci, kini hanya sekira 40 peternak saja yang mampu bertahan.

Dalam sejarah peternakan kelinci, Desa Tanjung Sari, Kabupaten Magetan sempat menjadi juara nasional sebagai Desa Peternak Kelinci pada 1981. Kepala Desa Tanjung Sari pada waktu itu diundang ke Jakarta untuk menerima hadiah langsung dari Presiden Soeharto.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!