BERITA

Tahun Depan Harga Rumah Tapak Naik

Alasannya karena harga tanah yang semakin mahal.

AUTHOR / Vitri Angreni

Tahun Depan Harga Rumah Tapak Naik
FLPP, KPR, Rumah Tapak, Apersi, Eddy Ganefo

KBR, Jakarta - Kementerian Perumahan Rakyat akan menghentikan program rumah subsidi melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau subsidi bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) khusus untuk rumah tapak. Alasannya karena harga tanah yang semakin mahal. 


Tapi Ketua Umum Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo, mengkritik langkah ini. Menurutnya masalah ini bisa diatasi dengan membenahi dan memperkuat koordinasi antarinstansi. Koordinasi seperti apa yang dimaksud Eddy? Simak wawancaranya dalam Program Sarapan Pagi KBR.        



Anda sempat bilang bahwa ini merugikan banyak kalangan termasuk orang yang ingin punya rumah. Alasan pemerintah misalnya dia bilang buat apa memiliki rumah yang jauh dari kegiatan ekonominya, jadi dengan mengalihkan bunga kredit ini ke rusunawa atau rusunami dengan harapan justru biaya ekonomi jadi tidak lebih mahal karena warga bisa tinggal dekat dengan kegiatan usahanya. Anda bisa terima argumen ini?


“Jadi siapa yang mau jauh dari tempat bekerja, tidak ada yang mau. Itu kondisinya yang membuat mereka harus memilih atau mencari rumah sesuai dengan kemampuannya. Sekarang pemerintah berpendapat begitu menghentikan subsidi untuk rumah tapak, dianggap jauh dari tempat kerjanya dan lahan terbatas sehingga mau mengalihkan subsidi ke rumah vertikal supaya lahan bisa efisien dan dekat dengan tempat kerja. Bagaimana dengan pendapatan mereka apakah pemerintah mau menaikkan, karena harga vertikal bisa dua kali lipat dari rumah tapak. Jadi kalau pendapatannya atau gaji tidak dinaikkan mereka pun tidak akan bisa tinggal dekat tempat kerja dan tidak akan bisa punya rumah.” 



(Baca juga : BTN Diakuisisi, Masyarakat Semakin Sulit Punya Rumah)



Memang harganya rata-rata berapa harga tapak itu? 


“Rumah tapak itu harganya Rp 100 juta atau Rp 115 juta yang paling murah untuk kondisi sekarang. Itu mulai tipe 21 sampai tipe 36 tergantung harga tanah tempat itu. Sementara rumah susun atau rumah vertikal itu antara Rp 275 juta sampai Rp 400 juta dengan tipe 21 ya anggaplah tipenya sama. Sekarang mereka tidak mampu beli, sekarang bagaimana cara pemerintah apakah dia mau subsidi full untuk rumah vertikal itu, kalau dia bisa subsidi full silahkan tidak apa-apa. Artinya dia bayar sebatas kemampuan rumah tapak sisanya disubsidi pemerintah, mau tidak pemerintah. Pemerintah harus sadar, harus memahami ruh daripada Undang-undang 1945 terutama Pasal 28h bahwa setiap warga negara berhak bertempat tinggal yang layak. Kemudian Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang perumahan pemukiman, bahwa masyarakat berpenghasilan rendah wajib diberikan subsidi. Juga bahwa rumah itu merupakan kebutuhan dasar manusia yaitu sandang, pangan, dan papan. Jadi kebutuhan dasar ini artinya mutlak mereka harus punya yang lebih dasar lagi adalah oksigen, kalau mereka tidak ada oksigen mati orang itu. Papan ini ada sekitar 60 juta orang yang belum punya papan yang layak huni, pemerintah harus sadar ini. Pemerintah ataupun pihak Kementerian Perumahan Rakyat jangan mengatakan akan menghentikan rumah tapak tapi akan memberikan subsidi pada rumah susun, ini sudah kesalahan fatal. Yang diberikan subsidi ini bukan rumahnya tapi masyarakatnya.” 



(Baca juga : Gantikan Rumah Tapak, Kemenpera Jamin Rumah Susun Bersertifikat)



Daya serap dari FLPP sejauh ini cukup memuaskan tidak?


“Daya serapnya sangat tidak memuaskan tahun ini, sudah tiga tahun ini sangat tidak memuaskan.” 



Berapa daya serapnya kalau hitungan teman-teman Apersi?


“Mungkin tahun ini baru sebatas 5 persen, jauh sekali.” 



Apa yang menjadi sebab?


“Ya inilah akibat kebijakan-kebijakan yang tidak mengerti pemahaman terhadap masyarakat berpenghasilan rendah terhadap rumah-rumah subsidi yang harus diberikan. Antarinstansi saja tidak saling dukung, jadi bagaimana mau terserap.” 



Kebijakan yang tidak saling mendukung misalnya seperti apa?


“Banyak sekali. Umpamanya masalah pembebasan PPn dan PPh bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang ingin mendapatkan rumah. Kita tahu situasi harga rumah ini sudah tidak mungkin lagi dengan harga lama akibat kenaikan harga BBM kemarin, itupun karena kebijakan pemerintah kenaikan BBM mengakibatkan harga menjadi tinggi semua. Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak sampai sekarang belum merespon atau memutuskan pembebasan pajak terhadap harga rumah baru. Kemudian masalah pertanahan juga pengurusan sertifikat dan sebagainya, kemudian masalah pemerintah daerah yang tadi dikatakan banyak sekali hambatannya. Padahal perumahan merupakan salah satu urusan wajib daripad pemerintah daerah. Kan banyak hal-hal lain yang sebenarnya yang tidak saling dukung di antara mereka, harusnya Kementerian Perumahan Rakyat duduk sebagai koordinator untuk menjembatani ini semua tapi kenapa tidak bisa ini perlu dipertanyakan juga.” 



Jadi solusinya sebenarnya membereskan masalah koordinasi ketimbang mencabut atau mengalihkan FLPP ya?


“Iya. Pemahaman masalah subsidi FLPP tadi, ini yang salah kaprah yang disubsidi bukan rumahnya tapi masyarakat yang tidak mampu ini. Jadi jangan mengatakan rumah tapak dicabut subsidinya akan diberikan kepada rumah susun, salah. Rumah susun itu yang mampu membelinya adalah masyarakat berpenghasilan menengah, bukan masalah berpenghasilan rendah.”



Meski alasan pemerintah sempat bilang bahwa kebijakan ini mungkin hanya akan berlaku di kota-kota besar saja. Komentar Anda?


“Dari sana saja kita sudah lihat bahwa pemerintah sudah tidak konsisten. Awalnya mengatakan mencabut subsidi rumah tapak di 2015 sekarang sudah berubah lagi hanya di kota-kota besar saja. Ini mereka konsistenya dimana saya tidak mengerti.”  

             


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!