NASIONAL
Trump Teken Sejumlah Keputusan Strategis, Keluar dari WHO hingga Batalkan Pemberian Kewarganegaraan Otomatis
Di Gedung Putih, Presiden Trump juga menandatangani perintah yang menyatakan keadaan darurat nasional di perbatasan AS-Meksiko.
AUTHOR / Agus Luqman
-
EDITOR / Rony Sitanggang

KBR, Jakarta - Untuk kali kedua, pemerintah Amerika Serikat memutuskan untuk keluar dari Organisasi Kesehatan Dunia WHO. Keputusan itu diambil Presiden AS Donald Trump, usai dilantik sebagai presiden, pada Senin (20/1/2025) waktu setempat.
Setelah dilantik, Trump menandatangani sejumlah instruksi. Salah satunya soal Amerika keluar dari WHO.
"Ohh, ini hal besar," kata Trump, saat ia meneken dokumen tersebut di Gedung Putih, sebagaimana dikutip dari BBC.
Ini merupakan perintah kedua Trump agar Amerika keluar dari WHO.
Kali pertama terjadi pada 7 Juli 2020, ketika Trump menjabat presiden di periode pertama. Saat itu Trump mengatakan Amerika akan menarik diri dari WHO sebagai respon atas penanganan WHO terhadap pandemi COVID-19. Ia menyebut WHO terlalu banyak dipengaruhi Cina dan gagal menangani pandemi dengan baik.
Keputusan Trump keluar dari WHO tidak sepenuhnya terealisasi, karena pada praktiknya proses penarikan butuh waktu.
Apalagi, pada Januari 2021, saat Joe Biden terpilih sebagai presiden mengalahkan Donald Trump, ia memutuskan Amerika mengubah haluan dan kembali bergabung dengan WHO.
Kini Trump kembali ingin membawa Amerika meninggalkan WHO.
"Mereka sangat menginginkan kami kembali. Jadi kita tunggu saja apa yang terjadi," kata Trump.
Baca juga:
Perintah Eksekutif
Selain meneken surat keputusan keluar dari WHO, Presiden Donald Trump juga menandatangani sejumlah dokumen lain.
Di antaranya, ia mengampuni sekitar 1,500 orang pendukungnya yang dihukum karena menyerang Gedung Capitol, gedung kongres Amerika, pada 6 Januari 2021 lalu.
Ia juga menandatangani keputusan pengetatan imigrasi, mencabut regulasi lingkungan yang dibuat Presiden Joe Biden serta regulasi inisiatif keberagaman ras dan gender.
Menurut Reuters, keputusan Trump mengampuni ribuan suporternya itu diperkirakan bakal memicu kemarahan berbagai pihak yang sempat terancam nyawanya dalam penyerangan di Capitol pada empat tahun lalu.
Pada Januari 2021, ribuan pendukung Trump menyerbu US Capitol, dimana kongres hendak mengesahkan hasil pemilu presiden yang dimenangkan Joe Biden.
Para suporter Trump masuk ruang-ruang penting, termasuk ruang sidang senat. Aparat keamanan gagal mengendalikan massa. Para anggota Kongres dievakuasi, sesi pengesahan dihentikan sementara dan gedung dikunci.
Para pendukung Trump menyerbu masuk, merusak dan mencuri barang-barang yang ada. Donald Trump sempat meminta massa bertindak lebih agresif, sebelum ia meminta pendukungnya kembali ke rumah masing-masing.
Dalam insiden itu, lima orang meninggal, 140-an orang luka, dan sejumlah orang ditangkap. Peristiwa ini mengarah pada pemakzulan kedua Presiden Donald Trump oleh DPR AS pada Januari 2021, dengan tuduhan hasutan pemberontakan. Namun, pemakzulan kandas di senat.
Perketat imigrasi
Setelah Trump dilantik, otoritas perbatasan AS menutup program yang memungkinkan ratusan ribu migran memasuki AS secara legal dengan hanya menjadwalkan janji temu melalui telepon. Janji pertemuan yang sudah ada, dibatalkan.
Di Gedung Putih, Presiden Trump juga menandatangani perintah yang menyatakan keadaan darurat nasional di perbatasan AS-Meksiko. Keputusan ini membuka kemungkinan pengiriman pasukan Amerika ke perbatasan.
Ia juga meneken perintah menghentikan kebijakan yang memberikan kewarganegaraan otomatis kepada setiap orang yang lahir di Amerika Serikat. Perintah eksekutif Trump lainnya adalah menetapkan kartel narkoba Meksiko sebagai organisasi teroris.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!