NASIONAL
SETARA Institute: Sulitnya Pendirian Rumah Ibadah, Jokowi Harus Serius
Berdasarkan data longitudinal SETARA Institute periode 2007-2022, telah terjadi 573 gangguan terhadap peribadatan dan tempat ibadah minoritas dalam satu setengah dekade terakhir.
AUTHOR / Muthia Kusuma
KBR, Jakarta - SETARA Institute menegaskan kondisi persoalan peribadatan dan pendirian tempat ibadah di Indonesia butuh perhatian serius Presiden Joko Widodo.
Direktur Riset SETARA Institute, Halili Hasan mengatakan, berdasarkan data longitudinal SETARA Institute periode 2007-2022, telah terjadi 573 gangguan terhadap peribadatan dan tempat ibadah minoritas dalam satu setengah dekade terakhir. Gangguan tersebut mencakup pembubaran dan menolakan peribadatan dan tempat ibadah, intimidasi, perusakan, pembakaran, dan lainnya.
"Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri hendaknya melakukan langkah progresif untuk menghilangkan ketentuan-ketentuan diskriminatif dalam PBM (Peraturan Bersama Menteri-red) Dua Menteri yang sering juga disebut sebagai SKB Dua Menteri. Jadi didalam PBM itu kan ada beberapa fokus diskriminasi misalnya administratif dukungan 90 orang jemaat dan 60 orang di luar jemaat itu nyata-nyata memberikan hambatan," ucap Halili kepada KBR, Kamis, (19/01/2023).
Halili juga menilai Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas belum merealisasikan komitmennya dua tahun lalu, untuk mempermudah pendirian tempat ibadah kelompok minoritas, sekaligus meninjau ulang Peraturan Bersama Menteri (PBM) Dua Menteri tahun 2006. Hal itu disampaikan Menteri Agama Yaqut dalam forum yang diselenggarakan oleh Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) pada 21 Januari 2021 lalu.
Halili juga mengatakan, diskriminasi dan restriksi dalam bentuk pelarangan peribadatan dan pendirian tempat ibadah diakibatkan oleh rendahnya kapasitas daerah dalam isu tata kelola kebhinekaan dan jaminan konstitusional atas kebebasan beragama/berkeyakinan. Khususnya hak untuk beribadah dan mendirikan tempat ibadah, dengan kecenderungan menyangkal dan membiarkan terjadinya diskriminasi terhadap minoritas atau terlibat aktif melakukan diskriminasi.
"Hal itu diperburuk dengan seringnya Pusat lepas tangan dalam kasus-kasus demikian yang terjadi di daerah. Padahal urusan agama bukanlah urusan pemerintahan yang didesentralisasi dari Pusat ke Daerah oleh UU Pemerintahan Daerah. Dalam konteks tersebut, SETARA Institute mengusulkan agar perizinan pendirian tempat ibadah atau rumah ibadah ditarik ke Pusat dengan mekanisme administratif yang lebih dipermudah dan disederhanakan," sambungnya.
Halili mendorong agar terjadi pergeseran peran Forum Kebhinekaan Umat Beragama (FKUB).
Ia menilai, FKUB sebaiknya tidak diberikan kewenangan untuk memberikan rekomendasi mengizinkan atau menolak pendirian rumah ibadah. Melainkan dioptimalkan perannya untuk mewujudkan kerukunan beragama sesuai mandat organisasionalnya dengan memperluas kampanye toleransi, ruang-ruang perjumpaan lintas agama, serta mitigasi dan resolusi konflik yang mengganggu kerukunan antar agama, termasuk mediasi dan resolusi jika terjadi kasus penolakan peribadatan dan pendirian tempat dan rumah ibadah.
Sebelumnya, dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Sentul International Convention Center (SICC), Kabupaten Bogor, pada Selasa, 17 Januari 2023, Presiden Jokowi mewanti-wanti para kepala daerah peserta Rakornas untuk menjamin kebebasan beribadah dan beragama warganya.
Baca juga:
- Rentetan Konflik Rumah Ibadah Tahun 2022
- Pemerintah Pusat Diminta Selesaikan Penolakan Gereja di Cilegon
Presiden Jokowi menegaskan bahwa kebebasan tersebut dijamin oleh UUD 1945, khususnya Pasal 29 ayat (2). Jaminan konstitusional tersebut, menurut Jokowi, tidak boleh dikalahkan oleh kesepakatan-kesepakatan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah dengan beberapa pihak di daerah setempat, seperti kesepakatan yang dibuat pemerintah daerah dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang melarang pembangunan tempat ibadah.
"SETARA Institute mengapresiasi pernyataan dan arahan Jokowi kepada Pemerintah Daerah dan Forkompimda. Dalam catatan SETARA Institute, pernyataan dan arahan Presiden dalam Rakornas Forkompimda tersebut merupakan salah satu pesan terkuat yang disampaikan secara terbuka oleh Presiden, sebab secara spesifik menggarisbawahi persoalan peribadatan dan pendirian tempat ibadah sebagai salah satu persoalan utama pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan di Indonesia, bukan hanya secara umum soal toleransi dan kebhinekaan," ungkap Halili.
Editor: Fadli
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!