Apindo menilai pengelolaan keuangan negara yang tepat sasaran diharapkan akan mempercepat realisasi berbagai program strategis pemerintah
Penulis: Naomi Lyandra, Shafira AM, Ken Fitriani
Editor: Resky Novianto

- Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa diharapkan benahi fiskal negara, namun target pertumbuhan ekonomi 8% dinilai ambisius.
- Pelaku usaha mendesak evaluasi pajak, transparansi anggaran, serta kebijakan pro-UMKM agar ekonomi lebih stabil dan adil.
- Tantangan terbesar terletak pada upaya mengerek penerimaan negara yang hingga pertengahan 2025 belum sesuai harapan.
KBR, Jakarta- Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati ke Purbaya Yudhi Sadewa diharapkan menjadi arah baru kebijakan ekonomi yang lebih baik. Sebagai suksesor, Purbaya diminta mengevaluasi berbagai kebijakan yang telah diterapkan di era pemerintahan Prabowo.
Serah terima jabatan Menteri Keuangan berlangsung di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
Menurut Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga APINDO Sarman Simanjorang, evaluasi yang urgen untuk segera ditelaah yakni terkait penetapan pajak, transparansi anggaran pemerintah, dan kebijakan fiskal.
"Dunia usaha berharap agar Menteri Keuangan yang baru dapat meneruskan berbagai kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani sambil melakukan evaluasi berbagai kebijakan dan pengelolaan dari sisi penganggaran, pajak, kepabeanan, perbendaharaan, hingga pengelolaan fiskal untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan negara termasuk dalam mengelola kas dan utang negara," ujar Sarman kepada KBR, Selasa (9/9/2025).
Sarman menegaskan pengelolaan keuangan negara yang tepat sasaran diharapkan akan mempercepat realisasi berbagai program strategis pemerintah, termasuk mampu menggerek pertumbuhan ekonomi nasional 8 persen.
Meski demikian, ia mengatakan pihaknya menghormati langkah Presiden Prabowo yang mengganti bendahara negara.
"Reshuffle tentu menjadi hak prerogatif Presiden sesuai dengan evaluasi dan kebutuhan dalam menjalankan roda pemerintahan. Menteri Keuangan posisi yang sangat strategis yang akan mengelola keuangan negara,” jelas Sarman.
“Kita yakin Presiden mempercayakan beliau menjadi Menkeu tentu sudah melalui pertimbangan yang sangat matang, menggantikan ibu Sri Mulyani yang sudah sangat dikenal di dunia Internasional," tambahnya.
Lebih lanjut, Sarman mendorong semua pihak memberikan kesempatan kepada Menkeu yang baru untuk menunjukkan bukti nyata kinerja. Hal ini ia tegaskan merespon Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat anjlok pada saat pengumuman reshuffle.
"IHSG dibuka sudah menguat setelah kemarin sempat direspon negatif minus 1,8%. Artinya sosok Menteri keuangan yg baru sudah direspon positif oleh pasar. Artinya modal baik untuk Menkeu menunjukan kinerja yang mampu menjawab ekspektasi pasar," terangnya.

Jangan Buat Kebijakan yang Bebani UMKM
Ketua Umum Asosiasi Industri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setyorinny mengingatkan agar Purbaya tidak mengulangi kebijakan yang membebani usaha kecil menengah.
"Kalau kita sebenarnya dari Sri Mulyani akhir-akhir ini dipandang UMKM itu sangat memberatkan UMKM itu sendiri yang membuat kita tidak bisa bernafas dalam berusaha," ucap Rinny dalam Diskusi Ruang Publik KBR, Selasa (9/9/2025).
Ia pun berharap agar kebijakan benar-benar berpihak pada rakyat kecil. Utamanya, tidak mencekik rakyat kecil dengan kenaikan pajak-pajak dari beragam sektor.
"Saya berharap dari Menteri baru ini bisa benar-benar apa yang diinginkan masyarakat terpenuhnya. PPN bisa diturunkan sehingga masyarakat bergairah untuk membelikan, untuk mengeluarkan uangnya," katanya.
Lebih lanjut, Rinny menilai pergantian memang diperlukan, namun ada catatan besar. Khususnya untuk menjaga kestabilan ekonomi dalam negeri dengan mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap UMKM.
“Tanpa membebankan masyarakat khususnya UMKM. Jangan hanya menjadi kasirnya, negaranya mungut pajak-pajak aja," tegasnya.
Sementara itu, Rinny menekankan faktor daya beli masyarakat dan perlindungan produk lokal.
"Karena daya beli masyarakat sekarang itu kan banyak juga PHK. Itu sangat berdampak sehingga masyarakat akan mengencangkan ikat pinggang meskipun mereka nggak punya ikat pinggang," katanya.
Apa Gebrakan Menkeu Purbaya?
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yakin ada peluang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen paling tidak dalam 2-3 tahun ke depan terutama setelah masalah perlambatan ekonomi yang saat ini terjadi dapat segera diatasi.
"Saya bilang (kepada Presiden) bertahap Pak, kita capai yang 8 persen itu. (Presiden) dia bilang jangan lama-lama, secepatnya! Ya kita cobalah," kata Purbaya saat ditemui selepas acara pelantikan di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Senin (8/9/2025) dikutip dari ANTARA.
Purbaya, yang sebelumnya menjabat Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), menilai target pertumbuhan ekonomi 8 persen mungkin dapat dicapai dalam waktu beberapa tahun ke depan.
"Kalau sebagai ekonom ya, tahun ini 8 persen mungkin agak sulit. 2 tahun, 3 tahun ke depan ada peluangnya dicapai. Kita balikin arah ekonomi yang melambat menjadi lebih cepat dulu, let say ke arah 6 persen, 6 persen lebih dalam waktu tidak terlalu lama. Habis itu, kita bangun yang lain biar pertumbuhannya bisa lebih cepat lagi," ujar Purbaya.

