NASIONAL
Trump Kesal, Jual Beli Barang Bajakan di Mangga Dua
Perusahaan yang terbukti menjual barang bajakan akan dikenakan sanksi, mulai dari penyitaan hingga penutupan operasional.

KBR, Jakarta - Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (AS) atau United States Trade Representative (USTR) kembali menyoroti maraknya perdagangan barang-barang bajakan di Indonesia.
Barang bajakan sering disebut juga sebagai barang palsu, imitasi, atau barang KW (kualitas second). Barang bajakan berarti juga barang yang diproduksi dan diperjualbelikan tanpa izin atau hak cipta dari pemilik aslinya.
Dalam laporan “The 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers” yang dirilis 1 Maret, pemerintah AS menyebut Pasar Mangga Dua di Jakarta sebagai salah satu pusat peredaran produk bajakan.
Laporan yang dimuat di halaman 220 itu juga menyebut, produk bajakan itu diperdagangkan secara langsung maupun melalui platform e-commerce.
Widespread copyright piracy and trademark counterfeiting (including online and in physical markets) are key concerns. The Mangga Dua Market in Jakarta continues to be listed in the 2024 Review of Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy (Notorious Markets List), along with multiple online Indonesian marketplaces. Lack of enforcement remains a problem, and the United States urges Indonesia to utilize the IP enforcement task force to improve enforcement cooperation among relevant law enforcement agencies and ministries.
The United States also continues to encourage Indonesia to provide an effective system for protection against the unfair commercial use, in addition to unauthorized disclosure, of undisclosed test or other data generated to obtain marketing approval for pharmaceutical and agricultural chemical products. The United States also remains concerned about Indonesia’s law regarding geographical indications. The United States also continues to urge Indonesia to fully implement the bilateral Intellectual Property Rights Work Plan and plans continued engagement with Indonesia under the United States–Indonesia TIFA to address these issues.
Laporan setebal 397 halaman itu menyebut, Indonesia masih berada dalam Daftar Prioritas Pantauan (Priority Watch List) dalam “Special 301 Report 2024”, karena pembajakan hak cipta dan pemalsuan merek dagang yang meluas. Pemerintah Amerika menilai lemahnya penegakan hukum di Indonesia menjadi akar persoalan ini.

International Trade Center (ITC) Mangga Dua, Jakarta Utara ramai dikunjungi pembeli pada Selasa (22/4/2025). (Foto: ANTARA/Risky Syukur)
“Pasar Mangga Dua di Jakarta tercantum dalam Review of Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy tahun 2024, bersama dengan beberapa marketplace online asal Indonesia. Kurangnya penegakan hukum masih menjadi masalah, dan Amerika Serikat mendesak Indonesia untuk memanfaatkan satuan tugas penegakan kekayaan intelektual guna meningkatkan kerja sama penegakan hukum,” demikian bunyi laporan tersebut.
Menteri Perdagangan Akan Selidiki "Mangga Dua"
Menteri Perdagangan Budi Santoso menanggapi laporan pemerintah AS dengan menyatakan, Pemerintah RI telah melakukan pengawasan rutin terhadap peredaran barang bajakan, termasuk di pusat perbelanjaan Mangga Dua, Jakarta.
Namun, ia mengakui, perlunya penyelidikan lebih lanjut sebelum mengambil langkah tegas.
“Apapun nanti, termasuk yang di Mangga Dua, kita akan terus rutin melakukan pengawasan. Kami belum bisa ekspos sekarang karena harus selidiki dulu sebelum datanya benar-benar kami dapat,” ujar Budi saat ditemui awak media di Jakarta, Minggu (20/4/2025).
Baca juga:
Ancaman Banjir Produk Asing jika Impor Dibebaskan Pemerintah
Meski tak merinci tindakan yang sudah dilakukan, Budi memastikan, perusahaan yang terbukti menjual barang bajakan akan dikenakan sanksi, mulai dari penyitaan hingga penutupan operasional.
