indeks
Tantangan Transformasi Museum Era Kekinian

Sejarawan menyoroti pentingnya inovasi dan kreativitas dalam menampilkan koleksi agar lebih dekat dengan generasi muda.

Penulis: Naomi Lyandra

Editor: Resky Novianto

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
museum
Museum Nasional Indonesia di Jakarta Pusat. Foto: KBR/Resky

KBR, Jakarta- Perkembangan museum di Indonesia mulai menunjukkan arah kemajuan yang positif, meski terkadang dihadapkan pada sejumlah tantangan seperti arus digitalisasi, pembaruan fasilitas teknologi museum, hingga kualitas sumber daya manusia (SDM).

Pandangan khalayak soal bangunan lawas, kuno, berisi deretan benda bersejarah. Ada juga yang mungkin menganggap museum sebagai tempat yang membosankan. Namun, persepsi ini mungkin tak lagi mutlak dalam momentum refleksi di Hari Museum Nasional yang diperingati tiap 12 Oktober.

Penanggung Jawab Unit Museum Nasional Indonesia, Muhammad Rosyid Ridlo, mengatakan perkembangan museum di Indonesia terus bertransformasi mengikuti perkembangan zaman.

“Saya kira perkembangan museum Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang bertahap tentu saja. Semuanya akan berproses dan berkait dengan perwajahan museum Indonesia terus akan mengalami perubahan,” ujarnya dalam siaran Ruang Publik KBR yang disiarkan langsung dari Museum Nasional Indonesia di Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).

Ia menekankan perubahan tampilan yang menarik bagi museum agar mampu mengundang minat publik. Sebab, saat ini kelompok tertinggi diisi generasi Z dan generasi Alpha.

“Kalau kita ingin tertarik dengan sesuatu, otomatis hal yang terlihat itu harus menarik, atraktif. Dan apa yang terlihat ya itu adalah terkait dengan pamerannya, bangunannya, kebersihan, fasilitas pendukungnya, dan lain sebagainya,” lanjutnya.

Meski demikian, Rosyid menyadari adanya tantangan besar di pengelolaan museum, terutama yang berkaitan dengan anggaran dan SDM.

“Masing-masing pengelola itu kan mempunyai hambatan, tantangan tersendiri. Lebih-lebih secara gendala terkait dengan penganggaran, kemudian terkait dengan SDM. Tapi dalam hal itu sudah terlihat bagaimana peran pemerintah di situ,” jelasnya.

red
Diskusi "Ruang Publik" KBR Media dalam rangka memperingati Hari Museum 12 Oktober di Museum Nasional Indonesia, Jakarta. Foto: KBR/Resky
advertisement

Geliat Museum Membaik, Tapi . .

Sementara, Oktal Uska Putra, kreator konten bangunan heritage dari Komunitas Jelajah Budaya melihat bahwa geliat museum di Indonesia, khususnya di kota besar seperti Jakarta, sudah mulai menggembirakan.

“Kalau di Jakarta, animo masyarakat, terutama generasi muda itu, menurut saya pribadi itu sudah bagus sekali. Ada beberapa program-program dari museum yang juga mendorong masyarakat untuk datang ke museum tersebut,” katanya dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (13/10/2025).

Namun, menurutnya, lain halnya kondisi berbeda masih terlihat di daerah. Museum di wilayah yang jauh dari pusat kota dianggap masih tertinggal lantaran tidak mengiringi kemajuan zaman.

“Dari animo yang ketika kita berada di lapangan, itu masih sangat minim sekali. Kendalanya yang pertama itu masih dari segi fasilitas, mereka masih menggunakan hal-hal yang konvensional. Belum ada digitalisasi yang lebih,” ujarnya.

Seberapa Penting Digitalisasi dan Modernisasi Museum?

Oktal pun menyoroti pentingnya digitalisasi bagi museum, terutama di daerah. Pemanfaatan itu dinilai urgen dilakukan agar bisa menjadi ajang promosi dan mendekatkan diri dengan masyarakat.

“Kita mendapatkan bahwa museum di daerah itu ada yang belum memiliki media sosial seperti Instagram ataupun website. Di zaman sekarang, jika tidak bermain dengan digital, museum akan jauh tertinggal,” ujarnya.

Oktal menilai, kunci agar museum lebih dikenal yakni melalui citra yang kuat. Perubahan museum untuk menjadi lebih kekinian dianggap bakal mendongkrak hasrat masyarakat untuk berkunjung. Terlebih, museum merupakan wisata edukasi yang semestinya menjadi rujukan masyarakat.

Mindset-nya juga berubah. Museum tidak hanya mengenai benda-benda bersejarah, tetapi juga di sana tersimpan cara kita mengambil ilmu juga. Intinya adalah branding, bagaimana kita bisa membrandingkan museum menjadi sebuah landmark dari sebuah daerah”, lanjutnya.

red
Pengunjung menyaksikan lukisan peristiwa bencana tsunami di ruangan pameran temporer Museum Tsunami di Banda Aceh, Aceh, Minggu (12/10/2025). Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa
advertisement

Bangun Eksosistem Baru yang Menarik

Asep Kambali, Sejarawan dan Dewan Pakar Komite Memori Kolektif Bangsa (MKB) menyoroti pentingnya membangun ekosistem permuseuman secara menyeluruh.

