NASIONAL

Tahanan Tewas, KontraS: Polisi Memang Kerap Lalai

Aparat kepolisian kerap lalai dalam penanganan terduga pelaku kriminal.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

Tahanan
Petugas menggeledah narapidana saat razia warga binaan di Lapas Kelas IIB Tasikmalaya, Jawa Barat, (15/12/2019). (Foto: ANTARA/Adeng Bustomi)

KBR, Jakarta - Kematian tahanan Polresta Banyumas, Jawa Tengah berinsial 'OK' (26) menuai respons publik. Pasalnya, 'OK' yang dituduh melakukan pencurian sepeda motor itu tewas diduga dianiaya sesama tahanan di sel serta adanya pemukulan dari anggota polisi dalam proses penangkapan.

Kabar itu mencuat usai ditemukan sejumlah luka di sekujur tubuh 'OK'. Ia pun dinyatakan meninggal di rumah sakit.

Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Rozy Brilian menilai, aparat kepolisian kerap lalai dalam penanganan terduga pelaku kriminal.

Menurut catatan KontraS, sepanjang Juli 2022-Juni 2023 ada 622 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota Polri. Sebanyak 46 kasus di antaranya mengenai penangkapan sewenang-wenang.

Dari situ, Rozy mengatakan kekerasan terhadap tahanan terus terjadi salah satunya karena penegakan hukum yang lemah terutama jika kasus melibatkan anggota polisi itu sendiri. Akhirnya praktik kekerasan terus berlangsung dan menjadi hal normal ketika berhadapan dengan tahanan.

“Akhirnya, praktik itu dinormalisasi dan menjadi kultur kekerasan. Nah itu yang menjadi catatan kami, ketika satu tindakan kejahatan yang bahkan sudah memiliki dimensi pelanggaran pidana itu hanya diselesaikan dengan cara-cara yang tidak memadai (lewat mekanisme etik), coba kasus 'OK' ini enggak viral misalnya di Twitter atau di media massa, saya yakin enggak akan signifikan juga proses penegakan hukumnya,” kata Rozy kepada KBR, Selasa (18/7/2023).

Menurut Rozy, tak sepatutnya polisi melakukan kekerasan saat meminta keterangan kepada terduga pelaku kriminal sebab tugas mereka lebih dari sekadar mendapat pengakuan pelaku namun lebih jauh lagi, mengumpulkan alat bukti lainnya seperti yang termaktub dalan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 184 ayat (1) alat bukti yang sah ialah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

“Kita menarik kesimpulan juga di laporan penyiksaan kemarin bahwa kepolisian, sebagai aktor dominan yang melakukan penyiksaan dan kekerasan mereka cenderung melakukan sesuatu hal yang instan untuk mendapatkan bukti, padahal harusnya dia sebagai penegak hukum mencari bukti-bukti lainnya untuk mendukung kejahatan itu bisa dibuktikan,” ucap Rozy.

Sementara itu, Deputi Pusat Kajian Tahanan, Center Detention Studies, Gatot Goei menilai masih adanya kejadian tahanan tewas karena dianiaya sesama tahanan maupun polisi menunjukkan masih lemahnya pengawasan polisi terhadap tahanannya sendiri. Pun polisi yang terlibat kekerasan mestinya diberi sosialisasi terkait hak tahanan, agar tidak sewenang-wenang memperlakukan mereka.

“Prinsip pengawasan itu mesti di kedepankan, karena setiap orang yang ditahan pasti berada di bawah sebuah kekuasaan, kekuasaan itu bisa dari kepolisian, bisa dari petugas kemasyarakatan, yang artinya orang-orang yang memang punya kewenangan ya untuk melakukan penahanan nah ini harus juga diimbangi dengan prinsip pengawasan. Yang kedua, orang-orang yang memang terlibat dalam penahanan itu juga harus dilatih pengetahuannya, terkait dengan hak-hak seorang tahanan,” kata Gatot.

Baca juga:

- Tahanan Tewas, Pengawasan Internal Polri Buruk

- HUT ke-77 Bhayangkara, Saatnya Institusi Polri Berbenah

Sebelumnya, Polda Jawa Tengah telah mentapkan empat polisi sebagai tersangka kasus dugaan pengeroyokan. Keempat polisi tersebut berpangkat brigadir. Mereka diduga melakukan kekerasan saat proses penangkapan 'OK'. Selain itu, 10 tahanan juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menganiaya 'OK'.

Polda Jawa Tengah juga membentuk tim gabungan dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jawa Tengah, Propam, dan penyidik Polresta Banyumas. Tugas mereka menyelidiki dan menyidik meninggalnya tahanan itu.

Editor: Fadli

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!