NUSANTARA

Cegah Radikalisme, Kyai NU Cilacap Dorong Pola Dakwah Islam Toleran

Para Kyai NU Cilacap, Jawa Tengah mengkritik pola dakwah kelompok tertentu di Indonesia yang dinilai bisa memicu radikalisme agama dan menimbulkan kekerasan sektarian.

AUTHOR / Muhamad Ridlo

Pengajian Akbar NU Cilacap. Foto: Muhammad Ridlo
Pengajian Akbar NU Cilacap. Cara dakwah sering picu radikalisme.

KBR, Cilacap – Para Kyai NU Cilacap, Jawa Tengah mengkritik pola dakwah kelompok tertentu di Indonesia yang dinilai bisa memicu radikalisme agama dan menimbulkan kekerasan sektarian. Dakwah Islam toleran dianggap sebagai solusi untuk menangkal bahaya radikalisme.

Sekretaris Tanfidz NU Cilacap, Hazam Bisri mengatakan baiknya para dai atau ustadz mengedepankan penguatan ke dalam umat Islam alih-alih menjelek-jelekkan agama atau golongan lain. Munculnya radikalisme di Indonesia dan dunia saat ini kata Dia tak bisa lepas dari pola dakwah yang keliru itu.

"Penguatan ke dalam, ke warga bagaimana lebih memaksimalkan fungsi dakwah. Ini bagian dari autokritik terhadap pola dakwah yang dilakukan oleh kita. Artinya bahwa tanggungjawab kita adalah menginformasikan Islam yang dibawa oleh Nabi  atau pendekatan-pendekatan yang dilakukan nabi adalah seperti ini, bukan seperti pola yang dilakukan oleh teman-teman yang radikal", ujar Hazam Bisri, hari ini (Sabtu,21/03).

Pola dakwah islam toleran yang dimaksud antara lain mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia. Untuk mencapai pemahaman Islam yang inklusif ini para ustadz dan dai harus memiliki informasi yang lengkap soal hidup berbangsa dan negara. Hazam Bisri menambahkan pola dakwah Timur Tengah dengan Indonesia tentu berbeda. NU Cilacap diketahui gencar mengampampanyekan ajaran Islam toleran di pesantren, sekolah, Jamaah Muslimat, pengajian, Jamaah Tahlil dan berbagai forum lainnya.

Editor: Malika 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!