Selain target pertumbuhan ekonomi, Purbaya juga menegaskan tidak akan memberlakukan pungutan pajak yang baru untuk masyarakat mengingat sistem perpajakan yang saat ini digunakan cukup efektif untuk menghimpun pajak yang merupakan salah satu sumber penerimaan negara.
"Menurut saya pribadi, selama ini gak usah (ada pungutan pajak baru)," katanya.
Purbaya menjelaskan salah satu prioritasnya saat ini meningkatkan pertumbuhan, karena itu juga berkorelasi positif dengan pendapatan negara.
"Dengan sistem yang ada pun, kalau pertumbuhannya bagus, anggap tax to GDP ratio-nya konstran, income-nya kenceng juga," sambungnya.
Tantangan Purbaya
Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad, menilai momentum pergantian ini cukup krusial karena bersamaan dengan pembahasan APBN 2026.
"Yang pertama tentu saja saat ini kan lagi membentuk pembahasan APBN 2026 ya. Artinya ini masa yang sangat kritis bagaimana pengolahan fiskal kita untuk tahun mendatang begitu," ujarnya dalam siaran Ruang Publik KBR, Selasa (9/9/2025).
Tauhid menambahkan, tantangan terbesar terletak pada penerimaan negara yang hingga pertengahan 2025 belum sesuai harapan.
Sebab, hingga 11 Agustus 2025 jumlah penerimaan pajak yang sudah terkumpul baru sebanyak Rp996 triliun atau 45,5% dari target.
Adapun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp2.189 triliun.
"Kalau kita lihat data katakanlah sampai Juni, realisasi Juni 2025, ada dua poin penting. Pertama, pajak untuk penghasilan terutama korporat atau badan ini sudah turun 11,7%. Yang kedua, PPN anjlok sebesar 19,7% sampai Juni 2025," jelasnya.
Dari sisi belanja negara pun, lanjutnya, belum berjalan optimal. Meski mengakui pengalaman Purbaya sebagai ekonom, Tauhid menyoroti sisi kelemahan di bidang fiskal.
"Realisasinya baru 38,8% dari target. Angkanya Rp1.406 triliun dari budget Rp3.621 triliun. Artinya mempercepat belanja juga menjadi problemnya," kata Tauhid.
"Beliau cukup pengalaman, tetapi dua hal ini pengalaman di fiskal, mengelola fiskal, dan juga sebagai seorang Ketua KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) itu juga diperhitungkan,” tambahnya.
Pernyataan Purbaya soal target pertumbuhan ekonomi 8 persen dinilai terlalu ambisius. Selain itu, beban Menteri Keuangan dianggap sangat berat, mulai dari menjaga fiskal, memperbaiki transparansi, hingga meringankan beban masyarakat.
"Menurut saya angka 8 persen sesuatu yang agak sulit ya dalam waktu cepat. Saya kira mungkin yang bisa dilakukan mempertahankan 5 persen saja sudah Alhamdulillah dalam situasi sekarang. Saya kira memang tugas berat daripada menteri baru sekarang adalah meringankan beban masyarakat. Kenaikan PPN perlu ditinjau ulang," tegas Tauhid.

