NASIONAL

Wapres: Tak Etis Ada Muktamar Tandingan atau Pengurus Baru

Keberadaan pengurus tandingan seperti itu tidak etis dan tidak mencerminkan watak bangsa Indonesia.

AUTHOR / Fadli Gaper

EDITOR / Resky Novianto

Muktamar Tandingan
Wapres Maruf Amin di Forum SATHU dan AMPHURI di Jakarta (2/9/2024). (Foto: Youtube Sekretariat Wapres RI)

KBR, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyinggung soal adanya pengurus tandingan dalam sebuah organisasi. Menurut Wapres, keberadaan pengurus tandingan seperti itu tidak etis dan tidak mencerminkan watak bangsa Indonesia.

Pernyataan Wapres disampaikan hari ini, saat menghadiri Forum Silaturahmi Antar-Travel Haji dan Umroh SATHU, dan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia AMPHURI di Jakarta.

“Kalau tadi dibilang ada kompetisi, ada persaingan boleh saja, sebelum munas selesai. Kalau di NU itu ada istilah kalau sebelum muktamar itu "gegeran". Tapi kalau sesudah muktamar itu "ger-geran", artinya kalau sebelum munas boleh saja bersaing, tapi kalau sudah selesai harus saling merangkul "ger-geran" itu saling tertawa, selesai,” kata Wapres (2/9/2024).

Wapres juga meminta, setelah organisasi selesai melakukan Munas atau Forum Pembentukan Pengurus Baru, jangan sampai muncul adanya pengurus tandingan.

Empat tahun lalu, kepengurusan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia AMPHURI diberitakan terpecah. Ketika itu bahkan sampai ada dua kali Munaslub yaitu di Malang, Jawa Timur, dan di Tangerang, Banten.

Sementara itu, di pentas partai politik nasional, saat ini juga ada Muktamar Partai Kebangkitan Bangsa PKB di Jakarta. Padahal sebelumnya, Muktamar PKB sudah selesai digelar di Bali.

Baca juga:

Adik Ketua Umum PBNU Dicopot dari Pengurus PKB, Imbas Pilkada Rembang

Muhaimin Kembali Pimpin PKB, Maruf Amin Dewan Syura

Dulu Lawan di Pilpres 2024, PKB Resmi Dukung Pemerintahan Prabowo

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!