Kemenperin Justru Persoalkan Permendag
Kementerian Perindustrian turut merespons isu barang bajakan di Mangga Dua, Jakarta yang disorot AS dalam laporan tahunan “The 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers”. Kemenperin menekankan upaya pencegahan daripada melakukan penindakan di pasar.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Selasa (22/4/2025) menjelaskan, barang bajakan sebagian besar merupakan barang impor yang masuk Indonesia melalui mekanisme impor biasa atau melalui e-commerce, dengan memanfaatkan gudang Pusat Logistik Berikat (PLB).
Karena itu, salah satu cara memberantasnya adalah dengan membuat regulasi yang mensyaratkan adanya sertifikat merek yang wajib dipegang oleh importir, maupun oleh pihak yang menjual barang impor yang tayang di halaman e-commerce, sehingga mencegah produk tersebut beredar di Tanah Air.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif. (Foto: ANTARA/HO-Kemenperin)
Disampaikan dia, Kemenperin sudah berinisiatif memasukkan syarat sertifikat merek yang harus dimiliki oleh importir ketika meminta rekomendasi impor.
Inisiatif tersebut diwujudkan dalam bentuk Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 5 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Tekstil, Produk Tekstil, Tas, dan Alas Kaki.
Melalui Permenperin ini, importir yang tidak memiliki sertifikat merek tidak akan mendapatkan rekomendasi impor dari Kemenperin ketika mengimpor produk TPT, tas dan alas kaki. Sehingga, importir nakal yang akan mengimpor tiga komoditas tersebut tidak akan mampu membawa barang bajakannya masuk ke pasar domestik.
"Tujuannya, adalah menyaring dan mencegah agar barang bajakan tidak diimpor masuk ke pasar domestik Indonesia," kata Febri dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Namun, dikatakan Febri regulasi tersebut tidak disukai oleh importir nakal yang ingin memasukkan barang bajakannya ke Indonesia. Selain itu, menurutnya, kebijakan ini juga kurang mendapat dukungan oleh kementerian/lembaga (K/L) lain.
“Sayangnya Permenperin No. 5 Tahun 2024 tersebut berumur pendek dan tidak berlaku lagi karena Permendag No. 36 Tahun 2024 sebagai dasar terbitnya regulasi tersebut tiba-tiba diubah oleh kantor K/L lain menjadi Permendag No. 8 Tahun 2024 pada bulan Mei 2024. Akibatnya, tidak ada kewajiban importir untuk menyampaikan sertifikat merek dari prinsipal ketika mereka mengajukan permohonan impor pada Kemendag dan Kemenperin," katanya.

Suasana di ITC Mangga Dua, Jakarta. (Foto: itcshoppingfestival.com)
Kemenperin menilai upaya pengawasan dan penindakan peredaran barang bajakan di pasar domestik tidak akan berjalan efektif mengingat besarnya volume impor barang bajakan dan luasnya pasar Indonesia.
Selain itu, delik aduan sebagai awal dan dasar penindakan juga sulit dipenuhi karena sebagian besar prinsipal atau pemegang merek berada di luar negeri.
Oleh karena itu, Kemenperin mendorong prinsip lebih baik mencegah barang bajakan impor melalui regulasi daripada menindaknya di pasar dalam negeri.
“Bagaimana mungkin menindak barang bajakan yang sudah beredar dalam volume besar di pasar domestik yang besar ini? Apalagi kalau hal tersebut harus dengan delik aduan? Bukankah lebih baik mencegah barang bajakan masuk lewat regulasi impor atau kebijakan non-tariff barrier/non-tariff measure daripada mengawasinya di pasar domestik? Apalagi barang bajakan yang ada di e-commerce yang masuk melalui PLB. Siapa yang mengawasi? Kami belum pernah mendengar ada pengawasan dan penindakan barang bajakan di e-commerce atau di PLB,” ujar Febri seperti dimuat kemenperin.go.id.