Pengalaman di Lembaga Pemerintahan
Mengutip dari ANTARA, Purbaya memiliki rekam jejak panjang di lembaga pemerintahan. Ia pernah menjabat sebagai Staf Khusus Bidang Ekonomi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 2010 hingga 2014, serta sebagai Anggota Komite Ekonomi Nasional pada periode yang sama.
Pada April hingga September 2015, Purbaya menjabat sebagai Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis di Kantor Staf Presiden. Selanjutnya, ia menjadi Staf Khusus Bidang Ekonomi di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pada 2015 hingga 2016, dan kemudian di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada 2016 hingga 2018.
Pada 2020, Purbaya dipercaya sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dalam peran ini, ia bertanggung jawab menjaga stabilitas sistem keuangan nasional, khususnya terkait perlindungan dana simpanan masyarakat di perbankan.
Alasan Reshuffle
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan bahwa peralihan jabatan tersebut tidak disebabkan oleh pengunduran diri maupun pencopotan.
Menurut dia, keputusan tersebut merupakan hak prerogatif Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan.
“Ya bukan mundur, bukan dicopot. Bapak Presiden selaku kepala negara dan pemerintahan tentunya kita semua paham bahwa beliau memiliki hak prerogatif, maka kemudian atas evaluasi beliau memutuskan untuk melakukan perubahan formasi,” kata Prasetyo seusai pelantikan.
Prasetyo menyebut berbagai pertimbangan menjadi dasar keputusan Presiden. Namun, ia tidak merinci alasan detail yang mendasari pergantian Sri Mulyani. “Pertimbangannya banyak,” ujarnya.
Memasuki bulan ke-11 pemerintahannya, Presiden Prabowo Subianto merombak Kabinet Merah Putih dengan melantik lima tokoh baru.
Kelima menteri yang diganti adalah Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Abdul Kadir Karding, Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo, serta Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi. Selain itu, satu menteri lainnya akan memimpin Kementerian Haji dan Umrah.

Reshuffle untuk Jawab Ketidakpuasan Publik
Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Tunjung Sulaksono menilai, perombakan ini sebagai langkah strategis sebagai upaya menjawab ketidakpuasan publik. Menurutnya, ada setidaknya tiga dampak yang dapat dihasilkan dari kebijakan ini.
"Pertama, upaya ini dapat meredam tensi politik dan mendorong stabilitas. Kedua, dapat meningkatkan optimisme publik. Ketiga, legitimasi politik kembali terbangun," jelasnya, Selasa (9/9/2025).
Tunjung menjelaskan, reshuffle ini berfungsi sebagai katup pengaman untuk mengurangi ketegangan politik. Dengan mengganti menteri-menteri yang dianggap bermasalah atau menuai protes, pemerintah menunjukkan keseriusan dalam mendengarkan aspirasi rakyat.
"Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi sendiri menyatakan, salah satu pertimbangan perombakan kabinet adalah gejolak demonstrasi akhir Agustus 2025 lalu," ujarnya.
Dari sudut pandang ilmu pemerintahan, Tunjung menganalisis bahwa ada tiga alasan utama di balik reshuffle, yaitu alasan kinerja, politis, dan yuridis.
Alasan pertama, penggantian menteri dapat terjadi akibat kinerja yang dianggap tidak optimal, terutama di bidang-bidang krusial seperti ekonomi yang belum menunjukkan perbaikan signifikan.
Reshuffle ini juga bisa menjadi respons politis untuk meredam ketegangan akibat ketidakpuasan publik terhadap seorang menteri atau wakil menteri yang kontroversial.
"Alasan ketiga yakni yuridis. Kasus hukum, seperti korupsi yang menjerat mantan wakil menteri tenaga kerja, juga menjadi pemicu reshuffle untuk memastikan tugas pemerintahan tidak terganggu," lanjutnya.
Tunjung menekankan, reshuffle saja tidak cukup. Para menteri baru harus segera mengambil langkah-langkah strategis untuk membuktikan keberpihakan mereka kepada rakyat.
"Menteri baru harus segera menyelesaikan berbagai persoalan yang menjadi penyebab kemarahan publik," tegasnya.
Tunjung menyarankan agar para menteri untuk membuat program-program quick wins dalam 100 hari pertama masa jabatan mereka. Khususnya, di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan yang menjadi sorotan utama publik.
Selain itu, para menteri diimbau untuk menghindari pernyataan kontroversial yang justru dapat memicu kegaduhan baru.
"Kemampuan komunikasi politik dan public speaking harus terus ditingkatkan agar langkah presiden tidak menjadi sia-sia," pungkasnya.
Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR Media
Baca juga:
- Kriminalisasi Aktivis yang Berlanjut Usai Delpedro dkk Ditangkap
- Mengapa Pembatasan Informasi jadi Masalah Serius dalam Aksi Bubarkan DPR?