“Museum ini adalah benteng memori kolektif bangsa. Oleh sebab itu, tanpa SDM dan tanpa program yang berkelanjutan, tanpa ekosistem, maka ini hanya akan sekadar Gedung,” dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (13/10/2025).

Asep juga menyoroti inovasi dan kreativitas dalam menampilkan koleksi agar lebih dekat dengan generasi muda.

“Gen Z atau Gen Alpha hari ini melihat koleksi museum itu jauh dari diri mereka. Bagaimana mencari relevansi antara koleksi sejarah dengan mereka, sehingga mereka penting untuk bicara masa depan,” ujarnya.

Ia menambahkan, museum harus mampu menghadirkan pengalaman yang interaktif dan immersif.

“Jangan sampai hanya sekedar visual yang memukau. Tapi bagaimana visual itu masuk ke dalam hati dan kemudian merubah cara bersikap dan cara bertindaknya,” lanjut Asep.

Apa Solusi agar Museum Jadi Daya Tarik Zaman Now?

Rosyid sepakat bahwa kolaborasi museum dengan komunitas dapat memperkuat daya tarik museum bagi masyarakat lintas generasi.

“Museum modern adalah museum yang dikelola bersama dengan masyarakat. Saat pengolah museum bisa menangkap itu, kemudian diajak bekerja sama, diajak berkontribusi dengan dasar diskusi yang produktif, itu akan mudah untuk mengembangkan museum itu sendiri,” ujar Rosyid.

Ia juga menekankan pentingnya generasi muda sebagai bagian dari solusi keterbatasan SDM.

“Saat terbatas dengan SDM di museum itu berada, SDM bisa kita mintakan bantuan dari generasi kekinian yang tergabung dalam komunitas tersebut,” tuturnya.

red
Museum Nasional Indonesia di Jakarta Pusat. Foto: KBR/Cornelia W
advertisement

Asep menambahkan gagasan soal kolaborasi antara museum dan sektor swasta melalui kemitraan publik-swasta.

“Di Eropa, di Amerika, museum itu hidup dari private partnership. Museum bisa berdiri berkat kontribusi perusahaan dan masyarakat, bahkan dengan konsep Wall of Honor yang mengapresiasi para donatur,” ujarnya.

Ia menilai, Jakarta layak menjadi proyek percontohan nasional.

“Jakarta menyimpan milestone sejarah Indonesia. Museum-museum besar ada di sini, dan optimisme itu selalu hadir. Tapi kita harus membangun ekosistem yang melibatkan akademisi, praktisi, komunitas, dan sektor swasta,” ujarnya.

Rosyid menjelaskan bahwa kini museum mulai memperhatikan kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas, lansia, dan ibu hamil.

“Komitmen kami adalah kita fasilitasi dengan baik agar mereka akses menuju museum itu mudah dan tentu saja dengan pendampingan untuk keselamatan bagi mereka,” jelasnya.

Pemerintah Sadar Museum Perlu Adaptasi Teknologi

Menteri Kebudayaan Indonesia Fadli Zon mengatakan museum harus memiliki tampilan yang menarik dengan kegiatan yang memanfaatkan teknologi masa kini guna menarik perhatian masyarakat.

“Museum itu harus bagus, harus menarik. Mungkin juga harus ada sentuhan-sentuhan teknologi, ada pameran imersif, ada video mapping, ada sentuhan-sentuhan digital semacam itu,” kata Fadli Zon di Jakarta, Minggu (12/10/2025) dikutip dari ANTARA.

Menurut dia, memanfaatkan digital yang selaras dengan era saat ini sangat penting untuk menarik masyarakat untuk mengunjungi museum. Sehingga, masyarakat tidak merasa jenuh dalam berkunjung ke tempat yang menaruh banyak koleksi sejarah.

red
Menteri Kebudayaan Indonesia, Fadli Zon sedang di arak menuju lokasi acara Hari Musuem Indonesia di Jakarta, Minggu (12/10/2025). ANTARA/Chairul Rohman.
advertisement

Dia mengharapkan museum harus bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi, salah satunya dengan memberikan narasi-narasi yang menggugah terkait artefak atau koleksi yang dihadirkan.

“Dan juga artefak-artefak itu narasinya dihidupkan, sehingga orang mudah untuk memahami artefak yang ada di dalam pameran itu. Ini yang kita harapkan nanti museum-museum itu bisa tumbuh, berkembang, merespon kemajuan teknologi informasi juga,” ujar Fadli.

“Kalau museum itu tidak bagus ya tidak didatangi. Apa itu bagus itu tentu harus menyesuaikan, kalau museum provinsi, dengan kekayaan provinsinya atau daerah itu sendiri,” lanjutnya.

Berapa Jumlah Museum di Indonesia?

Hingga saat ini, museum yang tersebar di seluruh Indonesia telah mencapai 481 yang dikelola berbagai pihak.

Dari total tersebut, menurut Fadli Zon, terdapat 196 museum berada di bawah pengelolaan pemerintah daerah, 118 museum dikelola oleh pemerintah pusat.

Sementara untuk yang dikelola secara perorangan mencapai 166 museum, dan terdapat satu museum yang berada di bawah naungan masyarakat hukum adat.

Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR Media

Baca juga:

- Mengapa Gerakan Donasi Rp1.000 Sehari ala KDM Terus Dipertanyakan?

Dua Persen Masyarakat Indonesia Depresi, Ribuan Bunuh Diri, Faktornya?

Hari Museum
Museum
Museum Nasional Indonesia
12 Oktober

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...