NUSANTARA

Berbaur Bersama Yayasan Cahaya Guru Demi Perkuat Semangat Kebhinekaan

“Ki Hajar Dewantara bilang, alam pengetahuan itu ada tiga. Alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda"

AUTHOR / Yogi Ernes

Berbaur Bersama Yayasan Cahaya Guru Demi Perkuat Semangat Kebhinekaan
Salah satu kegiatan yang dilakukan di Yayasan Cahaya Guru (Foto: Yayasan Cahaya Guru)

KBR, Jakarta – Pekan lalu, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Jakarta merilis hasil survei sikap keberagaman guru sekolah/madrasah di 34 provinsi Indonesia.

Hasilnya, 63 persen guru yang menjadi responden survei memiliki opini intoleran terhadap pemeluk agama lain. Survei ini dilakukan pada lebih 2.300 guru muslim tingkat taman kanak-kanak hingga menengah pada rentang waktu 6 Agustus sampai 6 September 2018 lalu.

Hasil survei tersebut jelas menyisakan keprihatinan di dunia pendidikan kita. Ketua Yayasan Cahaya Guru, Henny Supolo Sitepu mengaku patah hati dengan hasil survei tersebut. Namun, ia mengatakan gejala intoleran dari pendidik di Indonesia sudah mulai ia lihat sejak 2007 lalu.

“Alasan intoleransi justru terjadi di tenaga pendidik kita. Itu karena minimnya ruang perjumpaan dengan orang-orang dari agama dan suku yang berbeda. Tapi bisa juga karena banyak guru yang belum memahami secara mendalam mengenai sejarah bangsa Indonesia,” jelasnya dalam program Ruang Publik KBR, Selasa (23/10/2018).

Henny menjelaskan, sejak 2010 Yayasan Cahaya Guru mulai menaruh perhatian pada permasalahan kebhinekaan. Dalam yayasan tersebut, ada tiga pilar yang menjadi dasar dari tiap kegiatan untuk mengatasi permasalahan intoleransi. Tiga pilar itu  adalah keragaman, kebangsaan, dan kemanusiaan.

Sebagai awal dari ketiga pilar tersebut, yayasan ini mengadakan sesi nonton bareng seni pertunjukkan Indonesia. “Kami mau lewat pertunjukan seni Indonesia tersebut, para guru bisa melihat keindahan dan sekaligus menumbuhkan cinta terhadap Indonesia itu sendiri,” ucap Henny.

Bentuk lain dari Yayasan Cahaya Guru dalam mengatasi persoalan kebhinekaan adalah program pelatihan sekolah guru kebhinekaan. Dalam program ini, menurut Henny, bukan hanya bertujuan untuk menguatkan filosofi pendidikan dan pengetahuan, tapi juga sebagai upaya membuka ruang-ruang perjumpaan ke komunitas-komunitas di mana para guru bisa belajar mengenai kebhinekaan.

Pada program pelatihan sekolah guru kebhinekaan, ada 20-30 guru di tiap pelatihannya. Jumlah guru dibatasi, karena bentuk pelatihan tersebut bersifat sangat intensif, sehingga pelatihan ini hanya diisi oleh guru-guru yang memang tergerak atas inisiatif sendiri.

“Tentu ada pertanyaan kenapa pelatihan ini tidak menyasar guru-guru yang masih awam akan masalah kebhinekaan. Salah satu alasannya karena tenaga kami yang terbatas. Namun, kami mau para guru-guru yang tergerak atas kemauan sendiri ini bisa menjadi pembawa pesan-pesan kebhinekaan di sekolah-sekolah mereka. Jadi semangat tiga  pilar kita itu bisa menyebar lewat mereka,” kata Henny.

Terkait hasil survei yang baru-baru ini keluar, Henny mengimbau kepada masyarakat agar hal ini dijadikan momentum dalam memperkuat semangat kebhinekaan.

“Ki Hajar Dewantara kan bilang kalau alam pengetahuan itu ada tiga. Alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda. Angka 63% itu jika kita lihat sisi lainnya, kita bisa jadikan itu sebagai momentum kita dalam lebih giat menghidupkan alam keluarga dan alam pergerakan pemuda menumbuhkan nilai-nilai keberagaman,” jelas Henny.

Lewat Yayasan Cahaya Guru, Henny juga mengatakan jika saat ini yayasannya sedang mendorong Kementerian Pendidikan untuk lebih tegas dalam menjalankan amanat UU Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas 20 tahun 2003 tentang prinsip penyelenggara pendidikan.

Dalam pasal tersebut, dijelaskan jika semua pendidikan wajib menjunjung tinggi hak asasi manusia, demokratis, nilai keagamaan, serta nilai kemajemukan bangsa. Menurutnya, selama ini nilai-nilai tersebut tidak masuk dalam akreditasi sekolah sebagai penilaian salah satu indikator kualitas guru.

 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!