NASIONAL

Tagar All Eyes on Papua Diklaim Jadi Gelombang Perhatian Publik

Masalah ini telah menjadi perhatian publik. Terlebih tagar All Eyes on Papua di media sosial juga turut mengobarkan isu ini.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

EDITOR / R. Fadli

Papua
Ilustrasi. Sejumlah petani lokal mengangkut hasil panen kelapa sawit ke bak truk untuk dibawa ke pabrik. (Foto: ANTARA/Septianda Perdana)

KBR, Jakarta – Petisi terkait dengan terancamnya hutan seluas 36 ribu hektare di Boven Digoel, Papua untuk dijadikan perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari sudah ditandatangani sebanyak 209.619 per Rabu (5/6) pukul 12.35 WIB, sementara targetnya 300 ribu. Itu terlihat dari situs change.org.

Adapun petisi yang dimulai oleh Yayasan Pusaka Bentala Rakyat sebagai bagian dari Koalisi Selamatkan Hutan Papua itu, sudah ada sejak 2 Maret 2024 dengan pihak yang menjadi target petisi di antaranya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar.

Peneliti Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Sutami Amin menyampaikan, menilik dari banyaknya warganet yang menandatangani petisi tersebut artinya masalah ini telah menjadi perhatian publik. Terlebih tagar All Eyes on Papua di media sosial juga turut mengobarkan isu ini.

“Saya rasa ada dua hal yang perlu dilihat bahwa hashtag All Eyes on Papua itu tidak bisa dilepaskan dengan bagaimana perhatian publik terhadap isu yang lebih besar apa itu? All Eyes on Rafah. Bagi saya ini satu gelombang yang besar, cukup baik dan tindakan lebih lanjut mungkin melihat bagaimana perhatian publik lebih mengarah kepada permasalahan sosial yang lebih besar,” ucapnya kepada KBR, Rabu (5/6/2024).

Kata dia, nantinya petisi itu akan diserahkan ke Mahkamah Agung sebagai bentuk dukungan publik kepada masyarakat adat Suku Awyu dan Moi yang kini sedang terancam oleh ekspansi perkebunan sawit.

“Ajakan bersama ini merupakan tahapan terakhir perjuangan terhormat masyarakat adat Awyu untuk mempertahankan tanahnya. Tanah dan hutan bagi masyarakat adat Papua amat esensial, itu kehidupannya masyarakat asli, di sana mereka mengambil obat-obatan, mengambil pangan, tempat bermain, rekreasi, itu suatu kehidupan bersama yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat asli Papua,” ungkapnya.

Baca juga:

- Wapres: Papua Selatan Jadi Sentra Pangan Nasional

- Kemenko PMK Akui Kemiskinan Ekstrem di Papua Masih Tinggi

Editor: Fadli

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!