Kemenperin memiliki praktik baik (good practices) dalam memberantas barang bajakan atau barang ilegal di sektor HKT (Handphone, Komputer Genggam dan Tablet) bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Ketika banyak smartphone bajakan dan selundupan beredar di Indonesia, Kemenperin memberlakukan kebijakan pendaftaran IMEI setiap smartphone yang diimpor dan dijual di Indonesia. Produsen, importir, distributor (ATPM atau APM) harus menunjukkan sertifikat merek ketika mereka mengajukan permohonan IMEI pada Kemenperin.
Saat ini, peredaran smartphone ilegal atau barang selundupan dari luar negeri sudah berkurang signifikan atau tidak ada sama sekali.
Pedagang Pasar: Tidak Semua di Mangga Dua Jual Barang Bajakan
Di lain pihak, menanggapi isu ini, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKKAPI) membantah anggapan, pusat perbelanjaan Mangga Dua, Jakarta merupakan “sarang utama” barang bajakan.

Ketua Umum DPP IKAPPI, Abdullah Mansuri. (Foto: Dok. Ikappi)
Ketua Umum DPP IKAPPI, Abdullah Mansuri menyebut, hanya sebagian kecil pedagang di kawasan tersebut yang menjual barang imitasi, sementara mayoritas merupakan pelaku UMKM dan penjual produk lokal.
“Sekali lagi saya tegaskan, Mangga Dua jadi pusat penjualan barang imitasi itu tidak sepenuhnya benar. Jumlah pedagang yang menjual barang imitasi sangat kecil di sana. Lebih banyak yang menjual produk UMKM dan produk lokal,” ujar Mansuri kepada KBR, Rabu (23/4/2025).
Ia menambahkan, pedagang pasar memiliki segmentasi tersendiri dan bahwa persoalan ini sebaiknya tidak dibesar-besarkan.
“Menurut saya tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. Evaluasi mungkin perlu, tapi proporsinya kecil dan tidak dominan,” lanjutnya.
Ekonom: Berantas Barang Bajakan, Jadikan Prioritas
Sementara itu, pengamat ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menilai, persoalan barang bajakan di Indonesia jauh lebih kompleks daripada sekadar menyebut pusat perbelanjaan Mangga Dua sebagai titik masalah.
“Di marketplace juga banyak. Transaksi barang-barang ilegal, barang palsu, bahkan thrifting dengan merek palsu itu marak di platform digital. Tidak ada sanksi serius bagi produsen lokal maupun retailer. Ditambah lagi barang-barang ilegal masuk dari jalur-jalur tikus yang tidak diawasi ketat. Ini sudah sistemik,” ujar Bhima.
Bhima menyebut, penyitaan barang bajakan yang dilakukan aparat selama ini belum signifikan dan hanya bersifat simbolik.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira. (Foto: ANTARA)
Ia menyoroti lemahnya edukasi terhadap masyarakat mengenai bahaya dan kerugian penggunaan barang palsu.
Menurut perhitungan CELIOS, nilai peredaran barang bajakan di Indonesia mencapai Rp291 triliun, atau sekitar 10 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perdagangan grosir dan eceran. Jika termasuk thrifting, angka ini bisa melampaui Rp300 triliun.
Bhima juga mengingatkan, isu ini bukan hanya keluhan Amerika Serikat, melainkan juga banyak negara lain.
Ia pun mewanti-wanti, ketidaktegasan pemerintah bisa berdampak pada ekspor Indonesia, terutama di sektor tekstil dan pakaian jadi.
“Indonesia itu produsen barang branded juga untuk ekspor, seperti H&M dan Uniqlo. Kalau AS merasa kita tidak serius memberantas barang bajakan, barang palsu atau counterfeit, bisa jadi ekspor kita yang kena imbas,” jelas Bhima.
Ia menyarankan agar pemberantasan barang bajakan dijadikan prioritas utama pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Marketplace harus jadi sasaran awal. Barang bajakan, baik di social commerce maupun platform e-commerce, harus ditindak,” tegasnya.
Baca juga:
Aturan Pelaporan Barang Bawaan Penumpang, Dirjen Bea Cukai: Tidak Wajib
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!