Kehidupan sipil berbeda dengan didikan disiplin militer.
Penulis: Aura Antari, Anindya Putri, Sindu
Editor: Sindu

KBR, Jakarta- Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Padjadjaran (Unpad), Susi Dwi Harijanti mempertanyakan maksud personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendatangi kegiatan mahasiswa di sejumlah kampus.
Sebab menurutnya, kampus merupakan lembaga pendidikan, yang terdapat berbagai macam aktivitas edukasi, salah satunya diskusi kritis antarmahasiswa.
"Ketika TNI itu masuk kampus, maka ada beberapa pertanyaan. Yang pertama, mengapa TNI masuk kampus? Apa tujuannya? Kemudian yang kedua, apakah tujuan itu sejalan atau tidak dengan karakter-karakter berbagai kegiatan yang ada di kampus?" ujar Susi Dwi Harijanti kepada KBR, Senin, (21/4/2025).
Susi menyebut, kedatangan tentara di kampus harus ada izin dari pimpinan terkait.
"Kalaupun mereka mengatakan bahwa dia diundang, mereka kan harus bisa menunjukkan mana surat undangannya. Enggak mungkin itu hanya disampaikan secara lisan, ini kan hubungan antarlembaga," jelasnya.
Sipil Beda dengan Militer
Apabila diundang pun, mestinya menggunakan undangan tertulis sehingga dapat dipertanggung jawabkan di kemudian hari.
"Bahwa betul kami mengundang secara formal, ada jawaban terhadap undangan itu. Dan mereka datang berdasarkan undangan. Siapa yang akan diundang itu kan biasanya dibincangkan terlebih dahulu," imbuhnya.
Susi menjelaskan kehidupan sipil berbeda dengan didikan disiplin militer. Kehidupan masyarakat sipil terpusat pada kerja sama, persaudaraan, debat pemikiran, termasuk juga pertukaran-pertukaran gagasan.
"Tidak bisa kemudian militer-militer masuk ke mana-mana, enggak boleh. Karena inilah yang dikhawatirkan efek dari Undang-Undang TNI," jelasnya.
"Jadi, misalkan Undang-Undang TNI tidak menghidupkan kembali dwifungsi. Tetapi ketika melihat dengan masuknya militer kegiatan-kegiatan mahasiswa di kampus, itu memperlihatkan bagaimana kemudian militer terlibat dari aktivitas atau kehidupan masyarakat sipil," imbuh Susi.
Ketakutan
Susi khawatir, setelah kejadian ini mahasiswa jadi takut berdiskusi secara kritis. Pengawasan seharusnya dilakukan internal kampus, bukan eksternal seperti militer.
"Itu yang menyebabkan nanti ada perasaan-perasaan kekhawatiran. Mereka khawatir untuk melakukan diskusi, mereka khawatir untuk melakukan aktivitas-aktivitas keilmuan yang bersifat kritis. Dan mereka merasa seakan-akan diawasi," keluhnya.
Menurutnya, pimpinan universitas harus mengirim pesan apabila dirasa ada kunjungan janggal dari pihak yang tidak diundang.
"Mereka itu kan manusia berseragam, secara psikologis itu memang berbeda. Apa lagi tentara gitu, ya. Dengan seragam tentara, mereka masuk, itu kan cukup memberikan efek secara psikologis. Kenapa tentara masuk kampus, ini ada apa?" tanyanya.
Demokrasi
Susi mengatakan apabila kejadian seperti ini terus berulang, dampaknya dapat menurunkan kualitas demokrasi. Padahal Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sehingga kegiatan-kegiatan bertukar pikiran secara kritis telah dijamin oleh negara.
"Jadi, jangan sampai kemudian muncul ke depan itu, yang dikedepankan itu adalah purbasangka. Bahwa aktivitas-aktivitas keilmuan yang ada di kampus, itu adalah aktivitas-aktivitas untuk melakukan kritik terhadap penguasa, mengganggu jalannya pemerintahan dan berisik," kritiknya.
"Kalau terlalu banyak purbasangka, maka demokrasi itu tidak dapat berjalan dengan baik. Akibatnya ke depan kualitas demokrasi Indonesia akan makin menurun," pungkasnya.
Teror?
Sebelumnya, anggota TNI diduga meneror mahasiswa UIN Walisongo Kota Semarang, Jawa Tengah. Dugaan teror diterima setelah diskusi Fasisme Mengancam Kampus: Bayang-Bayang Militer bagi kebebasan Akademik, Senin, 14 April 2025.
Mahasiswa yang diduga diteror ialah mereka yang tergabung dalam Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo.
Anggota Lembaga Penerbitan Mahasiswa (LPM) Justicia, Dimas menjelaskan, anggota TNI tidak hanya datang ke forum diskusi, namun juga mengancam salah satu anggota LPM Justicia.
"Setelah diskusi soal militer, LPM yang saya ikuti membuat berita siangnya diteror , di-chat dan ditelepon orang tidak dikenal. Dia bertanya siapa yang menulis dan membuat berita, Kalau tidak ngaku orang tersebut bilang ke kampus dan bilang kenal sama rektor," ungkap Dimas, Kamis, (17/04/25).
Dimas menjelaskan, diskusi yang dimulai sekitar pukul 16.00 itu didatangi seorang yang tidak dikenal dengan menggunakan kaos warna hitam dan celana denim.
Karena curiga, orang tersebut lantas diminta mengenalkan diri, namun ia menolak.
"Waktu disuruh perkenalan, dia malah bilang, 'kalau saya tidak boleh di sini, ya, sudah saya pergi saja'," ungkap Dimas.
