NASIONAL

Triliunan Anggaran Bansos Tak Berhasil Tekan Angka Kemiskinan, Mengapa?

Besarnya anggaran perlindungan sosial di era Presiden Joko Widodo dinilai tidak sebanding dengan penurunan angka kemiskinan.

AUTHOR / Heru Haetami

Triliunan Anggaran Bansos Tak Berhasil Tekan Angka Kemiskinan, Mengapa?
Petugas mengecek data penerima bansos cadangan beras pemerintah (CBP) di Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (19/2/2024). (Foto: ANTARA/Adeng Bustomi)

KBR, Jakarta - Tahun ini pemerintah mengalokasikan anggaran 4 triliun rupiah untuk penanganan stunting, inflasi, dan penghapusan kemiskinan ekstrem.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menjanjikan akan memberikan intensif fiskal bagi kepala daerah yang dapat menurunkan angka kemiskinan secara signifikan.

Salah satu yang didorong oleh pemerintah pusat untuk menurunkan angka kemiskinan adalah melalui pengendalian inflasi, terutama terkait kenaikan harga bahan pokok.

"Ini yang memberikan kontribusi terhadap inflasi volatile food di dalam headline inflasi kita. Beberapa harga pangan lainnya yang juga menunjukkan kenaikan adalah bawang putih, cabai merah, daging ayam, dan telur ayam. Tentu ini menjadi tantangan menjelang idulfitri atau juga puasa ramadan. Maka volatile food harus bisa segera distabilkan agar headline inflation kita masih bisa terjaga rendah pada saat inflasi dunia dan negara maju juga mulai mengalami penurunan," ujar Menkeu dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (22/2/2024).

Sepanjang tahun lalu, realisasi anggaran untuk penghapusan kemiskinan mencapai Rp388,6 triliun. Sedangkan pagu anggaran tahun ini sebesar Rp403,9 triliun yang akan direalisasikan melalui berbagai program pada kementerian/lembaga terkait.

Baca juga:

Upaya Penanggulangan

Pemerintah mengkelaim, dalam lima tahun terakhir telah melakukan berbagai upaya penanggulangan kemiskinan. Antara lain intervensi khusus untuk program perlindungan sosial dan penyaluran program tambahan selain program reguler seperti bantuan beras dan BLT El-Nino.

Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan awal tahun ini, anggaran yang dikucurkan untuk program bantuan sosial dan BLT sebesar Rp 28,8 triliun.

"Tutup bansos beras, daging ayam, dan telur, ini sampai dengan Juni, kalau kita akan melaksanakan sampai Juni ini perkiraan anggarannya adalah sekitar 18 sampai 20 triliun. Tergantung nanti tentunya berapa realisasi keluarga dengan balita stunting yang akan mendapatkan Bansos tersebut. Nanti setelah tiga bulan kami akan melakukan review dan tentunya akan bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Untuk BLT sejauh ini sudah diputuskan adalah untuk tiga bulan pertama dan tentu bisa dilakukan review lagi. Untuk BLT anggarannya akan mencapai 11,3 triliun. Ini seluruhnya tentunya sudah disiapkan dari cadangan belanja bansos yang mana sudah disediakan di tiap-tiap tahun anggaran," kata Isa saat konferensi pers APBN Kita, Kamis (22/2/2024).

Besarnya anggaran perlindungan sosial di era Presiden Joko Widodo dinilai tidak sebanding dengan penurunan angka kemiskinan.

Direktur Eksekutif Lembaga Ekonomi Indef, Esther Sri Astuti menyebut, meski Jokowi gencar memberikan bantuan sosial, namun kemiskinan hanya turun 2 persen.

"Itu angka kemiskinan ini hanya turun 2 persen dari 2010 ya, sampai dengan 2023, itu hanya turun sekitar 2 persen. Jadi mau digelontor bansos atau tidak tetap aja tidak ada penurunan signifikan atas angka kemiskinan," kata Esther dalam Diskusi Publik Indef, Senin (5/2/2024).

Esther Sri Astuti heran, pemberian bansos melonjak bersamaan dengan momentum Pemilu 2024. Dia, menduga bansos hanya kebijakan populis untuk mendapatkan suara saat Pemilu.

"Patut dipertanyakan intervensi negara ini untuk pengurangan kemiskinan, poverty reduction itu di mana? Saya berkesimpulan bansos ini bukan solusi untuk jangka panjang tapi ini hanya kebijakan populis yang hanya pengen get more voter, untuk bisa mendapatkan voter yang lebih banyak. Kan seharusnya bansos itu lebih ke social safety net, jadi jarang pengaman sosial. Kalau saya bandingkan di negara-negara lain harusnya tersistematis, besarannya tidak hanya Rp200.000 atau Rp500.000 yang batal ya nggak. Setara UMR jadi setiap wilayah dan tidak dibagikan lewat mobil ya, tidak dibagikan mengundang kerumunan, tetapi harusnya cash transfer aja," ujar Esther.

Untuk solusi jangka panjang, Esther menyarankan pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyat miskin. Hal itu, juga untuk menghindari ketergantungan masyarakat terhadap bansos.

Esther juga menilai penambahan anggaran perlindungan sosial belum efektif karena tidak tepat sasaran. Pemerintah juga didorong menjaga daya beli masyarakat. Sebab, jika kenaikan harga terjadi dalam periode yang panjang, maka akan memperlambat penurunan kemiskinan.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!