BERITA

Sejumlah Kebijakan Pemerintah Picu Diskriminasi Kaum Minoritas

Salah satu contohnya adalah UU. No. 1 PNPS Tahun 1965 yang mengatur tentang 6 agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia.

AUTHOR / Stefanno Reinard

Sejumlah Kebijakan Pemerintah Picu Diskriminasi Kaum Minoritas
Aksi stop kekerasan atas nama agama. Foto: Antara

KBR, Depok - Tokoh lintas agama dan HAM Indonesia, Albertus Patty mengklaim terdapat sejumlah kebijakan atau peraturan perundangan pemerintah yang justru menyebabkan diskriminasi kaum minoritas, baik secara etnis maupun agama. Menurut Albertus, salah satu contohnya adalah UU. No. 1 PNPS Tahun 1965 yang mengatur tentang 6 agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia.

"UU No. 1 PNPS Tahun 1965, itu kan meskipun dia mengatakan bahwa cuma 6 agama dan lainnya diakui, tapi dalam praktiknya mereka yang tidak tercantum di 6 agama itu sulit menikah tidak dicatat dan seringkali sulit masuk sekolah atau kerja," jelas Albertus dalam seminar nasional bertajuk "Meninjau Peta Konflik dan Membangun Budaya Damai dalam Kerangka Penguatan Bhinneka Tunggal Ika Indonesia" yang diadakan oleh Abdurrahman Wahid Centre Universitas Indonesia, Ruang Apung Perpustakaan Universitas Indonesia, Depok, Kamis (11/6/2015).

Selain itu, ia juga mempersoalkan adanya perda-perda yang menindas kaum perempuan, seperti larangan keluar malam. Dia merujuk pada aturan yang diterapkan di salah satu daerah di Aceh dan di Tangerang, Banten. Menurut dia, hal tersebut juga sering mensubordinasi agama, etnik maupun gender di Indonesia.

Albertus juga melihat ada kesenjangan besar antara konsistusi atau uu yang berlaku dengan para politisi. Menurut dia, para politisi seringkali memanipulasi UU demi kepentingan mereka. Sehingga, kata dia, para politisi yang memegang jabatan ini perlu membebaskan diri dari mental sektarian menjadi mental mengabdi kepada rakyat

Albertus mengajak semua lini termasuk agama baik Gereja maupun institusi agama lainnya untuk membangun pemahaman bahwa manusia adalah setara. Dimana, kata dia, agama harus menghadapi kenyataan bahwa dunia saat ini sudah beranekaragam atau plularis.

Editor: Malika

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!