Dimas mengatakan, pascadiskusi selesai LPM Justicia membuat artikel berita terkait acara itu. Lalu, salah satu anggota LPM mendapatkan pesan digital dan teleon dari orang tidak dikenal dengan ancaman bakal melapor ke rektor.
"Ada kawan kami yang diteror, itu sudah tidak wajar," imbuhnya.
Dalih
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) IV/Diponegoro, Andy Soelistyo mengakui ada anggota TNI yang datang ke Kampus III UIN Walisongo.
"Anggota TNI yang hadir atas nama Sertu Rokiman, Babinsa Koramil Ngaliyan Kelurahan Tambak Aji," terangnya dalam penyampaian tertulisnya, Rabu, (16/4/25).
Ia mengklaim, kedatangan tentara kewilayahan tersebut dalam rangka menjalankan tugas rutin.
“Babinsa hadir di sekitar kampus hanya untuk monitoring wilayah, karena sebelumnya beredar pamflet undangan diskusi yang bersifat terbuka untuk umum. Itu bagian dari tugas Babinsa dalam menjaga keamanan dan ketertiban wilayah binaannya,” ujarnya.
Menurutnya, tindakan yang anggotanya jauh dari kata intervensi atau upaya menghentikan forum diskusi.
Dalam rilis tersebut, Andy juga menyebut tak ada mahasiswa diskusi yang dipanggil anggota TNI, meskipun dari pihak penyelenggara diskusi telah menyampaikan tudingannya dengan bukti foto.
"Sertu Rokiman sama sekali tidak masuk ke area forum diskusi, melainkan tetap berada di luar kampus. Babinsa juga tidak pernah memanggil mahasiswa keluar kampus untuk menemuinya," katanya.
"Ini menunjukkan bahwa tugas yang dilakukannya sudah sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya sebagai aparat teritorial," sambungnya.
Andy membantah tudingan anggotanya menyusup dalam diskusi. Ia mengaku tak mengenal orang tersebut.
“Kami tegaskan, orang dalam video tersebut bukan anggota kami. Kehadiran Babinsa pun hanya satu orang, dan itu pun berada di luar forum diskusi,” pungkas
Mendatangi Konsolidasi
Selain UIN Walisongo Semarang, personel Tentara Nasional Indonesia juga datang ke acara Konsolidasi Mahasiswa Nasional di Universitas Indonesia (UI), Rabu malam, 16 April 2025.
Dandim Depok, Iman Widhiarto diketahui mendatangi Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) UI di Depok, Jawa Barat. Iman datang saat konsolidasi nasional yang diikuti mahasiswa sejumlah universitas.
Direktur Humas UI, Arie Afriansyah menjelaskan, rektorat tak pernah mengundang anggota TNI untuk hadir di kegiatan konsolidasi.
"Kami menghormati setiap kegiatan mahasiswa yang berlangsung di kampus," katanya kepada Tempo, Jumat, 18 April 2025, seperti dikutip KBR, Selasa, 22 April 2025.
Ditolak Mahasiswa
Lalu, di Bali, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana (Unud) menolak keputusan kerja sama antara Unud dan Kodam Udayana.
Ketua BEM Unud, I Wayan Arma Surya Darmasaputra beralasan, mereka khawatir ada potensi hadirnya unsur militerisasi di kampus. Padahal seharusnya kampus netral dan bebas pengaruh kepentingan sektoral.
Dalam akun Instagram @bem_udayana, para mahasiswa mengaku resah terhadap dampak perjanjian kerja sama antara kampus dan tentara.
"Kami bergerak di atas panggilan hati kami yang ingin independensi pendidikan, tidak ada intervensi serta spesialisasi kepada siapa pun, apalagi APARAT!" bunyi unggahan @bem_udayana, Rabu, 2 April 2025, yang dikutip KBR, Selasa, (22/4/2025).
Usai penolakan itu, Rektor Unud, I Ketut Sudarsana mengklaim, telah mengirimkan surat pembatalan kerja sama dengan Kodam Udayana.
"Benar. Sudah kirim," ujarnya kepada Tempo, Kamis, 17 April 2025, seperti dikutip KBR, 22 April 2025.
Namun, menurut BEM Unud, mereka belum menerima salinan surat pembatalan itu, termasuk soal penjelasan resmi dari rektorat.
TNI Membantah
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) WahyuYudhayana mengklaim, TNI AD sangat menghargai kebebasan masyarakat berpendapat, termasuk dari kalangan sivitas akademika.
Kata dia, TNI AD tak sedikitpun berniat membungkam atau meredam kebebasan berpendapat masyarakat. Menurutya, kerja sama atau kegiatan TNI AD yang berkaitan dengan universitas belakangan ini didasari alasan yang jelas.
"Tidak perlu ada yang dikhawatirkan," ujarnya Rabu, 16 April 2025, seperti dikutip KBR dari Kantor Berita ANTARA, Senin, (21/4/2025).
Ia juga membantah tudingan adanya intel TNI menyusup ke dalam diskusi mahasiswa UIN Walisongo, Semarang.
Tetapi, Wahyu mengakui, memang ada personel dari Kodam IV/Diponegoro yang datang ke sekitar lokasi, tetapi hanya di luar ruang diskusi. Ia mengklaim, personel TNI datang untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Jadi, manakala ada suatu keramaian, manakala ada suatu kegiatan yang mendatangkan orang banyak, yang bersangkutan harus berada di sekitar tempat itu, untuk menyakinkan kegiatan berjalan dengan lancar," katanya, Rabu, 16 April 2025, seperti dikutip KBR dari Kantor Berita ANTARA, Senin, (21/4/2025).
Baca juga: